Jenderal Djoko Santoso Tentang “Trisula TNI AD” Dulu dan Sekarang
By Mayjen TNI (Purn) Prijanto
“Pada era milenium ketiga, perang memang bertujuan untuk menghancurkan bangsa dan negara. Namun dengan menggunakan kekuatan senjata sebagai mesin perangnya, bukan lagi satu-satunya pilihan. Penghancuran moral dan budaya bangsa, sangat menarik dan menguntungkan bagi mereka yang menggunakan. Melumpuhkan moral dan budaya bangsa sebagai pilihan yang cerdas”.
Jakarta FNN – Rabu (131/05). Wafatnya Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso, 10/5/2020, membuat penulis merasakan kehilangan. Tidak saja sebagai sahabat seangkatan, lulusan Akabri Darat tahun 1975. Tetapi juga sebagai atasan, komandan dan guru. Ketika penulis menjadi Kepala Staf Pribadi (Kaspri) Pangdam Jaya, almarhum menjabat Assospol Kodam Jaya.
Ketika beliau menjabat Waas Sospol di Mabes ABRI, penulis adalah Koordinator Staf Pribadi Menhankam /Panglima ABRI. Tampak almarhum memiliki karakter dan kapasistas sebagai prajurot yang unggul. Pangkat Kolonelnya di pundaknya, mendahului temen-teman seangkatannya. Pernah menjadi anggota anggota DPR RI, sebelum menjadi Assospol Kodam Jaya.
Sosok Prajurit Yang Konsisten
Keterdekatan penulis dengan almarhum tidak saja dalam dua jabatan di atas. Tetapi ketika almarhum sebagai Pangdam Jaya dan Kepala Staf TNI AD, penulis sebagai Kepala Staf Garnisun I Jakarta, Kasdam Jaya, dan Aster Kasad. Bahkan, ketika penulis Aster Kasad, perintah sebagai Cawagub mendampingi Cagub Dr. Ing. Fauzi Bowo dalam Pilkada DKI 2007, juga atas perintah almarhum selaku Kasad.
Cerita jabatan di atas, bertujuan untuk menguatkan, jika penulis memberikan kesan terhadap almarhum, karena cukup lama bersama-sama. Almarhum sosok prajurit yang konsisten terhadap apa yang pernah disampaikan. Baik itu sewaktu dinas aktif maupun setelah pensiun.
Ini terbukti ketika penulis bicara per telepon pada 1 Mei 2020, pukul 11.03 WIB. Satu hari sebelum almarhum sakit mendadak pada 2 Mei 2020, saat berbuka puasa dan berkelanjutan.Waktu penulis menelepon, almarhum sedang ditemani Ajudan dan Sekretaris Pribadi di kediaman Bambu Apus. Bicara dan ketawanya lewat telepon sangat jelas, tidak ada tanda-tanda sakit.
Ada tiga hal yang disampaikan oleh almarhum. Pertama, almarhum bercerita memiliki data tentang wabah Covid 19, baik di Indonesia maupun Luar Negeri. Kedua, bercerita tentang perkembangan penanganan Covid 19 di Indonesia. Baik yang menyangkut kebijakan, keuangan, ketersediaan pangan dan kondisi rakyat.
Ketiga, berpesan agar Sekretariat Bersama Alpajuli (Alumni Perwira Akabri Tujuh Lima) Angkatan Darat, sifatnya kekeluargaan dan koordinatif. Sehingga Sekber Alpajuli Darat yang di daerah, dapat dengan bebas menyelenggarakan kegiatan secara independen dan mandiri.
Apa yang disampaikan di atas, menguatkan kesan penulis terhadap almarhum sebagai sosok prajurit yang konsisten terhadap apa yang disampaikan. Bahwasanya, di berbagai acara (walau sudah pensiun) beliau sering mengulang-ulang pesannya. Pesan alharhum adalah “bahwa pengabdian seorang prajurit itu, walau sudah pensiun, harus sampai akhir hayatnya”.
Sikap militansi, rela berkorban, tidak kenal menyerah dan berpikir untuk rakyat, harus selalu melekat pada setiap prajurit. Terbukti, almarhum selalu konsisten dengan pesan-pesannya. Sehari sebelum jatuh sakit yang berkelanjutan, beliau masih berpikir dan bicara untuk bangsa dan negaranya secara jelas. Juga masih berpikir untuk organisasi temen-temen seangkatannya.
Trisula AD Kekuatan Bermata Tiga
Pernyataan di awal artikel ini, bahwa penghancuran moral dan budaya bangsa sebagai satu pilihan yang cerdas dan menguntungkan, penulis kutip dari beliau sewaktu almarhum menjabat KASAD tahun 2007. Karena itu, beliau menekankan, untuk menghadapi ancaman tersebut, TNI AD harus memiliki “kekuatan bermata tiga, yaitu TNI AD sebagai Kekuatan Moral, Kekuatan Kultural dan Kekuatan Pertahanan”. Ketiga kekuatan ini dinamakan almarhum sebagai “Trisula TNI AD”.
TNI AD sebagai Kekuatan Moral. Artinya, sebagai kekuatan yang selalu mengedepankan nilai-nilai moral. Selalu mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Serta berpikir, berbuat dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila.
TNI AD sebagai Kekuatan Kultural. Artinya, sebagai kekuatan yang selalu mempertahankan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Memiliki wawasan tentang kemajemukan, sebagai modal kekuatan bangsa. Memandang kemajemukan bangsa, sebagai satu kesatuan yang utuh dalam bingkai NKRI, yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
TNI AD sebagai Kekuatan Pertahanan. Artinya, sebagai kekuatan yang siap menghadapi segala bentuk ancaman militer secara terorganisir, yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa Indonesia.
Dalam konteks konsepsi Trisula TNI AD itu, setelah pensiun dari Panglima TNI, lagi-lagi almarhum tetap menunjukkan sikapnya yang konsisten untuk membumikan nilai-nilai Pancasila sebagai kekuatan moral bangsa. Ajakan almarhum bersama kawan-kawan untuk kembali ke UUD 1945 yang asli, pada hakikatnya agar pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar tetap dijiwai dengan nilai-nilai Pancasila. Sehingga aturan turunannya dapat membentuk kekuatan moral bangsa.
Ajakan almarhum bersama kawan-kawan untuk bangkit, bersatu, bergerak dan berubah. Tujuannya agar tidak punah, yang didasarkan pada nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika. Ajakan tersebut, pada hakikatnya untuk membangun kekuatan kultural bangsa.
Dalam upaya membangun kekuatan moral dan kultural bangsa itulah, almarhum melakukannya bersama para tokoh masyarakat, pakar intelektual, aktivis pejuang dan masyarakat. Wadahnya adalah Gerakan Selamatkan NKRI (GSNKRI), Rumah Amanah Rakyat (RAR) dan Gerakan Kebangkitan Indonesia (GKI).
Apel Persada
Kawan-kawan pergerakan mencatat isi hati, pikiran dan cita-cita almarhum yang masih belum tercapai. Misalnya, perbaikan nasib Boemipoetra, Kembali ke UUD 1945 yang asli. Almarhum juga berharap, kelak akan lahir Pemimpin Bangsa yang Pancasilais. Namun takdir telah menentukan lain. Almarhum harus menghadap Tuhan Yang Maha Esa mendahului kita.
Walau ada yang tidak tahu atau tahu, tetapi lidah kelu atas kepergiannya, tidak menjadi masalah. Wafatnya almarhum sudah dengan jelas disampaikan oleh Panglima TNI selaku Inspektur Upacara saat pemakaman hari Minggu lalu.
Panglima TNI menyatakan, “atas nama Bangsa, Negara dan Tentara Nasional Indoesia, dengan ini mempersembahkan ke Persada Ibu Pertiwi jiwa raga dan jasa-jasa almarhum Djoko Santoso, Jenderal TNI (Purn), mantan Panglima TNI, Kesatuan Mabes TNI. Putra almarhum bapak H. Djoko Soedjono, yang telah meninggal dunia demi kepentingan serta keluhuran Negara dan Bangsa, pada hari Minggu tanggal 10 Mei 2020 pukul 06.30 WIB di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto karena sakit. Semoga jalan Dharma Bhakti yang ditempuhnya dapat menjadi suri tauladan bagi kita semua, dan arwahnya dapat tempat yang semestinya di alam baka”.
Selamat jalan Jenderal Djoko Santoso saahabatku, atasanku, komandanku dan guruku. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan tempat yang paling mulia untuk Jenderal. Amin.
Penulis adalah Aster KASAD Tahun 2006-2007