Catatan Atas Dekalarasi KAMI 2020
by Gde Siriana Yusuf
Jakarta FNN – Selasa (04/08). Nama KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) sudah pernah ada terdengar di tahun 1966. KAMI ketika itu sebagai suatu gerakan moral mahasiswa melawan rezim Orde Lama. KAMI tampil dan membentuk koalisi aksi-aksi mahasiswa, baik itu intra kampus maupun organisasi mahasiswa ekstra kampus.
Kini nama KAMI lahir kembali, dengan kepanjangan “Kesatusan Aksi Menyelamatkan Indonesia”. Sebagai seorang aktivis, meskipun tidak hadir dalam deklarasinya, saya mendukung penuh gerakan moral ini. Mudah-mudahan sebagai sarana atau wadah kritis , koreksi dan penyeimbang terhadap penyelenggara negara yang nyaris lumpuh membuat rakyat terlindngi sesuai perintah konstitusi.
Mengapa diperlukan aksi-aksi? Selama pemerintahan Jokowi berkuasa, baik di periode pertama hingga awal periode kedua, ternyata kinerja pemerintahan tidak menunjukkan hasil seperti yang dijanjikan saat kampanye Pilpres. Ekonomi stagnan di pertumbuhan 5%, dan pengganguran terus bertambah.
Bukan itu saja. Amanat reformasi untuk memberantas KKN (Kolusi, Korupsi & Nepotisme) tidak dijalankan secara menyeluruh dan tuntas. Korupsi masih banyak terjadi, bahkan semakin menjadi-jadi. Nepotisme di Pilkada dan Pemilu sangat kental. Yang paling parah adalah sikap represi pemerintah terhadap hak-hak konstitusional rakyat, salah satunya hak menyatakan pendapat.
Penangkapan dan kriminalisasi kerap terjadi untuk membungkap protes rakyat. Yang terakhir adalah persoalan RUU Omnibus Law, UU Minerba dan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 yang telah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Corona yang tidak sesuai dengan konstitusi. Akibatnya, ditentang oleh banyak elemen masyarakat.
Selama ini protes dan kritik banyak disampaikan rakyat baik kepada pemerintah maupun DPR. Tetapi hasilnya nol besar. Tidak ada perubahan yang menunjukkan bahwa negara berjalan di relnya sesuai amanat proklamasi dan perintah konstitusi UUD 1945. Bahkan dengan grand coalition di pemerintahan Jokowi, menyebabkan DPR kehilangan fungsi kontrolnya.
DPR kini lebih berperan sebagai pengikut kepentingan pemerintah. “Bahkan DPR kini sudah seperti Kantor Cabang Presiden yang berlokasi di kawasan senayan”, kata wartawan Senior FNN.co.id Kisman Latumakulita. Terbukti dengan lolosnya beberapa UU yang tidak pro rakyat, seperti UU KPK, UU Minerba, UU Corona, RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan RUU HIP, kini RUU BPIP.
Mengapa Perlu Koalisi?
Singkatnya, aksi-aksi demontrasi akan terus diperlukan. Apalagi ketika negara sudah menyimpang jauh dari cita-cita dan konstitusi UUD 1945. Ini adalah masalah yang kerap terjadi di setiap rezim. Pada pemerintahan SBY pun pernah menghadapi berbagai aksi yang memprotes kebijakannya. Tentu yang dimaksud di sini adalag aksi damai, dan aksi moral.
Koalisi terbentuk ketika semua kelompok-kelompok aksi sudah sampai pada satu titik pemahaman yang sama. Karena arah negara sudah melenceng jauh. Pemahaman bahwa kini saatnya arah negara harus diluruskan lagi. Negara harus diselamatkan segera. Koalisi juga menunjukkan bahwa gerakan moral ini melibatkan berbagai elemen masyarakat, lintas agama, suku, etnis, profesi dan status sosial.
Koalisi juga untuk mensinergikan semua kekuatan rakyat dalam suatu kepempinan aksi. Tujuannya, agar aksi berjalan dengan damai, tetapi memiliki daya juang yang sangat besar untuk mendorong lahirnya perubahan yang menyelamatkan negara ini. Mensinergikan tokoh-tokoh kalangan sipil, agamawan dan purnawirawan dalam satu gerak langkah yang sama untuk mengembalikan arah dan tujuan bernegara yang sudah melenceng.
Sebagai koalisi yang baru dideklarasikan, saya sangat berharap KAMI dapat segera menggelar agenda aksinya. Agar tercipta gelombang-gelombang besar yang mengikut sertakan pastisipasi rakyat secara luas. Targetnya menggelinding bak bola salju yang terus membesar. Tetapi seringkali dalam sejarah suatu koalisi gerakan moral, terjadi persaingan yang melibatkan ego figur atau tokoh untuk didaulat menjadi tokoh sentral atau pemimpin koalisi.
Pormat Menyelamatkan Indonesia
Saya pikir ini adalah langkah berikutnya. Langkah pertama adalah membesarkan gerakan moral KAMI. Jika sejak awal sudah kental dengan persaingan dinatar para tokoh, maka besar potensi gerakan ini akan layu sebelum berkembang. Mudah tidak untuk ditunggangi, di fiet a comply, dan tidak dikoptasi.
Pada tahap pertama ini, sudah bisa disosialisasikan kepada rakyat bagaimana format menyelamatkan Indonsia nanti. Apakah formatnya melalui rute Pilpres atau suatu majelis karena darurat. Jika melalui Pilpres, maka maunya pilpres yang seperti apa? Tanpa atau tetap dengan threshold? Namun jika majelis, maka maunya yang model seperti apa?
Apapun yang dipilih dari dua pilihan tersebut, menurut saya adalah konstitusional. Apalagi selama rakyat yang menghendakinya. Untuk itu, format menyelamatkan Indonesia ini penting untuk dikomunikasikan, agar rakyat melihat suatu perjuangan moral yang konstitusional dan realistis. Dengan demikian, partisipasi rakyat terlibat dalam gerakan moral ini akan cepat dan membesar.
Sekali lagi, saya dukung deklarasi dan pendirian KAMI 2020. Harapan besar saya adalah, nama KAMI tidak sekedar romantisme sejarah tahun 1966-an. KAMI yang lahir di trahun 2020 harus mampu mewujudkan harapan rakyat. Ayo bung, maju tak gentar. Mari bung kembalikan Indonesia pada arah yang benar. Wassalaam.
Penulis adalah Direktur Eksekutif Indonesian Future Studies (INFUS)