BPK Temukan Aneka Ketidaksesuaian Penggunaan Dana Covid-19

Oleh Djony Edward - Wartawan Senior FNN

BADAN Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2021 menemukan aneka ketidaksesuaian penggunaan dana Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC PEN) mencapai Rp230,34 triliun.

Dalam LHP tahun 2021 yang diterbitkan pada Mei 2022, BPK menyebutkan dari total dana PC PEN yang ditandai (ditagging) sebesar Rp665,14 triliun, sebanyak 34,63% atau Rp230,34 triliun berbeda dengan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).

SP2D merupakan salah satu kelengkapan berkas yang penting terutama untuk ranah perkantoran yang berfungsi sebagai syarat dalam pencairan dana oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang telah disesuaikan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Temuan lainnya, menurut LHP BPK, adalah penggunaan dana oleh Kementerian/Lembaga sebesar Rp364,07 triliun, yang seharusnya menggunakan akun khusus Covid-19, ternyata sebesar Rp80,26 triliun menggunakan akun reguler.

Selain itu, menurut BPK, realisasi fasilitas PPN PC-PEN tahun 2021 sebesar Rp3,71 triliun tidak akurat dan diantaranya Sebesar Rp154,83 miliar diindikasikan tidak sesuai dengan ketentuan. Hasil pengujian atas database e-faktur dan laporan realisasi fasilitas PPN DTP PC PEN tahun 2021, diketahui bahwa terdapat 77.409 transaksi pemanfaatan fasilitas PPN alkes DTP sebesar Rp3,06 triliun, namun pemanfaatan tersebut tidak tercatat pada database laporan realisasi. 

LHP BPK juga mengungkapkan terdapat potensi ketidaktepatan sasaran terkait transaksi anomali sebesar Rp2,70 triliun dalam realisasi insentif dan fasilitas pajak PC-PEN tahun 2021 yang belum selesai ditindaklanjuti. Sehingga  mengakibatkan nilai realisasi insentif dan fasilitas pajak PC-PEN TA 2021 sebesar Rp2,58 triliun terindikasi tidak valid.

Artinya belum ada pengungkapan atas data anomali realisasi insentif dan fasilitas pajak PC PEN atas sepuluh jenis pajak dalam catatan atas laporan keuangan LKPP Tahun 2021 sebesar Rp2,58 triliun. 

Selain itu diungkapkan pengendalian dalam pelaksanaan belanja program PC-PEN Sebesar Rp10,20 Triliun pada 10 Kementerian/Lembaga tidak memadai. Adapun 10 Kementeria/Lembaga dimaksud adalah sebagai berikut.

Hasil pemeriksaan BPK lebih lanjut terhadap penyaluran seluruh Bantuan Pelaku Usaha Mikro (BPUM) pada tahun 2021 menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

Terdapat indikasi sebanyak 38.278 penerima BPUM sebesar Rp45,93 miliar berstatus aktif sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Terdapat 135.861 penerima BPUM yang sedang menerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp163,03 miliar.

Terdapat 1.720.424 penerima BPUM yang juga penerima Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan/atau Bantuan Sosial Tunai (BST) sebesar Rp2,06 triliun.

Terdapat penyaluran BPUM sebesar Rp3,49 triliun kepada 2.914.757 penerima yang sedang menerima kredit atau pinjaman perbankan lainnya.

Terdapat 330.842 penerima berstatus ineligible pada BPUM Tahun 2020 sebesar Rp397,01 miliar, karena merupakan penerima yang dananya dikembalikan ke Kas Negara, namun ditetapkan menjadi penerima BPUM Tahun 2021.

Dari temuan LHP BPK tersebut di atas menunjukkan bahwa pelaksanaan PC PEN masih perlu banyak perbaikan dan yang terpenting pertanggungjawaban penggunaan dana yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Bisa saja, Tim Ekonomi Jokowi di kemudian hari harus mempertanggung jawabkan secara hukum atas sejumlah ketidaksesuaian yang mencapai Rp230,34 triliun. Itu sebabnya diperlukan pemimpin yang bisa mengoreksi dan mengevaluasi, bahkan mengenakan hukuman yang tegas atas besarnya ketidaksusaian penggunaan dana PC PEN tersebut.

Mari kita dukung adanya perubahan dan perbaikan atas kinerja keuangan Pemerintah Jokowi yang tidak cukup menggembirakan itu. Mungkin faktor ini yang membuat Presiden Jokowi sibuk mencari calon Presiden yang bisa melanjutkan program-programnya, termasuk mengamankan penggunaan dana PC PEN yang luar biasa besar menyimpang dari ketentuan. (*)

654

Related Post