Dekan FEBIS Universitas Pattimura : Julius Latumeirissa Soal Kinerja Pemda Maluku “Menyesatkan”

foto : beritabeta.com

 

Ambon FNN - Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEBIS) Universitas Pattimura (Unpatti) Dr. Erly Leiwakabessy M.Si berharap, setiap akademisi yang menilai kinerja pemerintahan mestinya harus bersikap jujur dalam menyampaikan fakta dan data yang benar. Harapan ini disampaikan berkaitan dengan evaluasi tiga tahun kinerja pemerintahan Gubernur-Wakil Gubernur Maluku Murad Ismail-Barnabas Orno yang disampaikan akademisi Julius Latumeirissa. 

“Menyimak wawancara di sebuah chanel youtube tentang evaluasi tiga tahun kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku yang masih terus beredar di media sosial hingga saat ini, membuat nurani akademik saya terusik, ”kata Erly Leiwakabessy melalui rilis yang diterima DINAMIKAMALUKU.COM, Senin (20/6/2022).

Erly Leiwakabessy menilai, wawancara oleh akademisi, Julius R. Latumeirissa, yang juga alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pattimura tersebut, secara akademik sangat tidak mendidik dan cenderung menyesatkan. “Apalagi dibumbui dengan ujaran-ujaran sarkasme yang tidak etis dan bersifat destruktif, dimana hal tersebut telah memicu polemik dan interpretasi yang berkembang liar di masyarakat sampai dengan hari ini, ujarnya.

Berkaitan dengan pernyataan Julius itu, Dekan FEBIS Univesditas Pattimura ini merasa perlu untuk melakukan klarifikasi secara akademik. Tujuannya untuk memberi pemahaman yang baik dan berimbang, agar masyarakat bisa tercerahkan. Selain itu, diharapkan mampu menerjemahkan isu tersebut dengan lebih objektif dan proporsional.

Pertama, terkait evaluasi kinerja makroekonomi yang menyimpulkan bahwa dalam tiga tahun terakhir Maluku tidak mengalami kemajuan sedikitpun, bahkan ada tendensi kemunduran. “Menurut Erly Leiwakabessy, kesimpulan tersebut tidak proporsional. Juga berbasis pada data yang benar. Kita tahu bahwa tiga tahun terakhir ini bukanlah tahun-tahun yang mudah bagi Maluku. Dimulai dari musibah gempa pada paruh terakhir 2019 hingga bencana Covid-19 yang melanda dunia, tak terkecuali Maluku di sepanjang tahun 2020-2021. Bencana covid itu belum berakhir hingga hari ini, ”tegasnya.

Menurut Erly Leiwakabessy, kejadian-kejadian yang bersifat force majeur tersebut tentu saja menghasilkan shock (guncangan eksogen) yang sangat berdampak luas terhadap siatusi perekonomian. “Oleh karena itu dalam mengevaluasinya perlu mengedepankan cara pandang yang proporsional, sehingga hasilnya menjadi lebih jujur dan objektif, ”tandasnya.

Padahal setelah dirinya mengkaji perkembangan data-data statistik yang ada, ternyata harus diakui bahwa terdapat perbaikan-perbaikan yang cukup berarti pada hampir semua indikator makroekonomi Maluku saat ini. “Sebut saja pertumbuhan ekonomi yang walaupun sempat terkontraksi sebesar -0,92 persen akibat Covid-19, namun kembali meningkat menjadi 3,04 persen di tahun 2021, ”jelasnya.

Demikian pula dengan tingkat kemiskinan yang turun 1,69 poin dari posisi September 2020. Angka kedalaman kemiskinan (P1) dan keparahan kemiskinan (P2) yang juga menurun secara proporsional di tahun 2021, menjadi masing-masing sebesar 3,49 persen dan 1,06 persen. “Selain itu, tingkat pengangguran juga tarcartat menurun dari 7,57 persen pada Agustus 2020 menjadi 6,93 persen di Agustus 2021,”papar Erly Leiwakabessy.

Perbaikan juga ditunjukkan oleh angka ketimpangan gini rasio, yang menurun dari 0,326 pada tahun 2020 menjadi 0,316 pada tahun 2021. Selanjutnya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) hingga Nilai Tukar Petani (NTP) yang semuanya menunjukkan tren kinerja yang semakin membaik. Perbaikan itu pada seluruh dimensi pembangunan manusia, dan hampir semua sub-sektor pertanian. Semua capaian tersebut bagaimanapun merupakan prestasi menggembirakan di tengah sejumlah keterbatasan dan tantangan pembangunan Maluku yang memang tidak semakin mudah.

Kedua, Erly Leiwakabessy juga perlu meluruskan pernyataan tentang pertumbuhan ekonomi Maluku, yang katanya bukan karena peningkatan produksi, namun semata-mata merupakan faktor perubahan harga/inflasi. “Pernyataan ini sangat keliru dan bias secara akademik. Siapapun yang mengerti ilmu ekonomi mestinya tahu bahwa yang namanya pertumbuhan ekonomi itu jelas telah menghilangkan pengaruh inflasi, karena dihitung menggunakan PDRB harga konstan. Bukan PDRB Harga Berlaku, ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Erly Liewakabessy, pertumbuhan ekonomi Maluku telah mencerminkan adanya peningkatan produksi masyarakat. Bukan karena faktor kenaikan harga sebagaimana yang dikatakan Julius Letumeirissa. Masalah lain yang perlu untuk diklarifkasi dari sisi akademik adalah terkait dengan metodologi.

Dikatakan Julius Latumeirissa bahwa hasil publikasi bulan Maret tidak bisa dibandingkan dengan publikasi bulan September, karena keduanya memiliki ukuran sampel yang berbeda. Ini juga pemahaman keliru, karena bagaimanapun penentuan ukuran sampel oleh BPS telah melalui metodologi yang sahih. Dipastikan BPS telah memenuhi kaidah dan prosedur ilmiah, sehingga BPS mampu merepresentasikan populasi yang ada.

Kita tahu bahwa survei bulan Maret itu untuk publikasi kabupaten/kota, sehingga tentu saja secara total ukuran sampelnya lebih besar dari bulan September yang jangkauan sampelnya Provinsi. Yang jelas keduanya sama-sama valid sehingga dapat digunakan, dan dalam tataran tertentu bisa dibandingkan untuk mengukur progres, karena provinsi merupakan penjumlahan dari kabupaten/kota, kata Erly Leiwakabessy.

Singkatnya, tambah Erly Leiwakabessy, disesuaikan semua data BPS tersebut telah shahih, baik untuk sampel besar maupun sampel kecil. Implikasi dan penggunaan semua data BPS tersebut masing-masing juga sudah inline sesuai konteksnya. Hal ini penting untuk diluruskan karena pernyataan Julis Latumeirissa tersebut seakan-akan meragukan akurasi dari metodologi survei yang dilakukan BPS sebagai institusi resmi yang dipercaya negara untuk mempublikasikan data-data statistic.

Ketiga, ini yang paling penting, kata Erly Leiwakabessy, perlu untuk ditegaskan bahwa sebagai salah satu pilar social control, akademisi memang dituntut harus selalu tanggap dan kritis dalam mengawal jalannya pemerintahan. Tujuannya agar pemerintah terhindar dari praktik-praktik penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan. Namun apapun materinya, hendaknya harus didasarkan pada fakta, data, dan kaidah yang terverifikasi secara ilmiah.

Seorang akademisi harus jujur, bebas nilai, dan mengedepankan logika-logika akademik yang benar. Dengan begitu hasil kajiannya bisa lebih objektif, mencerahkan, serta menjadi kontribusi fikir yang bermanfaat untuk kemajuan bangsa, daerah dan masyarakat, ”himbau Erly Leiwakabessy. Dikutip dari DINAMIKAMALUKU.COM, edisi Senin (20/6/2022).

563

Related Post