Inilah Landscape Ekonomi Digital Indonesia
Oleh: Agus Maksum
UNTUK memperkaya literasi digital dan memahami peta persaingan dalam dunia Ekonomi Digital di sekitar kita, kami kirimkan kajian singkat berikut.
Situasi paling mutahir adalah investasi miliaran US$ di Indonesia sehingga melahirkan Decacorn dan Unicorn yaitu: 1. Tokopedia; 2. Gojek; 3. Shoope; 4. Bank Jago; 5. OVO; 6. J&T; 7. Bukalapak dan lain-lain.
Selain itu, terjadi pengelompokan bisnis dalam dua kelompok besar:
1) Gojek Tokopedia (GoTo) dan Lazada (yang di-invest oleh Alibaba)
2) Shopee, JD, Traveloka (yang di-invest oleh Tencent)
Strategi jangka panjang Alibaba adalah Strategi menguasai infrastruktur di Asia Tenggara, utamanya Indonesia melalui kendaraan ecommerce lalu berkembang ke Bank Digital, jasa pengiriman, dan pergudangan.
Alibaba sudah membangun infrastruktur FBL (Fulfilled by Lazada – 60.000 SQM gudang di Cimanggis dan terus membangun di kota-kota lain dan memiliki infrastruktur delivery sendiri dengan LEX – Lazada Express.
Pesaing kuat Alibaba adalah Tencent (induk semang dari JD.co). Tencent masuk ke Indonesia melalui JD.id, juga menanam saham di pesaingnya yakni Gojek.
Traveloka tak luput dari incaran. Tencent pun ingin menguasai infrastuktur payment Go-PAY yang dipakai Go-JEK, yang saat ini sudah menjadi e-wallet terbesar di Indonesia, bahkan telah memiliki Bank bernama Bank Jago.
Bank Jago bahkan sudah mampu mengalahkan e-wallet yang dibuat bank dan telko.
JD.id sudah mulai membangun gudang Distribution Center di Jakarta maupun di kota-kota besar di Indonesia beserta Hub pengirimannya sendiri. Tencent semakin kuat dengan investasi besar-besaran di Shopee.co.id.
Kedua pemain raksasa ini sudah mengubah peta ekonomi digital di Indonesia. Setahun terakhir ini GMV-( total barang dagangan) di pasar Indonesia meningkat pesat dengan membawa produk-produk murah China.
Petinggi Shopee menyatakan, saat ini juga ke depan pasar Indonesia hanya akan menjadi medan pertempuran dua raksasa ecommerce dari China: yaitu Group Alibaba Vs Group Tencent dengan berbagai varian startup.
Bagaimana Nasib Pemain Lokal?
Hingga saat ini pemain Ekonomi Digital lokal belum bisa mengimbangi pertempuran dengan para pemain raksasa China tersebut.
Pemain lokal kalah dalam pengalaman, finansial, teknologi, bigdata, dan jaringan. Ada dua kemungkinan bagi pemain lokal: 1) Diakuisisi atau 2) Ditutup karena kehabisan pendanaan di tengah jalan.
Persaingan Ekonomi Digital ini juga berdampak pada bidang-bidang pendukung lanskap-nya.
Pemain di bidang logistics dan payment yang berkembang menjadi Bank Digital, akhirnya akan menguasai berbagai lini bisnis yang menguasai hajat hidup kita.
Yang mengkhawatirkan, supplier produk lokal akan tergantikan oleh produk-produk asing, jika kita tak mampu mengambil peluang emas berkembangnya Ekonomi Digital ini.
Rumor yang beredar saat ini....
Para Petinggi Raksasa Digital berusaha melobi pemerintah untuk dapat melonggarkan aturan impor finish goods untuk dijual via e-commerce Indonesia, juga melakukan lobi-lobi perubahan UU agar mereka lebih leluasa bergerak berselancar di Wilayah Digital Indonesia dan membagi-bagikan sebagian kecil saham dan jabatan komisaris pada para pejabat.
Apa yang harus kita lakukan?
Kita tidak memiliki Venture Capital untuk membiyayai Platform digital melawan pemain-pemain raksasa.
Telah banyak pemodal lokal kapok berinvestasi pada startup digital umat karena akan habis dan hangus dimakan para raksasa.
Untuk mengimbangi mereka kita harus Membuat Model Bisnis yang Berbeda dengan para raksasa digital.
Strategi kita adalah strategi dengan memanfaatkan modal sosial melalui konsolidasi di tingkat komunitas, yakni kita konsolidasikan kekuatan modal sosial kita di tingkat komunitas.
Konsolidasikan dana/modal dengan membuat Bank Digital Syariah di tingkat Komunitas, Bank Digital dimiliki dan dikendalikan oleh masing-masing komunitas.
Selain Konsolidasi dana/modal, secara bersamaan, modal yang terkumpul harus segera digunakan untuk melakukan konsolidasi pasar di tingkat komunitas, komunitas harus dibangun dengan karakter dan komitmen untuk memenuhi kebutuhan dari dan oleh anggota, di sinilah peran Kyai Ulama dan leader-leader lokal di tingkat komunitas di sangat dibutuhkan.
Penyadaran dan pembentukan komitnen umat harus segera dibentuk untuk menggerakan Ekonomi Digital Umat, yakni komitmen menabung di Bank Digital milik komunitas dan Belanja dari dan oleh kita.
Kalau kita tidak segera melakukan konsolidasi untuk mengimbangi para raksasa di atas, kalau kita tidak melindungi pasar Indonesia dan mendorong produsen lokal bisa punya pasar sendiri, yakni pasar lokal di komunitas, maka akan semakin habislah kita.
Yuk kita bangun dan mulai konsolidasi!
Asing terus menyerang dan berdatangan. Kalau kita cuma diam, matilah kita semua.
Penulis Pokja Ekonomi Musyawarah Ulama dan Tokoh Umat (MUTU)