Gelap Solar Subsidi
Oleh Salamuddin Daeng
Jakarta, FNN - Tidak ada yang tau persis siapa yang menggunakan solar subsidi, penguasa besar, atau rakyat jelata? Angkutan sawit dan batubara, angkutan tambang atau angkutan sembako? Tidak ada yang tau. Data tentang alokasi solar subsidi ini tidak ada dan tidak bisa diadakan oleh sistem pengelolaan subsidi saat ini.
Sementara wajib bagi Pertamina menyediakan solar subsidi bagi angkutan umum, angkutan barang. Angkutan mengantri solar dengan kondisi muatan kosong, sehingga petugas lapangan tidak dapat membedakan angkutan sawit, angkutan hasil tambang batubara yang tidak berhak menerima subsidi dengan angkutan sembako.yang berhak.
BUMN lain juga menggunakan solar subsidi, pelni, KAI, ASDP, PLN, dan lain lain. Tapi kita tak tau apakah solar subsidi benar benar mereka habiskan atau kalau ada sisanya dapat di jual kembali? Ada banyak pertanyaan publik tentang maraknya peredaran solar gelap di Indonesia.
Semua atau seabrek lembaga negara di sektor migasa dan energi tidak tau cara menyalurkan solar subsidi kepada yang berhak menerimanya. Menteri ESDM, BPH Migas, Dewan Energi Nasional (DEN) tidak memiliki kemampuan mendata siapa saja yang menerima manfaat solar subsidi.
Seharusmya solar subsidi langsung disalurkan kepada penerima yang berhak. Usaha kecil menengah, angkutan kelas kecil, pengangkut sembako milik individu dapat mengajukan permohonan sebagai penerima solar subsidi dan diberi jatah tahunan sesuai dengan kebutuhannya. Digitalisasi dapat menjadi alat untuk memantau memonitor jika ada yang berbohong. Tidak seperti sekarang, solar subsidi bagaikan mengalir ke ruang yang gelap, lalu setelah itu hilang, penerima manfaatnya entah siapa?
Telah menjadi rahasia umum bahwa bisnis batubara, sawit, tambang adalah bisnis para oligarki kelas atas. Besar kemungkinan solar subsidi mengalir ke tambang dan perkebunan. Solar memang gelap segelap warnanya.
Korban atas solar subsidi adalah Pertamina. BUMN ini harus menanggung menalangi subsidi solar, untuk selanjutnya menjadi piutang mereka kepada Pemerintah. Sementara pemerimtah sendiri tidak jelas kapan akan membayar utang subasidi solar kepada Pertamina. Apalagi di era covid dimana kantong pemerintah sedang tongpes. Hal Ini akan membuat kas Pertamina jebol.
Hampir 16 juta kilo liter solar subsidi yang harus ditalangi Pertamina sekarang. Nilainya sekitar 160 an Triliun. Semua pengadaan ditanggung oleh Pertamina. Adanya selisih harga yang besar antara solar subsidi dengan harga solar komersial mengakibatkan kerugian Pertamina sangat besar. Sementara subsidi yang diputuskan APBN hanya 500 perak setiap liter BBM solar subsidi. Pertamina jebol sekitar 60-70 triliun setahun. Uang besar di tengah kondisi cash flow perusahaan bermasalah. Solar warnamya gelap bung !
*) Peneliti AEPI