Koalisi Besar Kocar Kacir, Pilpres Diikuti Dua Pasang, Karma Bagi Prabowo

Oleh Laksma TNI Pur Ir Fitri Hadi S, MAP - Analis Kebijakan Publik

WAKTU pendaftaran calon presiden dan wakil presiden pada pemilu 2024 semakin dekat, tiga  koalisi telah terbentuk yaitu KPP (Koalisi Perubahan untuk Persatuan) terdiri dari partai NasDem, Partai Demokrat dan PKS, lalu KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) terdiri dari partai Golkar, PAN dan PPP serta KKIR (Kolisi Kebangkitan Indonesia Raya)  yaitu partai Gerindra dan PKB.

Dari ketiga koalisi tersebut hanya KPP yang sudah solid menunjuk calon presidennya yaitu Anies Rasyid Baswedan. Dua koalisi lainnya yaitu KKIR dan KIB masih belum dapat menentukan siapa calon presiden yang mereka sepakati meski koalisi tersebut masing masing telah memenuhi syarat ambang batas.

KKIR dan KIB jangankan berhasil memilih siapa calon presiden mereka, malah justru membentuk koalisi baru yaitu Koalisi Besar yang merupakan gabungan dari KKIR dan KIB di bawah binaan Jokowi. Meleburnya KKIP dan KIB  menjadi Koalisi Besar pada Minggu, 2 April 2023 yang dihadiri Jokowi, terkesan pada pertemuan tersebut memberikan dukungannya pada koalisi ini, dan menunjukkan keberpihakannya pada salah  satu ketua partai dari koalisi tersebut.

Kemudian, mejelang atau pada Hari Raya Idul Fitri, PDIP mengumumkan  penugasan Ganjar Pranowo sebagai calon presidennya pada Jumat 21 April 2023. PDIP yang jumlah suaranya di DPR telah memenuhi syarat ambang batas tidak perlu berkoalisi dengan partai manapun untuk mencalonkan kadernya sebagai presiden pada pemilu tahun 2024. Dengan demikian saat ini telah ada dua calon presiden yang memenuhi syarat ambang batas yaitu Anies Rasyid Baswedan yang diusung oleh Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) dan Ganjar Pranowo yang diusung oleh PDIP.

Namum, apakah hanya 2 calon saja yaitu Anies dan Ganjar sebagai calon presiden pada pemilu 2024 nanti? Bagaimana dengan Koalisi Besar atau KIB dan KKIR? Mampukah koalisi-koalisi tersebut menunjuk siapa calon presidenya? Mari kita hitung faktor-faktor kemungkinannya sebagai berikut :

1. Faktor penentu Megawati, politisi kawakan sejak zaman Presiden Soeharto Ketika PDIP masih bernama PDI. Pada pemilu tahun 2014 sebagai ketua atau pemimpin tertinggi di PDIP, kuat dugaan bahwa Megawati akan mencalonkan dirinya kembali sebagai calon presiden dari partainya, namun di saat yang paling menentukan Megawati justru memberi jalan bagi Jokowi sebagai calon presiden dari partai PDIP. Di sini tampak bahwa tim Megawati begitu realistis dan penuh perhitungan dan terbukti Jokowi memenangkan pemilu tahun 2014 walau mimim dukungan dari partai-partai yang ikut pemilu.

Kemudian tahun 2024, ketika Jokowi tidak mungkin lagi maju sebagai calon Presiden, diduga kuat PDIP akan menjadikan Puan Maharani sebagai calon presiden atau calon wakil presiden dari PDIP. Sementara Ganjar Pranowo dipinggirkan dan dianggap bermain 2 kaki, permainan yang tidak disukai Megawati. Politisi senior dari PDIP Trimedya Panjaitan pada acara ILC Sabtu 4 Juni 2022, mengatakan Ganjar tidak punya prestasi untuk layak didukung sebagai calon presiden. Pada kesempatan tersebut justru prestasi negatif seperti masalah rob di Jawa Tengah dan Jawa Tengah sebagai salah satu daerah termiskin di Indonesia.

Walau mendapat penilaian negatif dari sejawatnya sendiri, termasuk dari Puan Maharani, PDIP tidak punya pilihan dan harus mengakui Ganjar adalah satu satunya kader PDIP yang paling potensial untuk maju menjadi calon presiden menyaingi Anies Rasyid Baswedan. Meskipun demikian Ganjar harus berhati hati, dia tidak lain hanya petugas partai. Salah bertindak maka penugasannya sebagai calon presiden dapat saja dicabut dan berpindah keorang lain, termasuk pindah ke Puan Maharani.

2. Permainan Jokowi benar benar licin. Sang Jenderal benar-benar dibuatnya bagaikan layang-layang putus tali. Dari pernyataan Jokowi pada acara HUT Perindo Jakarta Senin 7 November 2022 bahwa tahun 2024 adalah jatahnya Prabowo memenangkan Pilpres. Mendengar pernyataan itu Prabowo yang juga hadir di situ langsung berdiri dan memberikan hormat. Begitu pula ketika dikatakan aura Jokowi pindah ke Prabowo, maka Ketua Partai Gerindra itu langsung sungkem kepada Jokowi yang duduk di sebelahnya. Prabowo tampak begitu berharap mendapat dukungan dari Jokowi sehingga Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum partai Gerindra Prabowo Subianto mengaku siap melanjutkan kepemimpinan Jokowi yang dinilainya berhasil. Dibentuknya Koalisi Besar yang dihadiri Jokowi benar benar melambungkan harapan bagi Prabowo dengan menyebut bahwa Gerindra, Golkar, PPP, PAN dan PKB berada satu tim dengan Jokowi.

Semua itu adalah permainan Jokowi, yaitu dapat dikatakan memberikan PHP (Pemberi Harapan Palsu) membuat begitu respeknya Prabowo pada Jokowi. Ada yang dilupakan pada semua itu, bahwa pergantian presiden bukanlah pergantian tongkat estafet yang diberikan dari pendahulunya kepada pelari berikutnya. Pergantian presiden adalah kompetisi dan hak demokrasi rakyat Indonesia, bukan warisan dari presiden pendahulunya.

3. Koalisi Besar Kocar Kacir, hanya seumur jagung. Hal ini bisa terjadi karena partai-partai yang tergabung dalam koalisi ini kehilangan pemersatunya yaitu Jokowi. Apalagi sepanjang sejarah pemilu di Indonesia, selain Gerindra semuanya adalah partai partai pengikut, partai yang tidak berani secara tegas memperjuangkan kadernya sebagai calon presiden. Kuat kemungkinannya kolisi Besar bubar karena Jokowi yang diharapkan sebagai pemersatunya tentu akan menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya, hanya mendukung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden. Sebagai sesama petugas partai PDIP, Jokowi tentu akan lebih condong mendukung Ganjar yang memang sejak semula telah diisyaratkannya.

Golkar, PAN, PPP atau Koalisi Indonesia Bersatu kemungkinan juga bubar dan memilih bergabung ke PDIP atau ke KPP.   Hal ini dapat terjadi dilihat tidak adanya keberanian dari KIB walau koalisinya telah memenuhi syarat ambang batas namun tidak berhasil menunjuk siapa calon presidennya. 

Demikian pula dengan PKB dan Gerindra atau Koalisi KIR walau telah memenuhi ambang batas akan bubar pula. Gerindra dan PKB tidak mungkin saling berebut mencalonkan ketuanya sebagai calon presiden. Meskipun bila PKB bersedia menjadikan cak Imin hanya sebagai calon wakil presiden namun pasangan Prabowo Cak Imin amat kecil peluangnya untuk memenangkan  pemilu tahun 2024 bersaing dengan Anies dan Ganjar. Biaya Pemilu yang begitu mahal maka bagi PKB lebih realistis bergabung ke PDIP, selain terbuka peluang sebagai calon wakil presiden mendampingi Ganjar, juga Ganjar lebih memungkinkan menang dibanding dengan Prabowo walau berpasangan dengan siapapun.  Prabowo dengan Gerindra sulit mempertahankan koalisinya dengan PKB akhirnya  bubar ditinggal sendiri untuk menentukan pilihanya. 

4. Prabowo dan Partai Gerindra dalam posisi yang dilematis, sulit menentukan pilihan dengan ditunjuknya Ganjar sebagai calon presiden dari PDIP. Bagi PKB koalisi KIR sudah tidak menarik dan sulit bagi Gerindra untuk dapat menahan PKB tetap dalam koalisi KIR. Prabowo dengan partainya Gerindra akhirnya ditinggal sendirian. Bergabung dengan PDIP atau dengan KPP (Nasdem, Demokrat dan PKS) mau tidak mau harus merelakan ketuanya Prabowo sebagai calon wakil presiden, itupun kalau diterima oleh Ganjar maupun PDIP. Ditinggalnya Prabowo sendirian dapat dikatakan karma yang menimpa Prabowo. Pada puemilu tahun 2019 Prabowo meninggalkan pendukungnya demi sebuah jabatan, dan sekarang Prabowo ditinggal sendiri oleh rekan sejawatnya. Prabowo ditinggal oleh Jokowi orang yang begitu diagungkannya dan diharapkanya.

Dari analisi di atas maka dapat disimpulkan pemilu tahun 2024 diikuti hanya oleh 2 calon presiden yaitu Anies Rasyid Baswedan dan Ganjar Pranowo sesuai yang diharapkan oleh Presiden Jokowi. Meskipun demikian masing masing mempunyai kendala menuju pendaftaran untuk tetap dicalonkan sebagai calon presiden pada saat pendaftaran dan pemilihan capres dan cawapres pada tanggal 19 Oktober 2023  sampai dengan 25   November 2023. 

Kendala Anies Rasyid Baswedan dari eksternal partai pedukungnya yaitu kudeta partai Demokrat oleh Jendral TNI pur Moeldoko, dan tekanan dari Jokowi pada NasDem dengan reshuffle kabinet serta upaya kriminalisasi Anies oleh KPK.

Kendala Ganjar Pranowo terutama datang dari internal partainya yaitu PDIP. Ganjar hanya berstatus petugas partai PDIP dan beberapa pernyataan miring tentang Ganjar justru datang dari kalangan PDIP sendiri. Beberapa petinggi partai menganggap Ganjar tidak berprestasi sebagai Gubernur Jawa Tengah dan Puan Maharani sebelumnya lebih dinominasikan sebagai calon presiden merupakan hambatan yang tidak bisa dianggap ringan. Di sisi lain,  Puan Maharani merasa perlu meyakinkan dirinya dan partainya untuk solid.

Surabaya 24 April 2023

1098

Related Post