Dalam Kasus Sentul City VS Rocky Gerung: Mafia Tanah dan Hukum Akan Bermain

Oleh Tjahja Gunawan

KASUS sengketa tanah antara PT Sentul City Tbk dengan Rocky Gerung ibarat fenomena gunung es. Di tempat lain, sudah banyak terjadi sengketa antara pengembang dengan rakyat biasa. Dalam setiap kasus tersebut, rakyat selalu dikalahkan pihak korporasi karena perusahaan mampu menyelesaikan setiap sengketa tanah dengan kekuatan uang yang dimilikimya.

Dalam menyelesaikan setiap kasus sengketa lahan, sejumlah perusahaan pengembang besar, bahkan bisa "membeli" oknum pejabat di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kemudian menyogok oknum aparat di kepolisian, kejaksaan hingga oknum pejabat di pemda dan pejabat desa.

"Kerja mereka sudah sistematis. Pembagian 'kue' nya sudah dipersiapkan dengan rapih hingga kasusnya tuntas. Sehingga kalau ada pejabat yang berusaha idealis menegakan aturan di bidang pertanahan kerap dianggap sebagai ganjalan yang harus disingkirkan," kata seorang pejabat senior di BPN Pusat dalam perbincangan dengan penulis akhir pekan lalu.

Menurut pejabat tersebut, kasus yang dialami Rocky Gerung dengan PT Sentul City juga banyak terjadi di tempat lain yang melibatkan rakyat biasa. Namun jarang terekspose media dan rakyat yang bersengketa dengan pengembang besar itu selalu dikalahkan.

Lalu pejabat senior BPN ini memberi contoh kasus gurunya yang berperkara dengan pengembang besar yang membangun kawasan perumahan menengah atas di daerah perbatasan Jakarta dengan Kota Tangerang Selatan. Ujung sengketa tersebut, guru tersebut kalah dan harus rela kehilangan tanahnya seluas 6.000 M2.

Jika oknum pejabat dan aparat yang terkait dengan masalah pertanahan sudah bisa dikuasai, pengembang besar seperti Sentul City bisa melakukan langkah apapun untuk menguasai lahan yang dikehendakinya termasuk menggusur lahan yang telah dikuasai penduduk di daerah Bojong Koneng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Namun demikian, meskipun saat ini alat berat becho sudah nongkrong tidak jauh dari kediaman Rocky Gerung, tapi pihak Sentul City belum berani menggusur rumah milik tokoh oposisi ini. Padahal, dalam surat somasi kedua yang dilayangkan awal Agustus 2021, pihak Sentul City telah memberi batas waktu 7X24 jam kepada Rocky Gerung untuk mengosongkan dan membongkar sendiri rumahmya.

"Kami sudah memberi jawaban atas surat somasi yang dilayangkan PT Sentul City, " kata Haris Azhar, pengacara Rocky Gerung dalam dialog yang ditayangkan Channel YouTube Refly Harun.

Walaupun surat tanah yang dimiliki Rocky Gerung baru berupa akte jual beli dengan penduduk penggarap, Haris Azhar menegaskan tidak berarti dasar hukumnya lemah. Rocky Gerung sudah melalukan transaksi jual beli secara sah dan menguasai secara fisik tanahnya seluas 800 M² sejak tahun 2009.

Tidak hanya itu, Rocky Gerung juga telah menjaga keseimbangan lingkungan di lahan yang dikuasainya itu. Dia sengaja menanam berbagai jenis pohon dari semula tingginya 20 senti sekarang sudah 20 meter. Rocky juga telah membangun rumahnya dengan tetap menjaga kontur tanah.

Walaupun misalnya nanti kasus sengketa tanah di Sentul City ini dibawa ke pengadilan, tidak menjamin warga yang telah lama tinggal dan menggarap lahan di sana bisa memenangkan perkara tersebut. Sebab mafia tanah dan mafia hukum, dipastikan akan ikut bermain dan berkolusi dengan Sentul City sebagai pemilik modal.

Yang bersengketa dengan Sentul City, ternyata tidak hanya Rocky Gerung. Tapi juga ada sebanyak 90 keluarga atau 6.000 orang lainnya. Penduduk di Desa Bojong Koneng tersebut diancam digusur Sentul City. Jika tanah yang sekarang ditempati Rocky Gerung dan penduduk lainnya digusur semuanya, akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum pertanahan di negeri ini. Bukan mustahil pula kasus ini bisa memantik terjadinya revolusi sosial di Indonesia. Kita lihat saja nanti. ***

Penilis wartawan senior FNN.

328

Related Post