Kenangan Ibadah Haji Bersama Pak Harto (Bag. Pertama)
by Emron Pangkapi
Jakarta FNN – Jum’at (31/07). Tahun 1991 Presiden Suharto menunaikan ibadah Haji bersama dengan keluarga.Beliau tidak menggunakan fasilitas kenegaraan. Rombongan Pak Harto berangkat haji menggunakan biro perjalanan haji PT Tiga Utama, pimpinan Ande Abdul Latief.
Perjalanan Haji Pak Harto menjadi berita besar. Apalagi disertai juga dengan Ibu Tien, yang oleh sebagian masyarakat masih termakan isue yang meragukan ke-Islamannya.
Pengumuman Pak Harto akan berangkat menunaikan ibadah Haji, menjadi daya tarik peningkatan jumlah jamaah Haji Indonesia yang luar mbiasa.Apalagi Haji Tahun 1991 di bulan Juni itu, diyakini sebagai Haji Akbar, karena wukuf jatuh di hari Jumat.
Pada haji tahun 1991 itu belum ada ketentuan tentang quota haji. Sebanyak yang mau berangkat, Arab Saudi tak mempersoalkalnya.Sejumah pejabat, Anggota DPR, tokoh masyarakat, artis dan pengusaha ramai ramai mendaftarkan diri untuk berhaji di tahun yang sama dengan Presiden Suharto.
Waktu itu saya baru berusia 34 tahun, bekerja sebagai wartawan di Harian Media Indonesia. Untuk tugas liputan perjalanan Haji Presiden Suharto, Media Indonesia sudah menugaskan wartawan Muchlis Hasyim dan Ahmad Satiri, dua wartawan Media Indonesia yang bertugas di Kementerian Agama.
Muchlis Hasyim disamping sebagai wartawan, juga adalah kerabat dari Ande Abdul Latief, pemilik Tiga Utama. Karenanya dia sekaliigus ditugaskan sebagai kordinator wartawan yang akan meliput perjalanan haji Presiden Suharto. Ayahanda Muchlis Hasyim, Ustadz Ambo Mukhlis, adalah Perwakilan PT Tiga Utama di Makkah.
Seminggu sebelum jadwal keberangkatan keloter terakhir, saya menghadiri acara walimatus safar untuk melepas keberangkatan sahabat saya, tokoh PPP Muhammad Buang SH. Ketika itu Buang menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi V DPR RI yang membidangi perhubungan. Beliau akan berangkat haji menjelang keloter terakhir.
Muhammad Buang bercerita tentang PT Garuda Indonesia yang akan menambah penerbangan ekstra karena jumlah jamaah yang membeludak. "Kalau kau mau ikut, bisa kuusakan tiketnya", kata Buang kepada saya. Mendengar tawaran Buang, saya bak tersengat lebah. Saya langsung menyambar tawaran luar biasa itu. Saya pikir, urusan lain menyusul. Yang penting terima dulu.
Pendek cerita, esoknya saya membawa surat Wakil Ketua Komisi V DPR Muhammad Buang menghadap Direktur Niaga PT Garuda Indonesia, Pak Razali di Kebun Sirih. Tidak banyak cincong. Hanya dalam 30 menit saya sudah mendapatkan tiket Garuda Jakarta - Jeddah PP di penerbangan reguler.
Pada masa itu Garuda Indonesia mengeluarkan tiket komersial berwarna merah. Berbentuk buku yang tipis atau kupon. Sedangkan tiket saya berupa kertas warna putih lembaran. Dikenal dengan nama "tiket putih". Tiket yang jenis ini hanya biasa dikeluarkan Garuda Indonesia khusus untuk para pejabat.
Setelah tiket di tangan dan paspor yang memang sudah tersedia, saya segera begerak menemui Pak Ande Abdul Latif di kantor PT Tiga Utama Gedung Sangga Buana depan Segitiga Senen. Dengan menyerahkan tiket dan paspor, saya mohon kepada beliau agar dapat ikut serta berangkat beribdah haji dengan Tiga Utama.
Masya Allah, seperti dalam mimpi. Pak Ande Abdul Latief tidak banyak Tanya sana-sini.Beliau memandang saya agak tertegun. Kemudian langsung memberi keputusan. “Kau berangkat sebagai petugas Haji”. Dia kemudian teriak ke stafnya agar paspor saya segera diproses untuk mendapatkan visa di Kedutaan Arab Saudi.
Hari itu juga saya diperintahkan Pak Ande ke Gudang PT Tiga Utama yang di Jalan Proklamasi (seberang Bioskop Megaria). Saya ke sana untuk mendapatkan seluruh fasilitas jamaah Haji Tiga Utama. Saya dapat koper besar, koper kecil dan semua perlengkapan Haji di musim panas.
Hanya saja untuk tanda pengenal sebagai panitia harus dikordinasikan dulu dengan pihak keamanan. Karena Pak Harto dan keluarga berhaji menggunakan fasilitas Tiga Utama. Ada sedikit screening terhadap semua petugas.
Boss saya di koran Media Indonesia terkejut, karena saya minta izin berangkat Haji. Adapun untuk perjalanan dinas, Media Indonesia sudah menugaskan dua wartawan. Sehingga tidak ada lagi tambahan wartawan. Saya berangkat melalui jalur istimewa. Saya hanya dapat izin belaka, “jawab saya kepada boss.
Karena berangkat dadakan, saya tidak mempunyai persiapan yang memadai. Banyak kawan yang heran prosesnya begitu cepat. Isteri dan anak anak saya kaget bukan kepalang. Antara percaya iya atau tidak...
Kebetulan saya wartawan yang sehar-hari bertugas di lingkungan Politik, Hukum dan Kemanan (Polkam). Menko Polkam pada masa itu Pak Laksamama Sudomo. Saya sudah kenal beliau sejak Wapangab merangkap Pangkopkamtib. Saya datang ke Pak Domo memberitahu bahwa saya akan berangkat haji dan absen selama dua puluh hari dari kegiatan liputan lingkungan Polkam.
Dijawab Pak Domo, koq ndak bilang jauh jauh hari? “Ya sudah, besok jam enam pagi datang ke sini, "perintah Pak Domo. Lepas subuh saya sudah di kantor Menko Polkam di jalan Merdeka Barat. Jam enam Pak Domo sudah tiba di kantor. Sambil jalan ke ruang kerjanya, Pak Domo memberi nasehat “bertugas yang bagus, dan ibadah haji yang sungguh sungguh”.
Bertemu Pak Domo lima menit itu membuat badan terasa melayang. Ternyata amplop berisi dolar dari Pak Domo cukup untuk biaya hidup selama dua bulan di Saudi Arabia. Saya hampir melompat karena kegirangan yang luar biasa.
Tiba-tiba saya ingat kepada ibunda saya di kampung. Saya memang sudah lama tak pulang ke Bangka. Sementara waktu keberangkatan ke Makkah tinggal tiga hari lagi. Saya putuskan, dari kantor Menko Polkam meluncur ke Ayumas Gunung Agung untuk mendapatkan rupiah dan riyal. Selanjutnya dari Ayumas Gunung Agung, saya go show ke Bandara Cengkareng untuk terbang ke Pangkal Pinang, karena mau berpamitan mohon restu kepada bundaku.
Di Pangkal Pinang hanya satu hari. Begitu banyak titipan doa para kerabat yang minta dilafadzkan di depan Baitullah. Bahkan ada yang sudah ditulis di kertas doa yang hendak diucapkan. Maklum perjalanan haji adalah ibadah sakral bagi orang di kampung kami. Pada tahun 1991 itu, bundaku dan seluruh saudaraku belum ada yang pergi berhaji.
Pada hari keberangkatan itu, enam jam sebelum jadwal terbang, saya sudah berada di Bandara Soekarno-Hatta. Tak sabar rasanya, ingin cepat sampai di tanah suci Makkah. Kami ikut penerbangan reguler khusus untuk ONH Plus. Sedang rombongan jamaah biasa berangkat via Bandara Halim Perdanakusumah.
Di pesawat Boeing 747 Garuda itu, saya bertemu begitu banyak orang terkenal yang akan menunaikan ibadah haji. Ada menteri, dirjen, anggota DPR, artis, pengusaha dan lain-lain.Saya ingat ada Menparpostel Susilo Sudarman, pengusha Bob Hasan, Setiawan Djodi dan rombongannya (Rhoma Irama, WS Rendra KH Zainudin MZ, KH Nur Muhammad Iskandar). Ada artis satu kampung dengan saya Rafika Duri.
Tiba di Jeddah, saya bergabung dengan Petugas Haji Tiga Utama, dibawah kordinasi Direktur "D" Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI Kolonel Hendro Priyono. Kami menginap semalam di Jeddah. Baru setelah itu mengambil miqat untuk umrah pertama dan selanjutnya berhaji tamatu'. (bersambung)
Penulis adalah Wartawan Senior.