Kolonel Hendi Suhendi : Prajurit, Suami & Ayah Sejati

Sebagai seorang ayah, kelak anak-anak sang Kolonel Hendi akan tahu bahwa ayahnya adalah seorang prajurit sejati. Suami sejati dan sang ayah sejati. Sejarah akan mengungkap, bahwa ayahnya bukan seorang pengkhianat negara.

Oleh Nasrudin Joha

Jakarta, FNN - Akhirnya, Kolonel Kav Hendi Suhendi resmi dicopot dari jabatan Dandim 147/Kendari, Sultra. Kolonel Hendi menerima keputusan pencopotan jabatan karena postingan sang istri soal penusukan Wiranto.

Sebagai seorang prajurit sejati, sang Kolonel siap salah. Sebab doktrin prajurit itu, komandan tidak pernah salah. Sebagai prajurit, sikap legawa yang ditunjukan, menggambarkan betapa dia mampu menjaga marwah dan wibawanya sebagai seorang prajurit. Menjaga wibawa institusi TNI.

Padahal Kolonel Hendi diperlakukan tidak adil. Dipaksa menanggung beban atas kesalahan yang tidak diperbuatnya sendiri. Diperhinakan marwahnya sebagai perwira TNI. Sebagai seorang calon jendral TNI. Karena putusan sanksi diumumkan secara terbuka dihadapan public oleh komandannya.

Bahkan, Kolonel Hendi menanggung beban tanggungjawab atas perbuatan sang istri yang belum bisa dibuktikan kesalahannya. Belum ada penyelidikan. Belum juga ada penyidikan. Belum ada pembuktian secara hokum atas kesalahan yang diperbuat.

Belum juga ada putusan hakim yang menyatakan Kolonel Hendi bersalah. Toh dia telah menanggung konsekuensi hokum yang berat di rezim Jokowi. Dimana asas praduga tak bersalah itu hanya berlaku bagi mereka yang pro kepada penguasa saja.

Sebagai suami sejati, dia sanggup 'MIKUL DUWUR MENDEM JERO'. Dia begitu melindungi sang istri. Belahan jiwanya, dan ibu dari anak-anaknya. Ia merangkul sang istri, memperlakukannya selayaknya istri. Tidak terbesit rasa marah dan kesal, atas musibah yang menimpanya.

Hari-harinya Kolonel Hendi harus dihabiskan di jeruji besi untuk masa tahanan selama 14 hari ke depan. Sang Kolonel juga harus mempersiapkan ketangguhan mental sang istri untuk menghadapi ujian diperkarakan oleh komandan sang Kolonel di peradilan umum nanti.

Nampaknya, komandan sang Kolonel ini tidak cukup puas hanya dengan melihat dirinya masuk sel selama 14 hari. Tetapi sang komandan juga ingin melihat istri dari sang Kolonel masuk bui.

Sebagai seorang ayah, kelak anak-anak sang Kolonel Hadi ini akan tahu bahwa ayahnya adalah seorang prajurit sejati. Suami sejati dan sang ayah sejati. Sejarah akan mengungkap, bahwa ayahnya bukan seorang pengkhianat negara.

Tak mudah untuk bersikap kesatria. Apalagi dalam kubangan kekuasaan zalim di era Jokowi. Semua kritik terhadap rezim ditafsirkan kebencian, ditafsirkan SARA, dan ditafsirkan hoax. Sementara kedunguan akut yang menopang rezim, dianggap Pancasilais dan berbhineka tunggal ika.

Secara zahir memang berat. Sangat berat untuk melepaskan jabatan jika tidak atas kesadaran karena amanah. Bagi sebagian besar orang saat ini, jabatan adalah tuhan baru yang dipuja-puja. Jabatan juga dikejar dengan menghalalkan segala cara.

Suara pembelaan umat dan rakyat kepada Kolonel Hadi nyaring dank eras. Internal TNI, secara umum jelas akan berpihak pada kebenaran dan sikap kesatria Kolonel Hadi. Namun kekuasan saat ini sedang mengintensifkan represifme untuk memaksa rakyat memberikan ketaatan pada rezim.

Rezim ini tak peduli. Apakah ditaati karena cinta, atau terpaksa taat karena takut. Yang penting bagi rezim ini adalah rakyat diam. Rakyat tidak ribut, dan nurut saja meskipun terus dizalimi.

Sabar Pak Kolonel, karakter anda telah menujukan pribadi seorang calon jenderal sejati. Semoga, ujian ini tak mengurangi apapun kecuali menambah iman dan naiknya derajat anda sekeluarga, Amin amin amin ya robbal ‘alamain.

Penulis adalah Wartawan Senior

2503

Related Post