Dialog Imajiner Bersama Bung Karno dan Bung Hatta (Bagian 1)

Oleh Prihandoyo Kuswanto - Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila 

PAGI itu Bung Karno duduk di arm chair.  Di hadapannya ada meja kecil dengan secangkir kopi yang sudah dingin.  Wajahnya murung tatapan matanya nanar, sementara di sebelah kanan, Bung Hatta terdiam membisu. Terlihat dari sela kacamatanya air matanya akan bergulir. Kedua bapak bangsa ini kecewa yang mendalam melihat Indonesia hari ini .

RP (Rumah Pancasila): Bagaimana Bung melihat hari ini sejak UUD 1945 karya Bung diobrak-abrik dan diganti dengan UUD 2002.

BK (Bung Karno): Bukan saja saya kecewa dengan perubahan itu, sebab yang justru menggelisahkan saya bangsa ini di ambang perang saudara.

Mereka yang telah melakukan amandemen UUD 1945 itu sama sekali tidak mengerti apa itu bangsa Indonesia sehingga mereka mengganti Pancasila dengan pikiran-pikiran individuslisme, liberalisme, kapitalisme. Hal ini yang sudah kita bicarakan pada sidang-sidang di BPUPKI /PPKI.

Sehingga kita tidak membebek pada sistem yang ada kita buat sendiri sistem itu yaitu sistem sendiri atau sistem MPR.

Saat itu pada prinsipnya kita mendirikan negara ini semua untuk semua secara kolektif.

Maka oleh karena itu jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada paham kekeluargaan, paham tolong-menolong, paham gotong-royong, paham keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap paham individualisme dan liberalisme daripadanya," begitu saat itu saya ucapkan dan kita semua setuju .

BH (Bung Hatta): Demokrasi Indonesia dengan ciri musyawarah, tempat mencapai kesepakatan yang ditaati oleh semua dan massa protes.

Suatu cara rakyat untuk menolak tindakan tidak adil oleh penguasa.

Negara kekeluargaan dalam versi saya adalah  disebut negara pengurus, ialah  proses suatu wadah konstitusional untuk mentransformasikan demokrasi asli tersebut ke konteks moderen.

BH: Sistem seperti itu biasa disebut deliberatif merupakan konsep demokrasi yang dilandasi oleh mekanisme musyawarah yang mendalam, tidak didasarkan pada demokrasi voting mayoritas, tetapi menekankan pada demokrasi yang mengarah pada ketaatan bersama.

Konsep demokrasi ini memberikan konsensus untuk mengurangi gesekan kelompok minoritas yang tidak menerima keputusan demokratis.

RP: Bagaimana mengatasi keadaan bangsa dan negara saat ini.

BK: Maka dari itu kita harus berani meluruskan keadilan negara bangsa ini yang telah melenceng dari Pembukaan UUD 1945, melenceng dari Pancasila dan melenceng dari cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Titik pijak untuk meluruskan negara bangsa ini dimulai dengan mengarahkan perjuangan ke jalan yang lurus kembali ke UUD 1945 dan Pancasila.

Jika kita ikhlas memperjuangkan demi bangsa dan negara ini maka Allah akan menurunkan rahmat dan berkatnya, meluruskan kembali tujuan berbangsa dan bernegara “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” Merdeka!!

BH: Individualisme, liberalisme dalam tatanegara, tata hukum dan pandangan hidup demikian itu, tidaklah sesuai dengan lembaga sosial dari masyarakat Indonesia asli, sehingga jelaslah bahwa susunan hukum negara-negara Barat, yang berlandaskan teori-teori perseorangan dari para ahli pemikir seperti Voltaire, Jean Jacques Rousseau, Montesquieu dan lain-lain dari Prancis serta John Locke, Hobbes, Thomas Paine dan lain-lain dari Inggris dan Amerika, tidak dapat diambil sebagai contoh yang baik bagi Indonesia.

Demikian pula contoh yang diberikan oleh dasar susunan negara Sovyet-Rusia tidaklah cocok bahkan bertentangan dengan sifat masyarakat Indonesia yang asli. Tata negara Sovyet-Rusia berdasarkan pertentangan kelas, menurut teori yang diajarkan oleh Mark, Engels dan Lenin, yakni teori ”golongan”.

Negara dianggap sebagai alat dari suatu golongan untuk menindas golongan lain, agar hanya suatu golongan saja yang memegang kekuasaan negara, yakni golongan kaum buruh (Dictatorship of the proletariat).

Teori ini timbul sebagai reaksi terhadap negara ”kapitalis” yang dianggap dipakai sebagai perkakas oleh kaum ”burjuis” untuk menindas kaum buruh. Kaum burjuis itu mempunyai kedudukan ekonomi yang paling kuat untuk menindas golongan-golongan lain, yang mempunyai kedudukan yang lemah. Maka perobahan negara Kapitalis menjadi negara Sosialis/Komunis menjadi dasar dan tujuan gerakan buruh internasional.

RP: Sejak UUD 1945 diamandemen kemudian sistem MPR diganti dengan sistem Presidensiil dan MPR hanya  ada satu golongan partai politik saja bagaima ini.

BK: Ini mengenai UUD 1945 dan Demokrasi Terpimpin perlu dipahami tentang penataan kelembagaan MPR setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Banyak yang nggak mengerti.

UUD 1945 itu, sebagai tadi juga diutarakan di dalam beberapa perumusan adalah satu tempat yang sebaik-baiknya untuk menyelenggarakan demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin yang oleh seminar telah diakui mutlak perlunya untuk menyelenggarakan masyarakat adil dan makmur.

Demokrasi terpimpin yang oleh Dewan Menteripun telah diterima dengan bulat bahwa demokrasi terpimpin itu perlu. UUD 1945 adalah tempat yang sebaikbaiknya untuk menyelenggarakan demokrasi terpimpin itu. 

Pertama di dalam DPR, kedua di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat, ketiga di dalam Dewan Pertimbangan Agung.

Di dalam UUD 1945 disebutkan 3 hal: pertama, harus ada Dewan Perwakilan Rakyat. Nomor dua, harus ada Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang anggota-anggotanya terdiri dari anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan wakil-wakil dari daerah ditambah dengan wakil-wakil dari golongan-golongan yaitu golongan-golongan yang sekarang dinamakan golongan fungsionil.

Dus DPR, Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis Permusyawaratan Rakyat ini adalah kekuasaan yang tertinggi yang bersidang sedikitnya sekali dalam 5 tahun. Di samping itu ada lagi badan nomor tiga yang dinamakan Dewan Pertimbangan Agung. Dewan Pertimbangan Agung yang selalu bisa diminta oleh Presiden akan pertimbangan-pertimbangan.

Di dalam 3 badan yang disebutkan di dalam UUD 1945, golongan fungsionil bisa mendapat tempat sebaik-baiknya. 

Baik di dalam DPR-nya dimasukkan golongan fungsionil, maupun di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyatnya dimasukkan golongan fungsionil maupun di dalam Dewan Pertimbangan Agungnya masuk golongan fungsionil, sehingga UUD 1945 akan menjadi saran yang sebaik-baiknya bagi Perwakilan fungsionil, yang arti Perwakilan fungsional.

Saudara-saudara barangkali bertanya: “Ya akur, DPR masuk fungsionilnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat masuk fungsionilnya, Dewan Pertimbangan Agung masuk fungsionilnya. 

Jadi kalau sekarang anggota DPR maupun MPR tidak ada golongan golongan fungsional, maka ini sudah menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 bahkan sudah menyimpang dari negara yang saya proklamasikan dengan Bung Hatta.

RP: Bagaimana sebetulnya penyusunan UUD 1945 itu?

BH : Kemerdekaan Indonesia itu tersusunlah Pembukaan UUD 1945, di mana tertera lima asas Kehidupan Bangsa Indonesia yang terkenal sebagai Pancasila.

Pembukaan UUD 1945 itu adalah pokok pangkal dari perumusan pasal-pasal berturut-turut dalam 16 (enambelas) Bab, 37 pasal saja ditambah dengan Aturan Peralihan, terdiri dari 4 (empat) pasal dan Aturan Tambahan.

Jadi UUD 1945 itu bersumber dari pembukaan UUD 1945 itu adalah sebab akibat karena adanya pembukaan UUD 1945 maka ada batang tubuh.

Bersambung ke episude ke 2. (*)

945

Related Post