Fahri Hamzah : Tantangan Paling Besar Negara Indonesia Yakni Negara Hukum Ini
Jakarta, FNN - Waketum Partai Gelora, Fahri Hamzah menyampaikan sambutan dan apresiasi kepada narasumber yang hadir.
Turut hadir sebagai narasumber di kegiatan Gelora Talks dengan topik pembahasan 77 Tahun Kemerdekaan: Negara Hukum dan Masa Depan, Refly Harun (Pakar Hukum Tata Negara) dan Benny K Harman (Ketua Fraksi Demokrat MPR RI).
Selanjutnya, mantan kader PKS ini juga mengatakan cara terhormat memaknai 77 tahun Kemerdekaan Indonesia ini dengan duduk melakukan refleksi.
"Karena kita tidak bisa ikut refleksi di tempat-tempat lain, mungkin kita refleksi di channel ini, dan saya percaya bahwa refleksi hari ini punya makna yang besar sekali. Karena temanya yang sangat penting yaitu Negara Hukum dan Masa Depan Indonesia," kata Waketum Partai Gelora, Fahri Hamzah secara daring, Rabu (17/8/22).
Menurut Fahri, tantangan paling besar dari negara Indonesia yakni negara hukum ini.
Dalam perubahan UUD 1945, perubahan konsep tentang kedaulatan rakyat dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 hasil amandemen:” Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.
Dengan demikian antara kedaulatan rakyat dan hukum ditempatkan sejajar dan berdampingan, sehingga menegaskan dianutnya prinsip “Negara demokrasi yang berdasar atas hukum atau negara hukum yang demokratis”.
“Hal itu sudah tertuang di dalam UUD 1945 yang menegaskan posisi indonesia negara hukum,” ungkap Fahri.
Selanjutnya, hal yang serupa disampaikan oleh Refly Harun tentang hukum, dimana menurutnya ada beberapa hal yang perlu dipikirkan dan direnungkan. Seperti halnya substansi hukum.
"Saya lihat misalnya substansi hukum. Jadi, subtansi hukum itu terkait dengan apa isi atau norma yang terkandung dalam setiap aturan itu. Jadi, di sini hukum sebagai aturan. Entah dia di dalam konstitusi, undang-undang atau perubahan yang di bawah undang-undang," papar Pakar Hukum Tata Negara ini.
RH menyebutkan tahun 2024 nanti konstitusi Indonesia akan berusia 25 tahun, sejak perubahan pertama tanggal 19 Oktober 1999.
"Saat itu memang, secara dingin kita harus melakukan evaluasi terhadap kekurangan-kekurangan kita, basic fundamental kenegaraan kita yaitu konsitusi, jangan lupa, Indonesia sudah menasbihkan diri sebagai negara demokrasi konstitusional," ungkapnya.
Demokrasi dan konstitusi itu bersanding. Indonesia tidak hanya negara hukum, tetapi negara demokrasi yang berdasarkan hukum.
Karena Hitler pun berhukum katanya tetapi hukum yang otoriter. “Karena itu demokrasi dan konstitusi harus kita sandingkan," tutup Refly Harun. (Lia)