Gatot Nurmantyo dan Umat Islam
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih
"Memisahkan kekuatan TNI dan Ulama adalah kebodohan yang nyata. Mengadu kekuatan kekuatan TNI dan Ulama adalah ketololan yang nyata - Merongrong bersatunya kekuatan TNI dan Ulama adalah kesesatan dan kedunguan yang nyata"
Orasi Kebangsaan Gatot Nurmantyo GN) dengan tema “Oke Ganti Baru”, disampaikan Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, digelar di Al-Jazeera Function Hall Polonia Jakarta Timur pada Rabu 21 Juni 2023.
Adalah manifestasi rasa keprihatinan, kepedulian dan kesedihan seorang Jenderal Gatot Nurmantyo yang terus menerus mengamati persoalan bangsa yang saat ini terjadi. Antara lain tentang kondisi rakyat saat ini dan ancaman kepada negara yang semakin nyata.
"Saat ini TNI sedang dilema, apakah akan diam meliat rakyat dizolimi?," tanyanya. Gatot yakin TNI tidak akan diam saja, mereka akan bertindak.“TNI sekarang diam, mereka itu mengamati dan sambil menunggu waktu yang tepat untuk menentukan sikap," tambahnya.
Jenderal (Purn.) Gatot Nurmantyo adalah salah satu Jenderal yang dalam karirnya berjalan dan bertindak utuh sesuai doktrin TNI dan salah satu Jenderal yang memiliki naluri kedekatan dengan umat Islam (para ulama) dan masyarakat pada umumnya.
Sikap anti-PKI tidak lepas dari pancaran yang selalu memancar dari kepribadiannya. Saat ini sang Jenderal sedang diterpa sesak napas karena melihat rakyat yang terus dizalimi penguasa, rakyat seperti sendirian dan terus mendambakan kehadiran TNI yang lahir dari garba rakyat.
Panglima TNI periode 2015-2017, merasakan kondisi umat Islam di Indonesia hari ini sama dengan tahun 1964-1965, yang terus dijadikan obyek adu domba. "Umat Islam saat ini dimusuhi, difitnah, dimarjinalkan oleh penguasa. PKI punya tabiat yang sama melakukan fitnah dan teror muncul beragam bentuknya."
Perilaku teror melalui tindakan kekerasan, menciptakan suasana terancam melahirkan ketakutan menyebar ke seluruh bidang publik.
Sasarannya ingin menimbulkan ketakutan di mana-mana , dengan memaksimalkan peran Buzer dan media masa menciptakan ilusi mereka akan menyergap siapa saja yang melawan penguasa.
Serangan teror menjadi sangat berbahaya dari tindakan kekerasan yang tepat pada waktunya. Tak segan segan melakukan pembunuhan dengan tersamar, akan memicu segala macam pemikiran merusak ketidakpastian. Menyebarkan kabar burung kecemasan
Teror untuk menciptakan ketakutan akan menciptakan ketidakseimbangan mental, ketika rakyat menyerah, harus tunduk total kepada penguasa, tuntaslah operasi terornya.
Masyarakat harus keluar dari tekanan teror dengan melawan, meredakan, menghalau bahkan kalau perlu musnahkan semua cara-cara teror.
Semua pelaku teror sudah tidak memiliki lagi pertimbangan etika, moral, aturan yang ada dalam konstitusi. Rakyat mulai gelisah dan fenomena ini sangat dirasakan dan dipahami oleh Jenderal Gatot Nurmantyo. Terus menerus mengingatkan penguasa hati-hati dalam menjalankan dan mengola kekuasaan jangan sampai menyimpang dari haluan tujuan negara seperti tercantum dalam pembukaan UUD 45.
Keadaan diperbesar munculnya sinyal adanya pengakuan pelanggaran HAM berat oleh kepala negara, arahnya akan memberi pengampunan kepada PKI dengan G 30 PKI. Dampak politiknya harus ada pelaku yang mengaku dan korban yang mengakui, lalu negara sebagai penengah, ini sangat berbahaya.
Keadaan diperparah dengan kuasa taipan oligarki yang sudah menguasai kendali kekuasaan, rakyat telah menjadi korban ugal- ugalan mereka.
Kekuatan benteng terakhir sesuai sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk melawan segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang akan kerusakan negara adalah "bersatunya kekuatan TNI bersama rakyat - khususnya dengan para Ulama (umat Islam)". (*)