Jokowi Terjerat dan Terjepit
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah PutihÂ
SETIAP hari, peta politik disuguhi dagelan dan fantasi teror psikologis diruang hiper pejabat negara seperti badut politik.
Politik di Indonesia tidak menunjukkan tanda-tanda pemulihan, ( shows no signs of recovery ), apalagi bergerak maju sesuai tuntunan geo strategi dan politik global yang sedang bergerak dan berkompetisi sangat cepatÂ
Tidak mampu bangkit dari serangan serangan kejumudan, kebodohan, keterbelakangan dan bertekad bisa keluar dari pikiran dan prilakunya primitifnya, yang membuat negara terus mundur kebelakang.
Dengan terus menerus sibuk dibuat sendiri menciptakan fragmen "musuh negara" dan "masalah negara" sebagai alat distraksi fokus pikirannya. Rezim Jokowi mengadopsi inefektivitas cara lama (inefektivitas old ways), pikiran primitif.
Bisa kita ketahui dengan jelas negara hanya bangun infrastruktur dengan uang hutang. Kebutuhan pokok rakyat dengan cara impor juga dengan uang hutang. Panik genjot naikan pajak. Sementara mereka bersuka ria berebut uang fee, larut dalam bisnis para Taipan dan Oligarki
Visi politik yang visioner dan pembangunan ekonomi yang mandiri untuk kesejahteraan rakyat macet total, memperlihatkan rezim ini tersekat oleh dirinya karena kapasitas kapabilitas dan integritasnya minim, terlihat loyo, lunglai, kewalahan, keletihan dan kelelahan.
Ini cara lama yang masih dipraktekkan oleh pemimpin atau penguasa semi-primitif menggunakan kartu agama dan ras sebagai solusi distraksi. Dalam rangka mengkanalisasi kerusuhan publik dan kekacauan sipil. (public unrest dan civil disorder) tidak di benahi malah terus diperbesar.
Tidak mampu menyatukan tetapi terus menciptakan keterbelahan dan kegaduhan masyarakat, dengan diksi radikal, intoleran ditimpakan pada mereka yang dianggap melawan atau memusuhi rezim bahkan terahir merekayasa politik belah bambu dengan diksi politik identitas.
Bahkan sangat tragis saat ini sedang merekayasa untuk menunda bahwa ingin membatalkan Pemilu yang sudah diatur siklusnya dengan UU.
Rekayasa politik Jokowi selalu memaksakan subjektivitas sebagai narasi solipsisme nasional (seseorang tidak memiliki landasan untuk percaya akan hal lain kecuali dirinya sendiri). Celaka kalau suara taipan lebih dominan dari suara rakyat. Tidak mau mendengar dan belajar dalam kondisi keterbatasan dirinya.
Ini jelas bersumber dari P. Jokowi sendiri yang memang kapasitas, kapabilitas dan integritasnya minim, menjadi mainan politik baik kawan lawan politiknya.Â
Pola generalisasi buta ini merupakan tanda rezim Jokowi adalah rezim lemah dan terjerat dan terjepit oleh dirinya sendiri.
Dampaknya pada ketidak aturan dalam mengelola negara dan negara terkena imbasnya menjadi carut marut dan terus meluncur pada kekacauan dan kehancurannya. ****