Jangan, Pak!
Oleh Smith Alhadar - Penasihat Institute for Democracy Education (IDe)
Dear Presiden,
Sepertinya advis ini tak berguna bagi Bapak. Wong Bapak sedang kalap. Tapi sangkakala harus ditiupkan dari sekarang biar seluruh anak bangsa bersiap diri menghadapi prahara yang mungkin akan segera Bapak ciptakan.
Kami ketakutan menerima info terbaru dari Profesor Hukum Tatanegara Denny Indrayana bahwa KPK segera mempersangkakan Anies Baswedan terkait ajang Formula-E. Bisa saja info Denny meleset, apalagi KPK adalah lembaga yang rasional.
Penjegalan Anies nyapres tanpa legal standing yang meyakinkan bisa menimbulkan keos nasional. Tapi Bapak orang yang nekad. Dan lembaga antirasuah itu telah berubah menjadi bulldog Bapak. Bagaimana mungkin kami tidak takut!? Orang nekad biasanya narrow minded dan emosional.
Bapak sampai hati. Tentu Anies bukan pangeran dari kahyangan yang berlenggang ringan di muka bumi tanpa dosa. Tapi isu Formula-E terlalu dipaksakan, Pak. Mengapa kita sebagai bangsa makin hari makin bebal?
Jangan lakukan itu, Pak. Anies telah menjadi icon pro-perubahan yang didukung puluhan juta orang. Dan mereka terlanjur tidak percaya pada kredibilitas KPK. Sebaliknya, mereka percaya pada niat jahat Bapak memenjarakan Anies.
Bukankah pelemahan KPK bermotif politik untuk melayani kepentingan kekuasaan Bapak dan oligarki? Dalam konteks ini, bagaimana publik mau percaya kalau kebencian Bapak terhadap Anies begitu mencolok?
Dear Presiden,
Sudah lama kami dengar Bapak menekan Ketua KPK Firli Bahuri untuk secepatnya menahan Anies agar dia tak menjadi kompetitor Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto dalam pilpres nanti.
Bapak hanya mau pilpres diikuti dua pasang calon. Memangnya Bapak siapa? Apakah Bapak punya sertifikat dari Allah yang memandatkan Bapak untuk cawe-cawe? Kami tahu Bapak tak ikut berjuang untuk membangun sistem demokrasi.
Tapi seharusnya Bapak menghormati spirit reformasi yang diperjuangkan mahasiswa dengan nyawa. Spirit reformasi adalah menerapkan demokrasi secara konsisten. Faktanya, Bapak hendak membunuhnya. Secara vulgar pula. Sungguh kita dulu salah memilih Bapak. Kita mengira orang sederhana akan berhati tulus. Keliru.
Integritas Firli sedang disorot, Pak. Setelah berulang kali menekan anak buahnya mempersangkakan Anies -- kami yakin atas perintah Bapak -- kini ia diduga kongkalikong dgn kementerian ESDM biar korupsi di sana tak terbongkar.
Sebelumnya ia menerima gratifikasi dan bertemu dengan koruptor yang melanggar garis merah etika KPK. Mana bisa orang seperti ini Bapak harapkan kami untuk percaya. Kami ikuti secara saksama kasus Formula-E.
Sudah empat kali BPK mengaudit penyelenggaraan ajang itu tanpa menemukan penyimpangan. KPK sudah memeriksa Anies. Dan tidak ada kesepakatan di antara penyeledik KPK untuk menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan.
Dear Presiden,
Dalam kewaspadaan publik atas perilaku KPK, secara kontroversial MK pimpinan Anwar Usman, ipar Bapak, memperpanjang masa jabatan Firli dan anak buahnya. Di bawah kepemimpinan Bapak orang-orang tercela dipelihara dan dimakmurkan. Sulit untuk tidak mengaitkan keputusan itu dengan kehendak Bapak memperalat kepengurusan KPK saat ini untuk tujuan politik menjelang pilpres.
Setelah memperpanjang masa jabatan dan menyingkirkan komisioner yang berintegritas, kini semua penyelidik KPK, sesuai info Denny, sepakat mempersangkakan Anies setelah penggelaran perkara ke-19.
Bapak angkuh. Dengan pakaian kekuasaan yang pendek dan sempit Bapak memainkan tipuan-tipuan aneh di hadapan Tuhan. Tak apa Bapak menyepelakan Allah. Tapi suara orang terindas didengar Allah, Pak. Setidaknya, Bapak menimbang kelangsungan kekuasaan Bapak sendiri.
Sebenarnya pembuktian ada tidaknya korupsi di ajang Formula-E tidak sulit. Semua pihak yang terlibat event ini masih hidup. Dokumen-dokumen yang relevan juga masih tersimpan rapi di Balaikota.
Anies juga bukan petinggi partai pendukung pemerintah. Dengan kata lain, ia tak punya beking penguasa. Dus, ia rentan untuk dikriminalkan. Tapi fakta bahwa kasusnya sulit ditangani menunjukkan legal and ethical standing KPK vis a vis Anies memang lemah.
Keluhan KPK bahwa mereka kesulitan menjadikannya tersangka lantaran takut simpatisannya marah tak bs dipercaya. Toh, setelah ketidakpercayaan publik terhadap KPK bereskalasi, justru Anies mau dipenjarakan. Permainan bodoh yang membahayakan macam apa lagi ini!
Dear Presiden,
Tidak mungkin KPK nekad mengambil langkah ini tanpa dorongan Bapak. Bukankah setelah dilemahkan KPK berada di bawah kendali Bapak? Saya tak menyangka Bapak nekad merusak pilpres dan menerabas konstitusi untuk alasan yang sulit dimengerti.
Bapak terlihat culas dalam pemberantasan korupsi. Kasus-kasus yang mencolok tak disentuh. Misalnya, kasus Sumber Waras yang melibatkan Ahok yang, menurut BPK, berpotensi merugikan negara lebih dari Rp 100 miliar.
Kasus suap Harun Masiku yang disebut-sebut melibatkan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto didiamkan. Demikian pula kasus korupsi -E-KTP yang dilaporkan melibatkan Ganjar Pranowo dan Puan Maharani.
Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, dan Ketum Golkar Airlangga Hartarto juga merupakan pasien rawat jalan. Alhasil, sekiranya Bapak serius memberantas korupsi seharusnya mereka dibawa ke meja hijau.
Tapi memang Bapak tak boleh istiqamah karena dapat mencelakakan keluarga Bapak sendiri. Bukankah putra-putra Bapak melakukan KKN dan membangun politik dinasti? Sedangkan sekutu Bapak dan mereka yang dapat diperalat untuk mendukung kekuasaan Bapak dipelihara. Pemimpin kayak apa ini! Di rezim otoriter seperti Cina dan Korea Utara pun para pejabat yang korupsi disikat habis.
Bapak tak perlu memasukkan Zulhas, Cak Imin, dan Airlangga ke penjara karena mereka berharga untuk melayani kepentingan politik Bapak. Tentu mereka akan patuh, terutama setelah menteri dari Nasdem dipenjarakan.
Tapi patutkah Bapak berbangga diri ketika berhasil menciptakan ketakutan menyeluruh di kalangan elite? Bapak telah melebihi Presiden Soeharto. Legislatif dan yudikatif mandul kecuali bekerja hanya untuk kepentingan keluarga dan kroni-kroni Bapak, serta para oligarki.
Kampus berubah menjadi kuburan karena para civitas akademika takut bersuara demi menyelamatkan diri dari kemurkaan Bapak. Dalam kesunyian ini, Bapak sangat percaya diri. Apalagi, hasil survei menyatakan 82% responden puas terhadap kinerja Bapak.
Data ini seolah menjadi pembenaran untuk melakukan apa saja yang Bapak kehendaki, termasuk cawe-cawe. Bapak tidak peduli pada peringatan para pakar hukum tatanegara bahwa cawe-cawe dapat menjadi pintu masuk untuk memakzulkan Bapak.
Katakan sejujurnya apa penyebab dendam Bapak kepada Anies? Ada banyak alasan yang dikemukakan Bapak secara implisit dan analisis para pengamat. Di antaranya, Anies tak bersedia melanjutkan legacy Bapak.
Tapi belakangan, setelah Andy Noya -- dalam acara "Kick Andy" di MetroTv yang menghadirkan Anies -- isu yang kurang diketahui publik mencuat ke permukaan. Atas nama publik, Andy menyatakan Anies menelikung Bapak terkait tongkat sakti (cakra) Pangeran Diponegoro.
Cakra itu dirampas pemerintah kolonial Belanda setelah Diponegoro berhasil ditangkap. Saat belum lama menjabat sebagai Mendikbud, cakra yang sangat bernilai itu dikembalikan Belanda kepada pemerintah RI melalui Anies karena Bapak sedang melawat ke Filipina.
Tak disangka Bapak sangat kecewa karena Bapak ingin menjadi orang pertama yang menerima tongkat sakti itu. Bagi orang Jawa, kasus ini sangat sensitif. Diyakini orang pertama yang nenerima cakra itu akan menjadi pemimpin besar
Mungkin saja Bapak punya versi sendiri yang membantah narasi versi Anies. Saya menghargai budaya lokal kendati saya tidak mempercayai klenik. Toh, hal-hal yang irasional pun dapat dijelaskan secara rasional menggunakan ilmu pengetahuan modern, seperti antropologi.
Bagaimanapun, kendati Bapak tak menjadi pemimpin besar karena kemampuan Bapak memang tak memungkinkan untuk itu, setidaknya Bapak telah menjadi presiden negara besar ini selama dua periode.
Pencapaian Bapak ini sebenarnya tidak masuk akal bila kita menggunakan ilmu pengetahuan. Bapak tidak berprestasi di Solo kecuali berbohong bahwa Bapak menciptakan mobil Esemka. Di Jkt juga Bapak tidak berprestasi kecuali blusukan ke gorong-gorong.
Ketika berkampanye dan debat presiden, Bapak pun tidak beradu gagasan kecuali menggelontorkan sejumlah janji surga yang memang hanya diniatkan untuk membohongi publik.
Kalau Bapak adalah capres di negara-negara yang mengedepankan rasionalitas dan moralitas tinggi bagi calon pemimpin tidak mungkin Bapak terpilih jadi presiden. Bahkan sekadar menjadi capres pun tidak. Dus, tanpa memegang cakra itu pun Bapak sudah didekati Dewi Fortuna.
Bangsa ini juga telah melahirkan presiden-presiden besar tanpa mereka memegang cakra itu. Kemampuan intelektual dan leadership merekalah yang menjadikan mereka pemimpin besar.
Sudah tidak berprestasi dan meninggalkan legacy yang bermasalah, kini Bapak hendak menjungkalkan Anies, bakal capres yang diyakini dapat menyelesaikan sebagian dari masalah gawat yang Bapak tinggalkan.
Jangan, Pak! Perlawanan besar akan muncul dari dalam maupun luar negeri. Pilar-pilar negara akan roboh, tatanan demokrasi akan berantakan, dan bangsa ini kembali terpuruk.
Tak sepadan pembalasan dendam Bapak kepada Anies dengan mengorbankan bangsa secara keseluruhan. Tapi saya pesimistis Bapak akan mendengar advis ini. Bapak orang konyol. Karena itu, nekad mengambil tindakan irasional.
Tapi penting untuk Bapak ketahui bahwa hari ini semakin banyak orang yang kecewa pada Bapak. Tindakan sewenang-wenang terhadap Anies justru dapat mencelakakan Bapak sekeluarga.
Jangan percaya pada info dari para penjilat bahwa penjegalan Anies tak akan beresiko. Ekspektasi rakyat atas mantan Gubernur DKI Jakarta itu sudah terlalu tinggi untuk bisa digembosi, Pak. Di mana-mana sekarang orang bicara tentang people power.
Tangsel, 24 Juni 2023.