Kartelis dan Pluralis: Sebuah Perspektif Menjelang Pilpres 2024

Oleh Mego Widi Hakoso, S.IP, M.Si - Dosen FISIP UTA ’45 Jakarta / Kandidat Doktor Ilmu Politik Universitas Nasional

PASCA-penetapan Gibran sebagai Cawapres pendamping Prabowo, muncul dua perspektif politik yang bisa dimanfaatkan sebagai penarikan asumsi. Pertama perspektif pluralis, yang memandang keluarga Jokowi sedangkan mengalami konflik dengan PDIP khususnya Ketum Megawati. Kedua perspektif kartelis, yang memandang Jokowi dan Megawati melakukan kesepakatan implisit untuk melakukan investasi kekuasaan dipihak oposisi. 

Pespektif pluralis bersifat konflik terbuka karena beragam kepentingan, dalam perspektif ini konflik dan persaingan adalah kata kuncinya. Setiap petugas partai dengan tegas mengakui diri dan kelompoknya sedang berkonflik untuk memenangkan kontestasi pemilu, sehingga petugas partai dan simpatisan dengan tegas bisa memberikan gambaran perbedaan antara pihak dan pihak lain atau lawannya. 

Perspektif  kartelis bersifat tertutup, dalam perspektif ini wajib untuk menaruh kecurigaan terhadap hasil keputusan elit – elit partai politik. Perspektif ini memang kesulitan mencari data empiris perilaku elit yang hanya ada di belakang layar atau panggung publik, tetapi perspektif ini bisa mengajukan pertanyaan kritis, terhadap kondisi – kondisi gejala kartelis. Pertanyaan yang bisa ajukan adalah, “mengapa elit partai PDIP tidak melakukan pemecatan terbuka terhadap Gibran?” 

Kedua perspektif ini muncul di dalam argument petugas partai, simpatisan dan elit – elit partai dalam pertemuan-pertemuan diskusi terbuka. Perpsektif kartelis akan memandang konflik dalam rangka kontestasi demokrasi adalah semu, karena oligarki sukar diberantas dan telah hidup berdampingan dengan demokrasi Indonesia. Sedangkan perspektif pluralis akan memandang perspektif kartelis adalah kaum skeptis dan tidak optimis dengan demokrasi.    

Dalam perspektif kartelis, sukar melihat perbedaan program dan ideologi antara pasangan Granjar Mahfud dengan Pasangan Prabowo Gibran. Karena keduanya sama-sama pro untuk melanjutkan nilai-nilai Jokowi dalam Pemerintahan. Kemudian pada tataran elit, Ketum PDIP Megawati masih menganggap Jokowi adalah kader terbaik, dan Ketum Gerindra Prabowo menganggap bahwa Jokowi adalah mentor politiknya pada 5 tahun belakangan ini yang akan terus menjadi mentor dan mitra politik pada kontestasi 2024. 

Dalam perspektif pluralis,  selain perbedaan program terlihat dari masing-masing capres-cawapres, perspektif ini diperkuat oleh beberapa, figur politisi, salah dua diantaranya adalah Budiman Sujatmiko (di pihak Ganjar Mahfud) dan FX Rudy PDIP (di pihak Prabowo Gibran) sebagai figur yang tegas menyampaikan perbedaan-perbedaan dan menonjolkan keunggulan masing-masing pasangan. Perspektif pluralis juga meyakini bahwa kekuasaan tidak hanya dimiliki oleh PDIP dan partai – partai didalam koalisi Pemerintahan Jokowi memiliki hak untuk melawan PDIP.       

Kedua perspektif ini bagaikan dua sisi mata uang yang benama politik Indonesia.

509

Related Post