DPR Menjadi Playgroup
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih
LENGKAP sudah ketika MPR sudah dilumpuhkan, DPR pun di mandulkan bersamaan Presiden sudah dikuasai oleh bohir bohir para bandar, bandit, dan badut politik.
Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pernah bikin berang DPR. Gus Dur pernah menyebut para anggota dewan yang gemar ribut itu seperti di Taman Kanak-kanak (TK) saja.
Bahkan menilai DPR telah melorot menjadi kelompok bermain atau playgroup . Menyatakan para politisi kita memang masih harus banyak belajar, kata Gus Dur, usai acara buka bersama wartawan di Hotel Acacia, Jl. Kramat Raya, Jakarta, Minggu (31/10/2004).
Saat itu Gus Dur sudah meminta maaf, sekalipun Gus Dur mengatakan bahwa ucapannya sekadar humor. Ternyata ucapan itu sampai saat ini, tetap membekas menjadi kesan buruk bagi DPR.
Di ulang kembali oleh Prof. Rizal Ramli: “Hari ini (DPR) kan sudah jadi Taman Kanak-kanak semua. Karena ketua partainya yang 9 (sembilan) orang dikooptasi sama Pak Jokowi, nah yang anggota DPR yang 575 ya kayak taman kanak-kanak saja, karena bosnya sudah diurus. Makanya isu apapun yang menyangkut rakyat, anggota DPR ini nyaris tidak berbuat apa-apa, (dari video di kanal YouTube yang dikutip Selasa 9/5/2023).
Ketika para petinggi partai khususnya Ketua Umum Partai sebagian sudah masuk dalam jerat kendali taipan oligarki. Semua anggota DPR sudah diikat, dikontrol dan dikuasai oleh para petinggi partai politik dengan kuasa PAW yang ada dalam UU MD 3. "Fungsi DPR lumpuh total. Tidak lebih hanya pajangan formalitas konstitusi belaka".
Dampak dari UU MD3, saat ini ketua umum Parpol mempunyai kekuasaan untuk me-recall (mengeluarkan) anggota DPR RI dengan sesuka hati. Karena itu, dari 575 anggota DPR semuanya hanya tunduk dan patuh kepada ketua umum parpol.
Otomatis DPR seperti Taman Kanak-kanak (TK), yang hanya manut kepada 9 (sembilan) ketua umum parpol, 99.99% anggota DPR sudah tidak mewakili kepentingan rakyat. "DPR bukan lagi menjadi Dewan Perwakilan Rakyat tetapi Dewan Perwakilan Petinggi Partai Politik".
Kedaulatan rakyat dengan partai terputus saat berada di bilik suara. Sesudahnya kuasa rakyat menghilang bahkan rakyat hanya sebagai korban dan objek kebijakan persengkongkolan petinggi partai.
Keberadaan partai politik dalam demokrasi tidak boleh memiliki kekuasaan dan kedaulatan lebih besar dan lebih tinggi dari kedaulatan rakyat.
Rakyat sebagai pemilih untuk memahami, menyadari, dan disadarkan bahwasanya dalam sistem demokrasi, kondisi politik dan kedaulatan rakyat sudah di kudeta oleh partai politik, tidak mungkin bisa mengharapkan perubahan politik dan ekonomi dari pejabat tinggi di pemerintahan pusat, baik dari Presiden maupun dari DPR.
Dampak DPR sudah lumpuh, hanya sebagai playgroup, demokrasi sudah dilumpuhkan, dampak ikutannya sangat parah dalam kerusakan tata kelola negara.
Pemilu dan Pilpres 2024 tidak akan menghasilkan apa-apa dan hanya ritual dan prosedur formalitas. Dengan cara dan rekayasa yang sudah disiapkan pemenang Pilpres saat in sudah diketahui.
"Dalam kondisi politik seperti ini tidak mungkin berharap perubahan politik dan ekonomi dari pejabat tinggi negara di pemerintahan pusat, baik dari Presiden maupun dari DPR".
"People power harus digerakkan untuk menuntut perubahan politik secara mendasar dan fundamental terhadap fungsi anggota DPR dan lembaga DPR". (*).