Kapal Selam Korsel (5): Kapal Selam DSME Belum Penuhi Aspek Sesuai Harapan TNI AL
Oleh Mochamad Toha
Jakarta, FNN - Saat Menteri Pertahanan masih dijabat Ryamizard Ryacudu, ia mengungkapkan kekecewaan TNI AL terhadap kualitas kapal selam terbaru TNI AL, KRI Nagapasa-403 yang merupakan jenis kapal selam Changbogo buatan DSME (Daewoo Ship Building & Marine Engineering) Korea Selatan.
Masalah yang diungkapkan adalah soal kapal selam yang kurang bertenaga, akibat baterai yang kurang mampu memasok daya total yang dibutuhkan.
Karena spek kapal selam CBG yang dibeli Indonesia masih belum memiliki sistem canggih seperti AIP (Air Independent Propulsion) yang bisa membantu pengisian baterai, akhirnya kemampuan arung bawah air kapal selam asal Korsel ini juga jadi terbatas.
Kurangnya daya bisa menyebabkan ketidakstabilan pada berbagai perangkat elektronik yang tertanam di kapal selam yang dibeli untuk TNI AL itu, yang kemudian juga dapat berdampak pada keandalannya.
Kemhan juga menerima sejumlah kisah kendala lainnya, tapi untuk saat ini masih dirahasiakan. Pemerintah telah melayangkan protes ke pihak Korsel.
“Sudah kita proses kemarin tapi lambat karena kapalnya besar tapi baterainya kecil. Itu yang pertama tapi saya sudah langsung ke pabrik, saya sama KSAL. Jadi, sudah tidak ada masalah lagi, tapi yang kedua, ketiga terus,” kata Ryamizard di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (26/10/2017).
Ryamizard mengatakan, ada dua kapal selam lagi yang masih dalam tahap produksi. Dua Kapal selam terakhir diproduksi PT PAL yang diawasi langsung oleh perusahaan asal Korsel, DSME.
Bila hasil kapal selam tersebut baik, Ryamizard menyampaikan tak menutup kemungkinan untuk memesan kembali ke Korsel. “Lihat dulu kalau bagus tambah lagi, tidak mahal. Yang mahal beli teknologi dan mendidik orang yang mahal,” ucap Ryamizard kala itu.
Ketika itu, Indonesia memesan tiga unit kapal selam bermesin diesel elektrik tipe 209/1400 kelas Chang Bogo ke Korsel dengan kesepakatan kerja sama transfer teknologi. Kapal selam pertama dan kedua dibangun di perusahaan pembuatan kapal Korsel, DSME.
Melansir dari Kumparan.com, Jum’at (27/10/2017), kapal selam ketiga dibangun di galangan kapal dalam negeri PT PAL Indonesia, Surabaya bekerja sama dengan DSME Korsel.
TNI AL mendukung penuh realisasi kegiatan untuk proses pencapaian kemandirian industri pertahanan terutama kapal selam.
Pembangunan tiga kapal selam 209 DSME yang menyertakan TOT (Transfer of Technology) sebagai bagian integral dari pembangunan 3 kapal itu, dengan dilaksanakannya pembangunan 2 kapal selam di galangan DSME dan joint section kapal selam lainnya dengan menggunakan fasilitas infrastruktur yang dibangun di PT PAL.
Dalam pasal 3 Undang undang RI Nomor 16 Tahun 2012 tentang industri pertahanan, tertuang bahwa Penyelenggaraan Industri Pertahanan bertujuan:
Mewujudkan Industri Pertahanan yang profesional, efektif, efisien, terintegrasi, dan inovatif; Mewujudkan kemandirian pemenuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan; dan Meningkatkan kemampuan memproduksi Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan, jasa pemeliharaan yang akan digunakan dalam rangka membangun kekuatan pertahanan dan keamanan yang andal.
Realisasi dari amanat UU tersebut telah berjalan dengan adanya pembangunan infrastruktur pembuatan Kapal Selam di PT. PAL. Saat ini PT. PAL sedang melaksanakan Joint Section kapal selam ke-3 dan akan melaksanakan overhaul KRI Cakra-401.
Salah satu tahapan untuk menuju kemandirian industri pertahanan terutama kapal selam yang saat ini dilaksanakan oleh DSME kepada PT. PAL melalui Transfer of Technology.
UU Nomor 20 Tahun 2005 tentang alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan telah dijelaskan soal TOT.
TOT adalah pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan atau orang, baik yang berada dalam lingkungan dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri atau sebaliknya.
Untuk pencapaian alih teknologi ini diperlukan komitmen kuat dari kedua belah pihak baik pemberi maupun penerima dalam realisasinya di lapangan. Yang terjadi saat ini proses alih teknologi pada saat pembangunan 3 Kapal Selam 209 DSME adalah proses “Learning by Seeing”.
Sedangkan untuk mencapai keberhasilan proses alih teknologi adalah adanya proses pembentukan Dynamic Learning (dinamika belajar) dengan cara belajar sambil bekerja (Learning by Doing), belajar sambil memakai (Learning by Using) dan belajar sambil saling berhubungan (Learning by Interacting).
Terlebih dalam pembangunan Kapal Selam yang memerlukan tingkat safety yang tinggi, serta teknologi yang presisi. Di satu sisi TNI AL memerlukan jenis kapal selam yang memenuhi kriteria berkualitas dan handal.
Sementara di sisi lain hal tersebut sulit diwujudkan dengan proses Transfer of Technology yang berlangsung saat ini, mau pun kualitas hasil produksi kapal selam 209 DSME yang belum memenuhi aspek yang diharapkan oleh TNI AL sebagai sebuah kapal selam.
Tengok saja bagaimana kekuatan kapal selam di negara kawasan regional. Peta perimbangan negara-negara pengoperasi kapal selam di kawasan regional bisa digambarkan berikut:
Australia. Memiliki enam unit kapal selam kelas Collins type 471 yang khusus dirancang oleh galangan Swedia Kockums untuk Angkatan Laut Australia. Empat unit diantaranya sudah di-upgrade dan selesai pada Maret 2003. Antara lain dengan penyempurnaan pada combat system.
Collin class memlliki kapasitas persenjataan hingga 22 rudal jenis Harpoon dan torpedo 533 mm. Kapal selam ini memiliki kecepatan 20 kts (menyelam) dan mampu menyelam sampai kedalaman 300 m.
Dalam program jangka panjang hingga tahun 2050, Australia telah menandatangani kontrak pembangunan 12 kapal selam baru yang akan dibangun oleh perusahaan Perancis Naval Group di Australia.
Kapal selam baru tersebut diproyeksikan untuk menggantikan kapal selam kelas Collins yang sudah akan memasuki masa pensiun. Dari beberapa media menyatakan, kapal selam yang tipe shortfinbarracuda tersebut merupakan desain kapal selam yang berbasis kapal selam nuklir Perancis Barracuda.
Selain itu, Australia juga memiliki kapal permukaan, heli maupun pesawat udara Anti Kapal Selam yang memperkuat jajaran Armadanya seperti: Frigate Anzac Class yang dilengkapi heli AKS Kaman Sea Sprite dan pesawat Patmar P-3C Orion yang mampu membawa sonobuoy dan torpedo MU-90 Eurotorp.
RRC (Tiongkok). Memlliki puluhan jenis kapal selam dari kelas Golf, Romeo (Wuhan), Kilo, Song, Han, XIa, Shang, sampai kelas Jin. Dalam perkembangannya China telah berhasil mengekspor kapal selam type 053G Ming Class ke Bangladesh dan program terbaru adalah China sedang membangun kapal selam type S26T yang merupakan varian export dari 039A Yuan class untuk Royal Thailand Navy.
Taiwan. Memiliki dua kelas kapal selam, yaitu kapal selam latih kelas Hai Shib (Tench atau GUPPY II), dan kelas Hai Lung (Zwaardvis).
India. Memiliki kapal selam kelas Foxtrot, Shishumar (Type 209), Sindhughosh (Kilo), pada 2008 India memulai program pengadaan 6 kapal selam scorpene dalam bentuk TOT dengan keseluruhan kapal tersebut dibangun di Mazagon Shipyard India.
Kapal pertama diluncurkan pada 2015 dan masuk dinasl Indian Navy pada tahun 2017. Untuk memperkuat armada kapal selamnya pada 2010, India telah membangun kapal selam modern (Nuclear Powered Ballistic Missile Submarine) yang diberi nama Arihant class.
Namun untuk melatih kru kapal nuklir tersebut India menyewa satu kapal selam nuklir kelas Nerpa dari Rusia yang masih beroperasi sampai saat ini.
Selain itu AL India juga memiliki kapal permukaan, heli maupun pesawat udara Anti Kapal Selam yang memperkuat jajaran Armadanya seperti Destroyer Delhi Class yang dilengkapi heli AKS Kamov 31 Helix dan pesawat Patmar llyushin 38 May yang mampu membawa sonobuoy dan torpedo.
Singapura. Memiliki kapal selam jenis kelas Challenger (refit eks-kelas Sjoormen Swedia), dan kelas Archer (aslinya dari kelas Vastergotland, dan akan di-refit menjadi kelas standar Sodermanland dari Swedia).
Selain itu Singapura juga berencana membeli beberapa kapal selam Vastergotland Class buatan Swedia yang lebih modern, dilengkapi dengan flank array sonar dan AlP (Air Independent Propulsion).
Pada tahun 2014 untuk menambah kekuatan armada kapal selamnya Singapura telah memulai program pengadaan dua kapal selam baru dengan galangan kapal Jerman TKMS (Thyssen Krupp Marine Systems), kapal selam yang dibangun adalah type 218SG berbasis type 214.
Kedua kapal selam tersebut direncanakan akan diterima oleh Singaporean Navy pada 2021 dan 2022. Selain itu AL Singapura juga memiliki kapal permukaan dan pesawat udara Anti Kapal Selam yang memperkuat jajaran Armadanya seperti Frigate Lafayette Class, APV Presistance Class dan pesawat Patmar Fokker 50 yang mampu membawa sonobuoy dan torpedo.
Malaysia. Sebagai negara tetangga yang tak mau ketinggalan dalam persaingan kepemilikan kapal selam, Malaysia telah memiliki 1 (satu) kapal selam latih Agosta 70 Class dan 2 (dua) kapal selam Scorpene Class dari DCNS Perancis.
Scorpene memiliki keunggulan teknologi yang sudah mutakhir, didukung oleh persenjataan yang memadai seperti rudal SM-38 Exocet (enam peluncur rudal), tabung torpedo untuk meluncurkan torpedo jenis “Black Shark” (Advanced Heavyweight Torpedo) jenis SUV Surface and Undenflrater Torpedo.
Persenjataan dikendalikan dengan Advanced Combat System (ACS). ACS memungkinkan kendali persenjataan bekerja bersama dengan rangkaian perangkat sensor secara simultan, hal ini berpengaruh terhadap penanganan persenjataan lebih cepat, senyap dan fleksibel.
Dengan sistem ini setiap tabung peluncur dapat meluncurkan rudal dengan aman dan senyap di kedalaman laut. Selain itu AL Malaysia juga memiliki kapal permukaan, heli maupun pesawat udara Anti Kapal Selam yang memperkuat jajaran Armadanya seperti Frigate Lekiu Class yang dilengkapi heli AKS Super Lynx dan Corvette Kedah Class.
Jepang. Memiliki armada kapal selam kelas Ko-hyoteki (midget), KD1 sampal KD7, J1, J2, J3, C1, C2, C3, A1, A2, A modifikasi, B1 (seri 1-15), B2, B3, Sen Toku (aka 1-400), Kaichu, Kaisho, Sen Take' (aka 1-200), KRS, DI, D2, Sen Ho, Sen Ho She, dan LA.
Untuk Pasukan Bela Diri Maritim memiliki kapal selam kelas Gato, Hayashio, Natshushio, Oshio, Uzushio, Yushio, Harushio, Asashio, Oyashio, dan kelas S. Dari kesemua kapal yang dioperasikan oleh Jepang, kapal selam kelas Soryu adalah kapal selam terbaik yang mereka operasikan.
Kapal selam ini sempat menjadi pesaing DCNS Shortfin Barracuda saat pemilihan proyek kapal selam pengganti Collins oleh Royal Australian Navy.
Korea Selatan. Memiliki kapal selam kelas Chang Bogo (Type 209) dan kelas Son Won-il class (Type 214). Saat ini Korsel sedang membangun kapal selam dengan berat 3000 ton yang diberi nama project Chang Bogo Three.
Setelah berhasil mengirim satu kapal selam kelas DSME 1400 ke Indonesia, Korsel adalah Negara ke-lima sebagai Negara eksportir kapal selam. Pada awal 2017, Korsel telah mulai mendekati Philipina untuk menawarkan pengadaan kapal selam untuk Angkatan Laut Filipina.
Korea Utara. Memiliki kapal selam kelas Romeo, Sang-0, dan Yugo (midget submarine). Walaupun secara kualitas kapal selam Korut di bawah negara-negara di kawasan, namun secara kuantitas Korut menduduki ranking 2 negara operator kapal selam karena sampai saat ini mereka masih mengoperasikan sebanyak 70 kapal selam.
Pakistan. Memiliki Kapal selam kelas Hashmat (Agosta 70), Khalid (Agosta 90B class submarine), dan 3MG110 class (midget submarine).
Vietnam. Angkatan Laut Vietnam telah mengakuisisi enam kapal selam kelas Kilo 636 dari Rusia. Kini Vietnam menduduki peringkat kedua militer terkuat Negara-negara ASEAN. Selain kapal selam kelas Kilo itu, Angkatan Laut Vietnam juga mengoperasikan beberapa kekuatan AKS berupa fregat kelas Gepard, kelas Molniya, kelas Petya, dan Korvet kelas Tarantul.
Thailand. Angkatan Laut Thailand (RTN) terus berkembang dengan pengadaan alutsista untuk mendukung operasi dan kebutuhannya. Selain kapal induk kelas Chakri Narubet, saat ini Angkatan Laut Thailand sedang memesan satu kapal selam type S26T yang merupakan varian export dari 039A Yuan class.
Melihat fakta dan data di atas, dengan semakin meningkatnya kekuatan serta kemampuan kapal selam negara di kawasan regional, maka perlu adanya perimbangan kekuatan (balance of power) untuk mewujudkan stabilitas keamanan dan pertahanan kawasan.
Kekuatan AL negara tetangga semakin maju dengan datangnya berbagai peralatan dan senjata yang lebih modern. Bagaimana dengan Indonesia?
Pengadaan kapal selam untuk TNI AL harus mampu menjawab fenomena tersebut serta memberikan efek detterence, minimal seimbang dengan kekuatan negara-negara di kawasan. (Bersambung)
***