Jokowi Tidak Akan Netral dan Cawe-cawe, Prabowo, Erlangga, Muhaimin Akan ke Mana
Oleh : Laksma TNI Pur Fitri Hadi S, MAP - Analis Kebijakan Publik
DEMI kepentingan negara Presiden Jokowi akui tidak akan bersikap netral dalam pilpres 2024. Dia mengklaim langkah itu dilakukan untuk kepentingan negara, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. “Saya harus cawe-cawe,” kata presiden ketika berbincang-bincang dengan para pemimpin media massa di Istana Merdeka, Senin 29 Mei 2023. “Lalu bagaimana saya cawe-cawe? Ya tidak usah diceritakan,” katanya sambil tertawa. Inilah sikap tegas Presiden Jokowi. Sikap ketidaknetralan tersebut ditunjukkan beliau di antaranya dengan mengendorse calon presiden yang dikehendakinya dan pertemuan dengan KKIR dan KIB atau Koalisi Besar. Sebaliknya Presiden Jokowi tidak pernah mengadakan pertemuan dengan kubu KPP.
Bahasan saya kali ini tentang ketidaknetralan Presiden Jokowi, tapi bukan membahas benar tidaknya sikapnya itu. Mungkin ada yang berkata bahwa Presiden Jokowi arogan, melanggar konstitusi dan etika, saya tidak akan bicara dan membahas itu. Saya juga tidak sedang beropini dengan mengatakan bahwa presiden Jokowi bagaikan Fir'aun yang tidak takut siapapun karena Darat, Laut, Udara dan Polisi semua dalam ganggaman, juga eksekutif, legislatif dan yudikatif semua dalam pengaruhnya. Tuhan juga tidak ditakutinya, dia tidak takut pada hari pembalasan kelak karena demi negara dan bangsa apapun akan dilakukanya, tidak!, Saya tidak akan mengatakan Presiden Jokowi seperti itu. Kalau ada orang lain bilang begitu biarlah, itu bukan urusan saya.
Saya hanya ingin bicara berkaitan ucapan Presiden Jokowi tidak akan netral, dengan kemungkinan yang akan terjadi pada pemilu tahun 2024 nanti, terutama yang diendorse oleh Presiden Jokowi atau beliau.
Saat ini 2 (dua) calon yang sudah memenuhi syarat ambang batas atau threshold yaitu Anies Rasyid Baswedan dan Ganjar Pranowo sebagai capres pada pemilu tahun 2024. Dari kedua calon tersebut jelas Anies bukalah calon yang dikehendaki beliau. Sejak Anies dideklarasi tidak ada perhatian Presiden Jokowi terhadap pencapresan Anies. Berbeda dengan Ganjar, begitu dideklarasikan langsung mendapat apresiasi dari beliau bahkan Ganjar mendapat kehormatan kembali ke Solo dengan pesawat kepresidenan bersama beliau.
Sementara itu capres lainnya yaitu Prabowo Subianto, Erlangga Hartanto dan Muhaimin Islandar belum jelas kapan dideklarasikan oleh koalisinya yaitu KKIR untuk Gerindra dan PKB, kemudian KIR yang kini tinggal Golkar dan PAN atau Koalisi Besar (KB) gabungan KKIR dan KIR. Prabowo, Erlangga dan Muhaimin telah dideklarasi oleh partainya masing-masing untuk menjadi capres pada pemilu tahun 2024, namun tanpa berkoalisi mereka tidak bisa dicapreskan karena tidak memenuhi syarat ambang batas.
Ketua Umum Gerindra, Prabowo sebagai capres yang paling potensial karena sering menempati urutan pertama dalam sejumlah survei menegaskan dirinya telah mendapat amanat dari partai untuk maju bertarung sebagai capres di Pilpres 2024. Hal itu disampaikan Prabowo usai namanya turut disinggung oleh Presiden Jokowi sebagai salah satu tokoh yang cocok mendampingi Ganjar Pranowo di Pemilu 2024. Dari pernyataan ini jelas bahwa Prabowo tidak berkenan dijadikan wakil presiden pendamping Ganjar Pranowo, sedangkan oleh PDIP Ganjar dicalonkan sebagai presiden pula. Dengan demikian sangat kecil kemungkinannya Prabowo disandingkan sebagai wakil presiden dengan Ganjar. Apalagi bila di balik, Prabowo capresnya sedangkan Ganjar cawapres sangat tidak mungkin, PDIP adalah pemenang pemilu sebelumnya.
Ada yang mengatakan Prabowo pasti mau jadi cawapres, pertimbangannya jadi menterinya saja mau yaitu Menteri Pertahanan pada Kabinet Indonesia Maju. Anggapan ini keliru karena beda konteksnya. Tahun 2019 Prabowo telah kalah sebagai presiden pada Pemilu tahun 2019. Beda dengan sekarang, pemilu belum dilakukan. Ini artinya Prabowo telah menyerah kalah sebelum berperang. Hal ini sangat bertentangan dengan watak Prabowo yang berjiwa kesatria dan keperwiraan dalam kehidupannya.
Dari koalisi yang telah terbentuk masih ada kemungkinan penambahan 2 calon presiden di samping Anies dan Ganjar. Kemungkinanya adalah Prabowo Subianto dan Erlangga Hartanto. Ganjar, Prabowo, Erlangga, Muhaimin semuanya telah menjadikan dirinya sebagai figur penerus Presiden Jokowi. Dengan demikian bila Anies Rasyid Baswedan mulus menjadi calon presiden maka ada 4 (empat) capres yaitu Anies diusung dari Kubu Perubahan untuk Persatuan dan 3 capres dari Kubu Bertahan yaitu Ganjar, Prabowo dan Erlangga. Dengan demikian ada 2 kutub capres, 1 calon dari Kubu Perubahan untuk Persatuan dan ada 3 (tiga) calon Kubu Bertahan.
Calon calon Presiden Kubu Bertahan yaitu Ganjar, Prabowo dan Erlangga semuanya sama, menyatakan adalah figur penerus Presiden Jokowi. Narasi yang mereka keluarkan menyatakan Presiden Jokowi berhasil, sukses memimpin bangsa ini. Bahkan mereka masih mengharapkan arahan dan petunjuk Presiden Jokowi siapa capres dan cawapres mendatang, sehingga tidak heran kalau kemudian beliau menyatakan tidak akan bersikap netral dan akan cawe-cawe.
Sikap Presiden Jokowi ini tentu akan membuat harap harap cemas bagi Prabowo, Erlangga, siapakah di antara mereka yang mendapat restu jadi capres nantinya? Juga Muhaimim, jika tidak jadi capres apakah jadi cawaprespun tidak?, lalu jadi apa?.
Ganjar tidak kalah cemasnya, kepada siapa sebenarnya dukungan Presiden Jokowi dialamatkan? Walau Ganjar posisinya telah aman di bawah PDIP yang tidak perlu berkoalisi dengan siapapun, namun tetap saja perlu dukungan untuk memenangkan pemilu, termasuk dukungan dari sang presiden Jokowi.
Di elit cemas, lain lagi di akar rumput, mereka tidak cemas tapi bingung, kepada siapa pilihan presiden ditujukan? Ada 3 calon duplikat Jokowi yaitu Ganjar, Prabowo dan Erlangga, dari ketiga calon itu semuanya berambisi dan berpeluang maju jadi calon presiden dengan dukungan partai dan koalisi yang ada. Kebingungan di akar rumput adalah dari ke 3 calon tersebut mana duplikat yang asli atau KW1 dan KW2?
Apakah Presiden Jokowi akan merekomendasikan Prabowo dan Erlangga sebagai calon presiden lainnya di samping Ganjar Pranowo? Tentunya hal ini akan membingungkan para pemilih yang berasal dari simpatisan Jokowi pada saat pencoblosan nanti. Suara mereka akan terpecah pada ketiga calon yang direkomendasi oleh Presiden Jokowi.
Dihadapkan dengan kondisi ini maka ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi yaitu:
1. Apabila Anies mulus pencapresanya dari segala gangguan dan penjegalan akan ada 4 calon presiden, maka kondisi ini akan sangat menguntungkan Anies. Walau faktanya ada 4 calon, tapi sesungguhnya hanya ada 2 kubu, Kubu Perubahan pengusung Anies dan Kubu Bertahan pengusung 3 capres, suara Kubu Bertahan akan terpecah diketiga capres dari Kubu Bertahan yaitu Ganjar, Prabowo dan Erlangga. Bila hal ini yang terjadi sangat mungkin Anies Rasyid Baswedan akan memenangkan Pemilu 2024 dengan mutlak hanya dengan 1 kali pukul atau 1 putaran saja.
2. Anies Rasyid Baswedan berhasil dijegal, sehingga tidak jadi calon presiden pada pemilu tahun 2024, maka hanya ada 3 calon presiden yaitu Ganjar, Prabowo dan Erlangga. Bila keinginan Presiden Jokowi hanya 2 calon saja maka harus ada 1 lagi calon yang harus dijegal jadi capres. Itu bisa Probowo atau Erlangga. Untuk itu berhitunglah siapa diantara 2 calon tersebut yang dijegal atau dikorbankan? Bukankah Jokowi akan cawe cawe dan tidak akan netral?. Bila setuju dan membenarkan bahwa presiden boleh tidak netral dan boleh pula cawe cawe maka diamlah, terimalah dengan lapang dada apa yang akan dilakukan presiden Jokowi pada Prabowo atau Erlangga.
3. Jika sudah 2 capres yang maju dalam pemilu tahun 2024, maka kepada siapa simpatisan Jokowi akan digiring? Ke Ganjar atau 1 capres lain dari Koalisi Bertahan? Ganjar dan Jokowi sama sama petugas partai dari PDIP. Sebagai petugas ada hak dan kewajiban, beranikah Jokowi tidak berpihak kepada Ganjar? Bukankah Presiden Jokowi telah menyatakan tidak akan netral? Maka relakanlah bila Ganjar yang terpilih untuk diendors. Maka relakan pula capres capres dari Koalisi Besar yaitu Prabowo dan Airlangga serta Muhaimi akhirnya hanya sebagai korban atau tumbal untuk sahnya Pemilu tahun 2024.
Demi kepentingan negara Presiden Jokowi akui tidak akan bersikap netral dalam pilpres 2024, “Saya harus cawe-cawe,” katanya. Siapa saja dapat saja bicara atas kepentingan negara, para koruptor atau para mantan menteri yang saat ini meringkuk dipenjara atau yang telah lepas dari penjara mereka juga pernah berkata untuk kepentingan negara dan mereka juga telah disumpah bekerja untuk kepentingan negara, tapi siapapun bisa menilai benarkah yang mereka lalukan itu untuk kepentingan negara?
Akan sikap Presiden Jokowi ini, Nasdem PKS Demokrat juga bersikap, mereka melawan dengan segala resikonya, mereka mendeklarasikan Anies sebagai capres. Bagaimana dengan Prabowo, Airlangga dan Muhaimin? Mereka orang hebat dan luar biasa, mereka ketua partai besar, apabila mereka mau diposisikan sebagai pengikut, sebagai calon pengganti atau calon pendamping itu sepenuhnya urusan mereka.
Hidup ini memang pilihan, jika Prabowo, Erlangga mau jadi pengikut merapatlah ke Ganjar Pranowo, namun disana bukan sebagai King Maker karena Ganjar adalah petugas partai PDIP, dan tidak bisa ikut ikutan mengatakan Ganjar adalah juga petugas partai Gerindra, Golkar atau PKB.
Namun ada pilihan lain, Anies bukan siapa siapa, dia bukan petugas partai manapun. Jika ingin menjadi King Maker sebagaimana halnya dengan partai Nesdem, PKS dan Demokrat, bergabunglah ke KPP. Yakinlah di KPP akan menghadapi topan bandai karena disana bukan rumput yang dapat diinjak injak, tapi mereka adalah cemara tinggi menjulang ke langit yang mereka hadapi topan dan badai.
Malang, Jumat 2 Juni 20023