Jokowi di Alam Halusinasi
Oleh Sutoyo Abadi - Presidium KAMI Semarang
"Pura ba'bara sompe'ku pura tangkisi gulingku, ulebbirengi telleng nato alie"
(Layar telah ku kembangkan, kembali sudah ku pasang, kupilih tenggelam dari pada surut kembali).
Kalimat di atas adalah sebuah semboyan bagi para perjuang, seperti sesanti "Lebih baik pulang nama daripada gagal dalam tugas", yang sangat melegenda dan lekat di ingatan masyarakat itu tekad baja para prajurit Kopassus.
Sesanti itu tidak boleh diambil alih oleh para penghianat negara terdengar sesumbar Rezim Oligarki ini lebih baik negara ini tenggelam dari pada menyerahkan kekuasaannya kepada generasi yang tidak sejalan dengan rencana kapitalis Oligarki dan OBOR, karena ketakutan akan resiko yang sangat besar, konon sudah sampai pada pertaruhan hidup atau mati.
Kalau benar itu sikap dan pendirian rezim saat ini maka reasonable bisa lebih buruk lagi, karna rezim Jokowi yang rakyat sudah men-justice gagal total masih juga nekad ingin sebagai rezim boneka yang bisa berdampak keadaan lebih memburuk dan rentan akan melahirkan perlawanan kekuatan rakyat berupa revolusi.
Dalam mengendalikan dan mengelola negara rezim Jokowi sangat buruk hingga menyebabkan traumatik rakyat, bukan semata karena hidupnya yang makin menderita juga bayangan kedepan kehidupan negara yang mengerikan
Rakyat ingin, keadilan, kejujuran, rasa aman dan nyaman serta berbaikan hidupnya. Negara harus di selamatkan dari kehancurannya.
Sudah sangat fulgar suara rakyat berupa "De Jokowisasi Sterotype" , ejekan dimana mana bahwa Jokowi adalah pembohong, pembual, tukang hutang, otoriter, tirani, bengis dan kejam.
Kondisi seperti ini tidak direspon wajarnya sebagai seorang negarawan untuk memulihkan kondisi negara kembali ke arah tujuannya sesuai dalam Pembukaan UUD 45, bahkan makin liar dan binal.
Terpantau ada rekayasa perpanjangan masa jabatan bahkan indikasi kuat kedepan harus bisa terpilih kembali sebagai presiden barter dengan aspirasi kembali ke UUD 45 asli.
Terlacak ada pertemuan *Dewan Kudeta Konstitusi* perpanjangan masa jabatan Presiden" dihadiri tokoh-tokoh pejabat dan Taipan di Pulau G ( Reklamasi ), upaya perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi melalui kudeta konstitusi, bukan hoak tapi sebuah realitas
"Kudeta Konstitusi dilaunching sembilan bulan yang lalu diduga kuat memakai big data hoak dari polling bahwa rakyat Indonesia merasa puas dengan kepemimpinan Jokowi.
Big data abal abal diduga berasal dari sembilan jasa survey yang telah disewa untuk cipta kondisi. Toh setelah big data dilepas ke masyarakat ketatap data realitas oleh para aktifis pro perubahan, ahirnya kusut, melemah dan gagal berantakan.
Rekayasa berikutnya menaikkan Calon Boneka, di munculkan pangeran capres dengan elektabilitas tiba tiba naik setinggi langit dari hasil survey sewaan. Fakta tidak ngangkat juga bahkan tenggelam oleh ombak dukungan ke Anies Baswedan.
Dewan Kudeta Konstitusi putar otak rapat kembali putuskan penambahan masa jabatan tiga tahun. "Pertemuan Dewan Kudeta Konstitusi itu, dihadiri tokoh tokoh pejabat dan taipan di pulau G putuskan akan buldozer ulang digerakkan massif rencana perpanjangan jabatan 3 atau 5 tahun, dengan cara mendompleng gelombang aspirasi “Kembali ke UUD45 asli”. Orkestra sudah siap, partitur partitur sudah dibagikan dan bandar siap bayar.
Bahkan saat bersamaan beberapa pejabat negara mendapatkan tugas untuk bersuara dengan target menguasa media sosial, nampaknya tetap tidak berjalan mulus. sekalipun para bandar, bandit dan badut politik mencoba, menabrak, meyakinkan, membagi buta di beberapa grup WA dan menyerang hampir di semua media sosial.
Perlawanan dari masyarakat justru semakin masif dan menerjang rekayasa busuk mereka, rekayasa mereka kembali sempoyongan.
Rezim dengan dukungan Oligarki sangat takut dan panik kalau sampai kehilangan kekuasaan dengan segala resikonya. Maka segala cara dan rekayasa menghalalkan apapun caranya dengan dana tak terbatas harus dilawan, mereka telah meng acak acak UUD 45 asli.
Kita tunggu rekayasa apalagi yang akan mereka lakukan dengan uang mereka berlimpah konon para pejabat negara, penegak hukum sudah terbeli.
Kondisi seperti ini para politisi, aktifis dan semua kekuatan harus melakukan perlawanan terus menerus.
Semoga Jokowi tidak sedang di alam halusinasi Hiperbolis (Yunani Kuno: ὑπερβολή 'berlebihan') adalah ucapan ungkapan, pernyataan yang suka dibesar-besarkan (berlebih-lebihan), hanya sedikit dari pada waktu yang sebenarnya digunakan, lebih banyak pikiran waktunyadi alam halusinasi. (*)