Celeng Versus Banteng, Itu Sekadar Drama Tipu-tipu
Oleh Ady Amar - Kolumnis
DRAMA yang dimainkan PDIP itu begitu panjang. Celeng versus Banteng seolah bertarung. Digeber jadi semarak, jadi persoalan massa. Setidaknya agar kesan sungguh-sungguh "bertempur" itu didapat. Pendukung Ganjar, seperti dikomandani FX Hadi Rudyatmo, mantan Wali Kota Surakarta, seperti "memaksa" agar Calon Presiden (Capres) dari PDIP adalah Ganjar Pranowo, yang memang punya elektabilitas tinggi versi lembaga survei.
Sedang kelompok di DPP PDIP seperti dikomandani Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul, meski secara tersirat, menghendaki trah Sukarno, yang pantas diajukan sebagai Capres. Dan, itu adalah Puan Maharani. Bambang Pacul seolah benar-benar eneg dengan Ganjar dan pendukungnya yang disebutnya sebagai celeng. Sebutan "celeng" itu sebutan menjijikkan. Bambang Pacul benar-benar menyerang Ganjar dan massa pendukungnya dengan keras dan kasar.
Semua jadi terheran kok sampai segitunya antarkawan separtai saling caci maki di ruang publik. Muncul pendukung ekstrem Ganjar sampai nekat mengancam segala jika sampai jagoannya tidak diajukan sebagai Capres, maka mereka tidak akan memilih PDIP dalam Pemilu 2024. Adegan bakar atribut PDIP dari para "celeng", itu menambah ketegangan internal di PDIP.
FX Hadi Rudyatmo, yang juga Ketua DPC PDIP Surakarta, memang punya jejak gertak-gertak. Dan ia selalu lolos tidak disanksi partainya. Itu hal mustahil bisa dilakukan di PDIP, dan yang bersangkutan aman-aman saja. Lihat saja saat pencalonan Gibran Rakabuming Raka menjadi Calon Wali Kota Surakarta, yang tidak melewati DPC Surakarta. FX Hadi Rudyatmo marah besar, yang seolah tidak akan berada dalam kubu Gibran. Tapi setelah DPP PDIP mengeluarkan putusan mencalonkan Gibran, yang putra sulung Presiden Jokowi, ia bukannya melawan induknya, tapi memilih balik kandang.
Apa yang dimainkan FX Hadi Rudyatmo yang masuk bagian dari "celeng", dalam adegan Celeng versus Banteng dengan berani menyerang koleganya Bambang Pacul, seseorang yang mengawali penyebutan "celeng" pada pendukung Ganjar. Karenanya, ia juga bisa disebut berani melawan Megawati. FX Hadi Rudyatmo bahkan sampai perlu membela "celeng" dengan membuatkan filosofi segala, celeng disebutnya punya gerakan gesit, dan ia menyukai sebutan itu. Apa tumon ia berani membela Ganjar Pranowo dengan melawan induknya, hal mustahil jika ia masih ingin berkhidmat di PDIP.
Sebutan "celeng" yang menjijikkan itu lalu dikooptasi menjadi kekuatan tersendiri. Seolah dalam internal PDIP ada kekuatan perlawanan dari dalam melawan Megawati. Menjadi mustahil jika perlawanan kelompok "celeng" dari dalam itu ditolerir kemunculannya. Itu sama dengan menolerir kebijakan partai yang digerogoti. Dan, itu sama dengan memberikan partai untuk dikudeta dari dalam.
Itu hal mustahil yang jauh dari tabiat Megawati, yang punya sikap "keras" tidak menolerir perlawanan sekecil apa pun yang dilakukan petugas partai. Perlawanan kelompok "celeng" secara terang-terangan, jika itu benar, tentu bukan masalah kecil dan bisa meruntuhkan wibawa partai.
Didiamkannya FX Hadi Rudyatmo dan anasir lain yang seperti "melawan" induknya, itu bisa disebut bagian dari "drama" untuk melihat sejauh mana elektabilitas yang bersangkutan (Ganjar Pranowo) dalam kepastian diombang-ambing ketidakpastian pencalonannya. Juga yang utama, masikah Ganjar masih tetap tegak lurus ikut arahan partai (PDIP), atau justru tidak kuat dan larut dalam permainan yang dimainkan kelompok lain.
Muncul pula penyerangan terhadap Ganjar yang tidak cuma dilakukan Bambang Pacul. Tapi juga dilakukan pimpinan dan tokoh senior PDIP lainnya. Adalah Trimedia Panjaitan di antaranya, yang mencaci maki Ganjar dengan amat kerasnya. Di salah satu acara yang dipandu Karni Ilyas, ia terang-terangan menyebut kapasitas Ganjar, itu cuma bisa bermain tik tok, dan itu pencitraan. Jejak digital pernyataan Trimedia mudah dilacak.
Maka, drama yang dimainkan PDIP untuk sampai pada akhirnya mencalonkan Ganjar Pranowo--disampaikan Megawati Sukarnoputri secara resmi di Istana Batu Tulis, 21 April 2023--itu drama panjang yang dimainkan, yang mampu menggerus kesadaran seolah itu bukan drama, tapi benar-benar kronik internal di PDIP.
Karenanya, "celeng" yang dilontarkan Bambang Pacul itu sebenarnya bagian dari cara mengangkat elektabilitas Ganjar, dibuat seolah ia pihak yang terzalimi oleh partainya sendiri, yang memperhadapkan dengan Puan Maharani. PDIP seolah "memaksakan" hanya trah Sukarno, dan itu Puan Maharani, yang pantas dicalonkan dalam kontestasi Pilpres 2024.
Pertarungan Celeng versus Banteng, itu bukan pertarungan sungguh-sungguh. Cuma drama yang dimainkan PDIP, lakon dengan melibatkan internal politisinya. Semua untuk kepentingan partai, dan sekaligus capres yang akan diusungnya. Celeng itu ya Banteng, yang kata FX Hadi Rudyatmo, punya gerakan gesit. Banyak yang jadi gumun menganggap itu peristiwa sungguh-sungguh. Padahal itu cuma "drama" tipu-tipu. Lha siapa juga yang suruh percaya.**