Goro Goro Pasti Muncul
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih
KETIKA kebuntuan carut marut kelola negara sudah pada puncaknya, siklus pasti akan berbalik arah kembali ke UUD 45.
Dekrit itu tidak bisa di rencanakan, demikian halnya people power tidak bisa dipercepat dan ditunda. Dekrit itu lahir dari puncak krisis dan kedaruratan situasi negara yg terjadi secara alamiah. Dekrit bukan untuk penyelamatan rezim tapi penyelamatan negara.
Dekrit jangan dilaksanakan di era Jokowi bisa diselewengkan oleh penguasa demi alasan untuk memperpanjang masa jabatannya.
Kembali ke UUD45 tak bisa lewat hasil kongres, dialog atau seminar dll. Hanya bisa Lahir dari goro goro atau situasi revolusioner perebutan kekuasaan yg memaksa rezim menghentikan kebrutalan mereka terhadap rakyat. Jokowi turun dengan sukarela atau dipaksa turun oleh rakyatnya.
Rezim yg sedang menikmati hasil UUD 2002, tak mungkin mau diajak kompromi, bunuh diri untuk kembali ke UUD45 yang semangatnya mengembalikan kedaulatan rakyat dan menghentikan segala penyimpangan yang terjadi.
Tak ada jalan damai untuk urusan kembali ke UUD45 semangatnya sama dengan perjuangan mengusir penjajah merdeka atau mati.
UUD 2002 adalah jalan menuju negara shadow demokrasi dimana kedaulatan berada di tangan oligarki, UUD45 basisnya adalah kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh MPR.
Sementara amandemen UUD 45 berbasis kedaulatan Partai Politik dikerjakan oleh DPR, dimana MPR sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat di kucilkan atau dimatikan.
Bisa saja kembali pada UUD45 asli setelah pemilu 2024 maka goro goro nya akan terjadi atas kehendak Rakyat. TNI dan Partai Politik harus tunduk kepada kehendak rakyat. Yang paling penting untuk kita kerjakan adalah memenangkan Pemilu 2024 dari Oligarki.
Semangatnya tetap sama, Dekrit Presiden 1959 dilakukan oleh Soekarno atas keadaan jalannya pemerintahan negara yg dianggap kacau, konstituante deadlocked atau disebut noodwer staat.
Presiden Soekarno saat itu statusnya hanya Symbol Kepala Negara atau tidak sebagai Kepala Pemerintahan menurut UUD 45.Yang berlaku saat itu adalah UUDS 1950 dimana Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan.
Beda dgn Presiden Jokowi sekarang yg berdasar UUD 45 (Dekrit Presiden 1959) atau UUD NRI Tahun 1945 (LN No. 75 / 1959), adalah Kepala Pemerintahan.
Maka sulit lah Presiden Jokowi akan mengatakan pemerintahan kacau, karena Dia lah sumber terjadinya kekacauan.
Rakyatlah sebagai pemilik kekuasan akan bergerak dengan sendirinya secara alami melakukan people power untuk kembali ke UUD 45. (*)