Bukankah Kemanunggalan TNI dengan Rakyat adalah Self-Efident?

ABRI Masuk Desa

Oleh Radhar Tribaskoro - Presidium KAMI 

“Tanya Pak GN (Gatot Nurmantyo), indikatornya apa?" kata Kapuspen TNI Laksamana Muda Julius. Hal itu ia sampaikan kepada wartawan yang menanya perihal pernyataan Jenderal Pur. Gatot Nurmantyo dalam acara Orasi Kebangsaan Gatot Nurmantyo dan Tokoh Indonesia Pembaharu (Oke Ganti Baru) hari Rabu, 21 Juni 2023, di Jakarta. 

Di acara itu, Gatot Nurmantyo menyatakan bahwa TNI sekarang seperti dimarjinalkan, dikebiri dan  dikerdilkan. Apa buktinya? Saya ingin menjawab bahwa tidak semua hal perlu dibuktikan, terutama bila hal itu sudah sangat nyata di hadapan kita. Kita misalnya, tidak bertanya mengapa semua orang harus punya kesempatan untuk mengakses kebutuhan pokoknya, bertanggung-jawab atas keadaan lingkungan, menegakkan keadilan dan perdamaian, merawat anak-anak, dsb. Semua itu disebut self-evident karena sudah sangat jelas sehingga tidak memerlukan bukti atau alasan lagi. 

Apa yang disampaikan Gatot Nurmantyo pada acara di atas bukanlah pernyataan politik untuk mengambil keuntungan sendiri. Pernyataan Gatot adalah pernyataan moral yang berlaku untuk semua warga. Pernyataan itu bermaksud untuk menggugah kesadaran dan memberi edukasi terkait realitas yang sedang dihadapi.

Dalam kaitan dengan TNI, pernyataan moral GN didasarkan kepada pandangan bahwa TNI adalah jelmaan dari para pejuang yang telah merelakan jiwa dan raga mereka. Pattimura, Imam Bonjol, Diponegoro, Soedirman, dll adalah contoh dari para pejuang itu. Mereka adalah bagian dari rakyat Indonesia yang memiliki mental pejuang, yaitu mentalitas untuk melawan segala bentuk penindasan dan penzaliman kepada rakyat. TNI adalah rakyat yang memiliki mental pejuang itu. Dengan kata lain, TNI lahir dari rakyat.

Dari sudut pandang di atas pada hakekatnya NKRI adalah hasil dari perjuangan TNI dengan rakyat. Hasil perjuangan tersebut diserahkan kepada elit politik supaya dijaga, dirawat dan dikelola dengan baik dan benar, sesuai aturan yang disepakati bersama, serta merujuk kepada prinsip-prinsip demokrasi.

Harapan TNI dan rakyat, negara dengan seluruh kekayaan alamnya dipergunakan untuk mengkondisikan kehidupan masyarakat yang damai, aman, adil, makmur dan sentosa. Namun bagaimana kenyataannya sekarang? NKRI justru menjadi "Pohon Rebutan” para politisi. Harapan TNI dan rakyat tinggal isapan jempol semata. Nasib TNI dan rakyat terkatung-katung, mereka laksana majikan yang semua harta bendanya habis dirampok maling.

Semua itu mudah dilihat (self-evident) dari begitu temperamentalnya dunia politik saat ini. Dunia politik dipenuhi oleh politisi yang menunjukkan perilaku serakah dan mementingkan diri sendiri. Nilai-nilai demokrasi disingkirkan oleh narasi-narasi provokatif yang tidak bertanggung-jawab. Elit politik mengemukakan dalih-dalih memuakkan yang mengatas-namakan kepentingan rakyat, padahal mereka cuma sibuk berebut kekuasaan.  

Itulah musibah yang dihadapi oleh TNI dan rakyat saat ini, kata Gatot. Namun sebagai bangsa yang besar kita  harus dapat mengubah  musibah menjadi manfaat. Untuk itu TNI harus manunggal dengan rakyat. Kemanunggalan itu tidak semu, tetapi benar-benar solid seperti keberadaan gula dengan manisnya. Tujuan kemanunggalan itu adalah untuk meluruskan dan menegakkan prinsip-prinsip demokrasi yang selama ini telah disingkirkan oleh narasi-narasi elit politik yang tidak punya tanggungjawab terhadap nasib TNI dan rakyat. 

Kemanunggalan TNI dan rakyat yang harus kita bangun memiliki misi untuk kebaikan bersama, yaitu untuk memberi keadilan sosial, ekonomi dan hukum. Visi negara seperti itu senantiasa diharap dan dinanti oleh segenap lapisan masyarakat.

Kemanunggalan TNI dan rakyat, perlu diketahui, adalah syarat negara yang sehat dan kuat. Kemanunggalan itu secara filosofis bermakna apa yang menjadi aspirasi rakyat adalah aspirasi TNI juga. Apa yang tidak disukai rakyat menjadi kewajiban TNI untuk menolaknya.

TNI dan rakyat tidak bisa dipisahkan. Mengapa? Karena TNI tumbuh dari rakyat, bahkan bagian dari jiwa raga rakyat. TNI adalah rakyat yang memiliki mental pejuang. TNI bahkan dapat diibaratkan sebagai lelaki dan rakyat adalah perempuannya. Sebagaimana sifat dasarnya, lelaki senantiasa ingin melindungi perempuannya dari hal-hal yang membahayakan hidupnya.

Adapun makna dari “Mental Pejuang” adalah bahwa sebagai lelaki TNI wajib berikhtiar dengan segala tenaga dan pikirannya agar rakyat, sebagai belahan hatinya, bisa hidup aman, tentram dan sejahtera.

Dengan demikian arti keberadaan TNI bukan hanya sebagai penjaga kedaulatan negara. Lebih dari itu TNI memiliki tanggungjawab juga untuk memperkuat kedaulatan rakyat (demokrasi). Dengan demikian TNI harus menjadi garda terdepan dalam membela dan memperjuangkan aspirasi rakyat yang senantiasa menuntut keadilan ekonomi, keadilan hukum dan pemerataan kesejahteraan. TNI juga menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan hak-hak rakyat, khususnya hak berserikat dan hak berpendapat. Sekali lagi, TNI adalah garda terdepan dalam menghalau semua bentuk penindasan dan kezaliman yang dilakukan oleh siapapun, termasuk penguasa. Sampai di sini, secara prinsip, TNI tidak berbeda dengan para agamawan. (*)

296

Related Post