Ketua MPR Sarankan ‘Kudeta Konstitusi’, Wajib Mundur
Karena Ketua MPR itu, sebagai lembaga satu-satunya yang bisa melakukan ‘kudeta konstitusi’, sudah menyatakan suaranya, yang bertentangan dengan suara mayoritas rakyat Indonesia yang tercermin dari hasil survei.
Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
BAMBANG Soesatyo, Ketua MPR, memberi komentar mengejutkan dan sangat bahaya bagi penegakan konstitusi. Ketua MPR itu mengatakan, Pemilu dan Pilpres 2024 perlu dipikirkan ulang. Maksudnya, perlu dipikirkan untuk ditiadakan: dibatalkan, ditunda, atau apapun sejenisnya.
https://nasional.kompas.com/read/2022/12/08/17003451/suhu-politik-memanas-bamsoet-sarankan-pelaksanaan-pemilu-2024-dipikir-lagi?utm_source=Whatsapp&utm_medium=Referral&utm_campaign=Sticky_Mobile
Usulan Ketua MPR ini sangat berbahaya, karena melanggar konstitusi yang mewajibkan pemilu dan pilpres dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Usulan Ketua MPR ini mengandung ajakan atau hasutan untuk melakukan ‘kudeta konstitusi’!
Yaitu mengubah konstitusi untuk menunda pemilu, alias memperpanjang masa jabatan seluruh pejabat negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, termasuk juga untuk dirinya sendiri sebagai Ketua MPR.
Artinya, Ketua MPR menunjukkan sikapnya yang bersedia menjadi fasilitator mengubah konstitusi, karena hanya MPR yang bisa mengubah konstitusi dengan tujuan ‘kudeta konstitusi’.
Brookings Institute: Changing the constitution to eliminate term and/or age limits for presidents and allow the incumbent president to unconstitutionally extend his mandate has been referred to as a constitutional coup.
‘Kudeta Konstitusi’ atas alasan apapun tidak dibenarkan.
Kemarin, presiden Peru ditangkap dan diturunkan karena melakukan ‘Kudeta Konsitusi’. Jaksa federal mengatakan: ”Kami mengutuk pelanggaran tatanan konstitusional, ..… Tidak ada otoritas yang dapat menempatkan dirinya di atas Konstitusi dan (semua) harus mematuhi mandat konstitusional”.
Presidennya, Pedro Castillo dilengeserkan oleh parelemen dan ditangkap atas dugaan pemberontakan.
Dilansir AFP, Kamis (8/12/2022), lengsernya Castillo dari kursi Presiden Peru itu diwarnai drama sepanjang Rabu (7/12) waktu setempat, yang berawal dari upaya pemakzulan ketiga Castillo sejak dia secara tidak diduga memenangkan pemilu sekitar 18 bulan lalu. Tak lama usai dimakzulkan, Castillo langsung ditangkap atas tuduhan pemberontakan.
Dalam pidato yang disiarkan televisi setempat, Castillo yang juga mantan guru sekolah di pedesaan itu mengumumkan pembubaran Kongres yang didominasi oposisi. Dia juga mengumumkan pemberlakuan jam malam dan menyatakan akan memerintah dengan Dekrit.
Kritikan menghujani Castillo usai pidatonya tersebut. Para anggota parlemen Peru kemudian menggelar pertemuan lebih awal dari jadwal untuk membahas mosi pemakzulan Castillo dan secara cepat menyetujuinya, dengan 101 suara mendukung dari total 130 anggota parlemen.
Castillo (53 tahun) ini dimakzulkan karena 'ketidakmampuan moral' dalam menjalankan pemerintahan, setelah rentetan krisis yang menyelimutinya termasuk enam penyelidikan terhadap dirinya, lima perombakan kabinet dan unjuk rasa besar-besaran di Peru.
Konstitusi Peru mengizinkan proses pemakzulan dilakukan terhadap seorang presiden berdasarkan dugaan pelanggaran politik, bukan hanya pelanggaran hukum. Ketentuan ini menjadikan pemakzulan biasa terjadi di negara ini.
Amerika Serikat sendiri secara tegas menolak setiap tindakan yang melakukan ‘kudeta konstitusi’, yaitu tindakan yang melanggar konstitusi. United States urging the leader to “reverse” the move and “allow Peru's democratic institutions to function according to the Constitution”.
“We will continue to stand against and to categorically reject any acts that contradict Peru's constitution, any act that undermines democracy in that country,” said US State Department spokesperson Ned Price in a statement.
Ajakan Ketua MPR memikir ulang pemilu 2024 merupakan upaya ‘Kudeta Konstitusi’. Ajakan serupa sudah disuarakan oleh tiga ketua umum partai politik dan dua menteri kabinet sekitar Februari-Maret yang lalu.
Rencana ‘kudeta konstitusi’ sudah ditolak rakyat Indonesia secara tegas. Sekitar 80 persen rakyat Indonesia menolak tegas penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden (termasuk pejabat tinggi negara, anggota DPR dan MPR), atas alasan apapun antara lain alasan pandemi, ekonomi dan lainnya, termasuk alasan kepuasan terhadap presiden: mayoritas rakyat Indonesia menolak ‘kudeta konstitusi’.
https://news.detik.com/berita/d-6011795/survei-smrc-atas-alasan-apa-pun-mayoritas-responden-tolak-pemilu-ditunda/amp
https://nasional.tempo.co/amp/1566802/survei-lsi-masyarakat-tolak-semua-alasan-perpanjangan-masa-jabatan-jokowi
Saran, ajakan atau hasutan Ketua MPR ini sangat berbahaya dan bisa memicu perpecahan bangsa.
Karena Ketua MPR itu, sebagai lembaga satu-satunya yang bisa melakukan ‘kudeta konstitusi’, sudah menyatakan suaranya, yang bertentangan dengan suara mayoritas rakyat Indonesia yang tercermin dari hasil survei.
Maka itu, rakyat Indonesia sudah tidak percaya lagi kepada Ketua MPR, dan dengan ini menyatakan mosi tidak percaya dan menuntut Bambang Soesatyo mengundurkan diri. (*)