Ganjar Lari Pagi, Anies Jalan Sehat

Oleh Yarifai Mappeaty - Pemerhati Sosial Politik 

JALAN sehat dan lari pagi, semula hanya bahasa olah raga. Namun belakangan bergeser secara perlahan menjadi bahasa politik. Kita pun mulai akrab dengan sebutan lari pagi politik dan jalan sehat politik. Kedua istilah ini menjadi sangat popular lantaran dua sosok Bacapres, yaitu, Ganjar Pranowo yang gemar lari pagi dan Anies Baswedan yang suka jalan sehat.

Lari pagi mungkin memang sudah menjadi kebiasaan Ganjar sejak lama. Tapi baru menyita perhatian publik pada 2022, tatkala media-media mainstream begitu intens dan masif memberitakan kapan dan di mana saja Bacapres PDI-P itu berlari.  Semenjak itu, lari pagi identik dengan Ganjar. 

Demikian pula  Anies. Usai mengakhiri masa jabatannya selaku Gubernur DKI Jakarta, ia dengan leluasa melakukan safari politik ke berbagai daerah dengan menggelar jalan sehat. Di luar dugaan, kedatangan Anies selalu menyedot massa yang besar menyambutnya. 

Media-media mainstream, mula-mula ogah memberitakan. Tetapi mau tak mau, terpaksa juga ikut melaporkan agar tak kehilangan pembaca, meski hanya sekenanya. Lama-lama, jalan sehat pun menjadi lekat dengan Anies.

Menilai lari pagi dan jalan sehat dipolitisasi, ada saja yang nyinyir tak terima. Kalau dipikir-pikir,  untuk apa juga nyinyir. Toh, lari pagi dan jalan sehat, bukan milik siapa-siapa. Lagi pula, kita semua maklum bahwa yang namanya orang politik, apapun yang dilakukan pasti bernuansa politik.

Padahal sebenarnya, kunjungan daerah bagi Bacapres, entah untuk lari pagi atau jalan sehat, malah dapat dijadikan instrumen untuk menguji validitas survei elektabilitasnya, berdasarkan pada partisipasi massa yang menyambut. Sebab idealnya, makin tinggi elektabilitas seorang Bacapres, makin tinggi pula partisipasi massa yang menyambut. 

Ada yang berpendapat bahwa partisipasi massa dapat dimobilisasi dengan bagi-bagi sembako atau duit. Tentu saja bisa. Akan tetapi, kalau ada Bacapres sampai melakukan hal semacam itu, justeru kasihan, karena hanya menipu diri sendiri. Sebab motif massa yang datang lebih pada sembako atau duit, bukan karena massa menginginkannya. 

Itu sebabnya penulis hingga saat ini masih tetap tak percaya pada elektabilitas Anies yang selalu disebut-sebut terendah oleh semua lembaga survei. Bahkan ada lembaga survei sampai tega menyebutkan hanya belasan persen.

Tetapi realitas di lapangan berkata lain. Kunjungannya di berbagai daerah, selalu disambut oleh massa yang membludak. Sedangkan Anies tak pernah bagi-bagi sembako, apalagi duit.

Ketika berkunjung di Makassar pada September 2023 lalu, misalnya, Anies dan Muhaimin (AMIN) malah disambut massa hingga ratusan ribu. Jika bukan karena sembako dan bukan pula  duit, lalu apa motif massa yang tumpah-ruah itu menyambut? Karena mereka lebih percaya pada Anies dan Muhaimin. 

Sambutan massa pada AMIN yang tumpah-ruah itu, faktanya, tidak hanya terjadi di Sulawesi Selatan, tetapi juga di beberapa kota di Jawa Barat dan Jawa Timur. Anehnya, sambutan tersebut, tidak tergambarkan dalam laporan survei, tetapi justeru tercermin dalam berbagai polling X (twitter).

Tetapi tak kalah menarik adalah realitas Ganjar dengan lari paginya yang membuat banyak orang penasaran. Sebab sejauh ini, kunjungannya di berbagai daerah, belum juga nampak oleh kita lautan manusia menyambutnya.

Tengok, misalnya, kunjungannya di Surabaya baru-baru ini yang dipusatkan di Tugu Pahlawan. Massa yang menyambut jauh dari kesan tumpah-ruah. Bahkan panggung besar dan megah yang disiapkan, tampak jomplang dengan jumlah massa yang hadir. Paradoks. Sebab elektabilitas Ganjar di Jawa Timur disebut tertinggi.

Mungkinkah Ganjar sengaja tidak mau melibatkan massa dengan jumlah besar? Tetapi, jika demikian halnya, maka untuk apa panggung besar dan megah itu selalu disiapkan? Realitas Ganjar di lapangan, sama sekali belum mencerminkan dirinya sebagai sosok pemilik elektabilitas tertinggi.

Ganjar lari pagi - Anies jalan sehat. Lantas, Prabowo? Sejauh yang kita amati, Bacapres Koalisi Indonesia Maju itu relatif belum bergerak, sehingga belum ada atribut yang pas untuk disematkan kepadanya. Yang pasti, mengingat usianya, Prabowo tak mungkin mau ikut-ikutan lari pagi seperti Ganjar. 

Paling mungkin hanya akan melakukan jalan sehat, jalan santai, atau apapun namanya. Tetapi sebaiknya tak menggunakan sebutan yang sudah identik dengan Anies. Kecuali jika Prabowo mampu melibatkan massa yang jauh lebih besar. Mengapa?

Sebab jika tidak, maka ia akan selamanya berada di bawah bayang-bayang Anies yang sudah terbukti selalu mampu membuat massa tumpah-ruah.

Makassar, 09 Oktober 2023

308

Related Post