Hancurnya Pidato Kenegaraan Presiden

by Gde Siriana Yusuf

Jakarta FNN – Senin (17/08). Jum'at 14 Agustus 2020 lalu, Jokowi menyampaikan pidato kenegaraan Sidang Tahunan di hadapan anggota MPR RI, di kompleks Parlemen Gedung DPR/MPR. Sayangnya hanya memberikan harapan hampa. Pidato yang penuh dengan hayalan, bakan masuk katagori halusinasi.

To the point, bagi saya, pidato kenegaraan Jokowi adalah pidato kenegaraan terburuk yang pernah saya dengar di negeri ini. Bukan hanya sangat normatif dan tidak punya visi. Tetapi juga sangat miskin dengan literasi. Juga miskin dalam pilihan diksi dan tidak inspiratif. Saya akan membahasnya satu per satu.

Miskin dalam pilihan diksi. Karena Jokowi menggunakan kata "membajak" momentum krisis untuk mencapai lompatan kemajuan. Ini sangat aneh menggunakan kata membajak untuk memanfaatkan momentum krisis menjadi sebuah peluang kemajuan.

Dalam diskusi kecil dengan staf kedubes asing, sang diplomat menyatakan bingung kata english apa yang paling tepat dipakai untuk translasi kata membajak? Seharusnya yang digunakan adalah "to take advantage" atau "to convert" sehingga maknanya menjadi mengubah atau memanfaatkan momentum krisis untuk lompatan kemajuan.

Persoalan ini bukanlah yang pertama kali terjadi penggunaan diksi yang sangat dangkal. Juga sangat memprihatikan dari ucapan atau pridato kenegaraan presiden. Belum lama ini juga terjadi pada penggunaan diksi sense of crisis (rasa krisis) diterjemahkan sebgai aura krisis. Saya kuatir, para Menteri Jokowi akan melakukan totok aura ke salon kecantikan agar aura krisisnya bisa keluar di wajah mereka.

Tanpa Visi, Prioritas dan Harapan

Pidato kenegaran Presiden di hadapan para wakil rakyat bukanlah pidato yang biasa-biasa saja. Pidato ini selain menyampaikan capaian negara melalui kerja pemerintah selama satu tahun. Juga menyampaikan evaluasi atas tantangan saat ini. Apa saja yang mau dituju dan dicapai bangsa di masa depan?

Dengan berbagai keterbatasan sumber daya yang ada, maka solusi dan visi yang disampaikan pemerintah akan menjadi prioritas kerja yang harus dilakukan oleh jajaran pemerintahan. Selain itu, untuk mendorong tubuhnya partisipasi rakyat. Pidato yang menginspirasi rakyat untuk mendukung visi yang ditetapkan pemerintah.

Saya ambil contoh, dengan kondisi krisis dan kelemahan-kelemahan di sektor ekonomi saat ini, pemerintah menyampaikan pidato kenegaraan dengan thema "Membangun Kembali Manufaktur Indonesia". Thema ini akan menjadi haluan dan panduan bagi negara dan rakyat untuk menjalani hati esok yang penuh tantangan.

Membangun kembali manufaktur, juga berarti menjadi prioritas negara untuk memperbaiki fundamental ekonomi nasional. Itu juga memberikan harapan rakyat untuk perubahan yang nyata. Harapan bagi para tenaga kerja yang saat ini kena PHK atau dirumahkan. Harapan bagi para petani untuk diserap hasil produksinya oleh manufaktur pertanian.

Selian itu, harapan bagi bank untuk memutar kembali kredit usaha di sektor riil yang produktif. Harapan bagi para kontraktor membangun pabrik-pabrik baru. Harapan bagi para ahli IT untuk membangun sistem-sistem dan aplikasi bagi pabrik-pabrik baru tersebut.

Dengan pidato normatif presiden, yang tidak berbeda dengan pidato-pidato sebelumnya, apakah memberikan rakyat harapan baru bahwa Indonesia akan keluar dari krisis? Sekaligus juga mengubahnya menjadi peluang melakukan lompatan besar? Saya kira tidak.

Jika memilih diksinya saja sudah ngawur, bagaimana dengan isinya? Hancurnya pidato kenegaraan presiden ini sebagai pertanda bahwa, ada krisis pada pemerintah dan rakyat dalam membaca harapan ke depan.

Penulis adalah Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS).

3181

Related Post