Jangan Coba-Coba Ubah Konstitusi, Mimpi Pun Tidak Boleh
Jakarta, FNN - Mantan Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid, Adhie Massardi menceritakan pengalamannya saat menjabat tahun 1999-2001. Cerita ini ia sampaikan kepada wartawan senior Hersubeno Arief dari FNN dalam kanal Hersubeno Point, Sabtu (12/03/2022) di Jakarta.
Adhie menanggapi makin ugal-ugalannya para penikmat kekuasaan memerkosa konstitusi untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Adhie melihat pelanggaran konstitusi oleh rezim ini makin menjadi-jadi, tak ada kehari-hatian. Berbeda dengan zaman Presiden Abdurrahman Wahid yang segala sesuatunya yang menyangkut konstitusi, didiskusikan terlebih dahulu dengan ahlinya.
“Saya jadi ingat, pada suatu hari saya dipanggil oleh Presiden Gus Dur untuk memanggil Prof. Dr. Harul AlRasyid ahli hukum tata negara dari Universitas Indonesia,” kenangnya.
Ketika itu Adhie langsung menuju rumah Prof. Harun. “Saya nyetir sendiri pakai Kijang, saya jemput sendiri di rumah beliau di komplek Dosen UI Rawamangun, lalu diajak ke istana. Beliau nanya Gus Dur mau apa? Saya katakan saya tidak tahu, sepertinya perlu nasihat-nasihat Prof. Harun,” kata Adhie.
Kemudian di istana Adhie menemani ngobrol bertiga. “Yang menarik Gus Dur bilang, Prof Harun, ini saya dengar ada teman-teman di parlemen yang mau mengubah konstitusi, sudah ada kasak-kusuk. Gus Dur khawatir perubahan terlalu kebablasan. Itu sebabnya, Gus Dur sebagai presiden meminta pendapat Prof. Harun untuk membuat desain perubahan itu. Prof Harun langsung menjawab dengan gayanya, Presiden tidak boleh utak-atik konstitusi, mimpi pun tidak boleh mengubah konstitusi. Bicara konstitusi tidak boleh. Presiden hanya mengikuti konstitusi,” katanya.
Itulah, kata Adhie pesan Prof. Harun dalam pertemuan itu. “Gus Dur lalu bilang, begini lho Prof, mungkin kita bisa bikin panitia penyelidikan konstitusi. Prof. Harun menjawab, kalau itu boleh. Kemudian Gus Dur meminta Prof Harun untuk mengumpulan teman-temannya para ahli tata negara. Gus Dur hanya pesan, ketuanya Prof. Harun dan Muladi jadi wakilnya untuk membuat panitia penyelidikan konstistusi agar nanti disampaikan ke parlemen. Kekuasaan itu tidak boleh diperpanjang karena akan cenderung korup,” paparnya.
Hari ini kata Adhie terjadi kekhawatiran yang sama tentang masa depan bangsa ini. “Saya melihat rezim ini - jika menggunakan bahasa preman - adalah rezim lengbat, begitu meleng diembat. Dulu pernah ada ide, presiden tiga periode yang dipimpin oleh Qodari dan tim surveinya. Lalu mereka bukin Seknas Jokowi Tiga Periode. Lalu kami bikin Seknas Jokowi Sudahlah. Konstitusi tidak pernah menyiapkan perpanjangan, yang ada adalah percepatan. Setelah kita lawan, isu tida periode hilang,” katanya.
Setelah masyarakat meleng, kata Adhie, sekarang muncul lagi penundaan Pemilu. Mula-mula diusulkan oleh Ketua Umum PKB, Ketua Umum Golkar, lalau Ketua Umum PAN. “Zulkifli Hasan bilang alasannya Pandemi, saya bilang ini pandemi atau demi PAN, haha...” kata Adhie berkelakar.
Menurut Adhie, Zulkifili mengaku bahwa itu atas perintah Luhut Panjaitan, tapi dibantah. Zulkifli lalu dilaporkan anak buah Luhut ke Mahkamah Dewan atas kebohongannya. “Kita lihat hasilnya, siapa yang bohong,” paparnya.
Pola-pola ini, kata Adhie telah menjadi kebiasaan rezim untuk main akal-akalan, termasuk mengakali konstitusi.
“Tidak ada satu pasal pun dalam konstitusi untuk memperpanjang kekuasaan. Apabila keadaan memburuk, maka konstitusi aktif mempercepat berakhirnya kekuasaan. Itu sebabnya ketika ada isu penundaan Pemilu, reaksinya ini jelas melanggar konstitusi,” tegas Adhie. (ida, sws)