Jangan Contoh HIPMI dan PMII
Oleh Nuim Hidayat, Direktur Akademi Dakwah Indonesia, Depok
Hari-hari ini ramai di medsos video kerusuhan atau perkelahian sesama anggota ormas besar PMII dan HIPMI.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia rusuh dalam Musyawarah Pimpinan Nasionalnya di UIN Tulungagung. Kerusuhan terjadi dua kali, hari Kamis (17/11) dan Senin (21/11). Penyebabnya karena peserta tidak puas dengan pelayanan/fasilitas yang diberikan panitia. Sumber lain menyebutkan bentrokan terjadi karena ada sebagian peserta yang tidak mau PMII diarahkan untuk mendukung Cawapres Muhaimin Iskandar.
Kerusuhan ini menyebabkan 75 orang mahasiswa diamankan polisi. Di antara peserta itu banyak yang luka. Selain kursi dan fasilitas ruangan banyak yang rusak.
Sedangkan kericuhan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) terjadi di Solo, terjadi Senin lalu (21/11). Tepatnya dalam acara Musyawarah Nasional untuk memilih ketua di Hotel Alila, Solo. Menurut media CNBC kericuhan terjadi karena perbedaan pendapat antar peserta sidang dilanjutkan atau tidak, karena waktu sudah malam. Namun entah apa yang terjadi sebenarnya, masyarakat masih bertanya-tanya.
Yang jelas, HIPMI adalah organisasi yang terkenal pendukung kuat Presiden Jokowi. Mantan Ketua Umum HIPMI, Mardani H Maming beberapa bulan lalu pernah menyatakan siap mendukung dan mengikuti apa yang menjadi petunjuk Presiden Jokowi untuk 2024. “Apapun kebijakan beliau di 2024, kita keluarga HIPMI siap mendukung dan mengikuti apa petunjuk beliau, lanjutkan, lanjutkan, lanjutkan,” kata Maming dalam perayaan 50 Tahun HIPMI 2022 (10/6/2022). Seperti diketahui, Maming saat ini sedang dicokok KPK karena terlibat korupsi.
Melihat dua fenomena kerusuhan organisasi di atas, banyak masyarakat mengeluhkannya. Mereka membandingkan dengan Muktamar Muhammadiyah yang adem ayem dan sukses, meski dihadiri ratusan ribu orang.
Mengapa banyak organisasi rusuh atau pecah dalam perjalanannya? Tentu penyebabnya banyak. Bisa karena perebutan jabatan, perebutan uang atau yang lainnya. Dua hal ini biasanya yang mengemuka.
Organisasi, bila kehilangan idealismenya maka yang terjadi adalah perebutan jabatan dan uang. Apalagi bila ada ‘investor politik’ masuk yang menawarkan keduanya. Bila sang ketua umum atau dewan syura (dewan pembina) tidak bisa memenejnya dengan adil, yang terjadi adalah perpecahan. Kelompok yang merasa tidak mendapatkan apa-apa dalam organisasi itu, tentu akan membuat rusuh atau membuat perpecahan di organisasi itu.
Fenomena seperti ini tidak hanya terjadi pada PMII dan HIPMI, tapi terjadi di ormas-ormas lain atau partai politik.
Di sini peran Ketua Umum atau Ketua Dewan Syura sangat penting. Keduanya yang menahkodai organisasi, harus bisa bersikap adil dalam organisasi. Bila ada dana masuk misalnya, maka dana harus dibagi secara merata kepada pengurus (sesuai dengan keaktifannya). Bila ada jabatan pemerintah yang ditawarkan, harus dipilih orang yang paling mumpuni (kapabel dan amanah) untuk memegangnya.
Bila nahkoda organisasi bersikap tidak adil terhadap pengurus (anggotanya), maka kerusuhan atau perpecahan akan terjadi. Ini akan menimpa organisasi Islam atau organisasi umum lainnya.
Makanya dalam Islam, sikap adil adalah hal yang sangat penting dimiliki seorang pemimpin. Rasulullah menyatakan bahwa yang pertama mendapat perlindungan di hari kiamat (hari hisab) itu adalah pemimpin yang adil. Kenapa? Karena menjadi pemimpin yang adil itu sulit. Pemimpin itu cenderung bersifat zalim. Pemimpin cenderung mengutamakan orang yang ia sukai, baik teman dekatnya atau keluarganya.
Pesan al Quran ini perlu kita renungkan,” "Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS al Maidah 8).
Wallahu alimun hakim. II