Fahri Main-main
Oleh Ady Amar - Kolumnis
Main-main Fahri Hamzah, itu main-main penuh risiko. Tidak persis tahu apakah ia menimbangnya baik-baik, atau semata yakin pada apa yang keluar dari mulutnya, itu pastilah sesuatu yang benar dan bisa diterima publik.
Fahri memang politisi cerdas--saat ini sebagai Wakil Ketua Partai Gelora--yang jika bicara memang memukau pendengarnya. Intonasi suaranya bisa dibuat naik-turun. Terkadang meledak-ledak, sesuai narasi yang dimunculkan.
Fahri sepertinya sama sekali tidak menimbang main-mainnya, itu sebagai sesuatu yang serius. Nyinyir menghajar Anies itu seakan kesengajaan yang dilakukan intens, bagian langkah strategis yang dipilihnya.
Main-mainnya Fahri, menjadikan siapa saja yang melihat menganggapnya, itu tidak berdiri sendiri. Nyinyir menyerang Anies, mustahil semata sikap pribadinya. Bisa jadi bagian dari skenario partainya, Partai Gelora. Simpulan itu bisa jadi pembenar, karena intensitas "penyerangan" terus dilakukan Fahri tanpa henti.
Jika itu sikap pribadi Fahri yang kelewat "nakal", pastilah partai akan mengingatkan-menjewernya, bahwa langkah-langkahnya itu keliru. Kontra produktif buat partai. Tapi sepertinya itu tidak terjadi, Fahri tetap bebas-bebas saja, seperti yang terlihat ia tetap nyinyir menghajar Anies tanpa jeda.
Main-mainnya Fahri, itu disikapi publik dengan umpatan yang pastinya merugikan keberlangsungan Partai Gelora, yang basis massanya lebih rasional. Di mana pilihan politiknya pada Anies Baswedan.
Partai Gelora, yang digawangi eks elite Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang diketuai Anis Matta, punya basis massa yang sama. Bahkan suara yang diunduh Partai Gelora, utamanya akan mengambil ceruk suara PKS. Jika aspirasi massa pemilihnya, berkenaan dengan Pilpres tidak sebangun dengan Partai Gelora, maka mustahil eksodus suara massa PKS itu bisa didapat.
Sedang PKS, sikap politknya jelas memilih Anies, yang akan berkoalisi dengan NasDem dan Partai Demokrat. Koalisi Perubahan, menjadi nama yang dipilih. Menunggu waktu yang tepat untuk dideklarasikan.
Apa yang dilakukan Fahri, itu sesuatu yang memang absurd di tengah Partai Gelora yang sedang berjuang menapakkan kaki dalam perpolitikan nasional. Main-mainnya Fahri, itu tidak bisa dilepaskan dari partainya, sulit bisa dinalar. Apa faedah dari sikap nyinyirnya menghajar langkah-langkah Anies mendatangi kantong-kantong pemilihnya di daerah, yang resmi diusung Partai NasDem sebagai capresnya.
Nyinyir Fahri, yang menyebut Anies bakal gagal nyapres, Anies hanya dipakai mendulang massa bagi Partai NasDem, bahkan Fahri menyebut bandar bakal gagalkan pencapresan Anies, itu bisa disebut suara sekadar mengumbar asumsi saja
Pengamat politik Jamiluddin Ritonga, menyebut ocehan Fahri itu bagai "obrolan di warung kopi". Apa yang disampaikan Fahri katanya, itu spekulatif. Jika salah, maka konsekuensi merugi buat partainya.
Anies hanya dipakai mendulang suara bagi Partai NasDem, itu pernyataan menyederhanakan, seakan Fahri tak paham bahwa tanpa didukung partai politik, mustahil Anies bisa maju dalam kontestasi Pilpres. Dan, NasDem memilihnya tentu punya perhitungan, dan itu pastilah keuntungan yang akan didapat. Soal-soal beginian semua orang pastilah tahu. Tapi saat Fahri mengungkitnya, itu sama sekali tidak strategis.
Sedang bandar yang disebut Fahri akan menggagalkan pencapresan, itu ditanggapi Anies dengan canda sekadarnya. Anies mengembalikan dengan tanya, "Kalau begitu tanya pada beliau saja (Fahri Hamzah), apa itu bandar, siapa bandar itu?" Komen itu disampaikan Anies, dalam wawancara di kanal YouTube Total Politik, 4 Januari 2023.
Pengamat kebijakan publik Gigin Praginanto, pun tampak kesal menanggapi Fahri, saat menyebut Anies bakal gagal nyapres. Sergahnya, "Penerawangan saya, justru Partai Gelora yang akan tenggelam karena kelakuan Fahri".
Jamiluddin Ritonga dan Gigin Praginanto, seperti mewakili suara netizen yang muncul dengan maha sadis, banyak ditemukan di berbagai grup perkawanan WhatsApp dengan komen tidak sepantasnya atas sikap Fahri, yang juga menyentil Partai Gelora.
Main-main Fahri Hamzah, itu bukan main-main sembarangan. Tapi punya konsekuensi tidak kecil. Setidaknya Fahri, dan itu Partai Gelora, menampakan sikap politiknya saat ini, ada di posisi mana ia berdiri. Seolah pilihannya antitesis dengan PKS. Biarlah dalam Pemilu 2024, pilihannya itu diuji. Benar tidaknya sikap politiknya itu.
Semua memang masih punya kemungkinan serba berkebalikan. Main-main Fahri itu bisa jadi sekadar main-main yang tak sebenarnya, meski penuh risiko, yang itu akan terus diingat dalam memori publik. Sulit bisa diurai, jika bandul politik ingin diubah dimainkan pada saatnya. Wallahu a'lam. (*)