KOMPAS Mengajarkan, Media Besar Pun “Terpeleset”

Kompas Islamophobia, sangat membenci Islam. Bahkan, menurut Machfuds Dindin, Kompas menunjukan kedengkiannya terhadapi Anies Baswedan, adalah sebuah tindakan primitif.

Oleh: Iriani Pinontoan, Wartawan Senior Forum News Network (FNN)

KOMPAS mengajarkan Kompas. Media besar yang “terpeleset”. Apapun cerita pemimpin redaksinya, nasi sudah menjadi bubur.

Sampai hari ini, sudah 21.000 pembaca berkomentar untuk jawaban makjleb Anies Baswedan atas framing Kompas, sehari sesudah hadir di KPK, Kamis, 8 September 2022.

Anies yang sedang memimpin hasil survei lembaga survei manapun, sebagai Calon Presiden 2024 memang tak disukai rezim ini. Bahkan KPK sendiri. Jadi, wajar jika Anies dipanggil untuk memberi keterangan pelaksanaan Formula E-1 dan nasib perhelatan hebat ini, jika sudah tidak lagi menjabat gubernur DKI Jakarta.

Naif memang. Orang lalu bertanya, apakah KPK serius? Ini atas pesanan siapa Anies ingin dikriminalisasi?

Begitu juga atas framing Kompas. Bayangkan saja, Anies datang ke KPK pagi itu berseragam gubernur putih hitam menenteng map biru, sendirian. Lalu Anies diperiksa KPK selama 11 jam.

Esoknya, tulisan panjang Kompas pun dilengkapi foto Anies memakai jaket hitam. Sebuah logika yang sungguh menyesatkan sebagai koran besar.

Anies Baswedan lalu menulis pada Instagramnya (dikutip utuh), sebagai berikut:

Kemarin, sehari sesudah memenuhi undangan KPK untuk memberikan keterangan terkait Formula-E, saya menerima banyak pesan memberitahukan tentang berita yang dimuat di Harian Kompas. Judul beritanya besar: “Korupsi Bukan Lagi Kejahatan Luar Biasa”. Isinya mayoritas tentang pembebasan bersyarat 23 narapidana tipikor.

Terdapat pula kolom berisi daftar napi tipikor yang dibebaskan. Yang aneh: yang terpampang adalah foto Gubernur DKI. Tidak ada hubungan dengan topik yang ditulis di dalam artikel. Di bagian akhir artikel terdapat tiga paragraf kecil tentang kedatangan Gubernur DKI ke KPK, yang juga tidak ada hubungan dengan topik beritanya.

Media memang memiliki kekuatan besar dalam membentuk persepsi, opini dan perasaan pembacanya. Karena memiliki kekuatan besar inilah maka media harus memiliki tanggung jawab yang besar pula. Media sebagai pilar demokrasi bukannya tidak boleh berpihak. Sebaliknya, ia justru harus berpihak, pada kebenaran, keadilan, dan objektivitas. Tanggung jawab media memang berat, karena risiko dampak salah langkahnya pun besar.

Kemarin, beberapa pemimpin Kompas menjelaskan pada saya, bahwa penempatan foto itu adalah kelalaian, tak ada niat framing buruk. Memang disayangkan kesalahan mendasar seperti itu terjadi di media seperti Kompas yang pastinya memiliki mekanisme pengawasan berlapis.

Hari ini, Kompas memasang berita baru yang menjelaskan secara lebih objektif terkait kedatangan saya ke KPK. Kompas hari ini memberi contoh kepada Kompas kemarin tentang bagaimana sebuah berita seharusnya ditulis.

Dahulu, Kompas sebenarnya hendak diberi nama Bentara Rakyat. Namun Bung Karno memberi usul nama Kompas, karena kompas adalah penunjuk arah dan jalan. Kita berharap, filosofi nama Kompas ini terus dijaga. Apabila sebuah kompas berfungsi baik, maka kita lancar dan selamat mengarungi perjalanan. Apabila jarumnya terpengaruh oleh magnet (polar), maka ia tak lagi dapat menjadi penunjuk arah.

Saya memilih mempercayai penjelasan pemimpin di Kompas dan, walau banyak yang menyarankan, saya memilih tidak membawa masalah ini kepada Dewan Pers. Namun, saya memilih tetap menyampaikan catatan ini pada publik agar bisa menjadi pengingat bagi kita semua dalam bernegara dan berdemokrasi.

Pilihan Anies untuk menulis di IG pribadinya adalah pilihan bijaksana. Betapa masyarakat perlu tahu yang sebenarnya media mainstreem, koran sebesar Kompas bisa terpeleset.

Bahkan beberapa netizen berkomentar:

Kompas Islamophobia, sangat membenci Islam. Bahkan, menurut Machfuds Dindin, Kompas menunjukan kedengkiannya terhadapi Anies Baswedan, adalah sebuah tindakan primitif.

Beda lagi Maryam Bachmid, wartawati senior, berpendapat sekelas Kompas yang leading newspaper memuat foto dengan berita yang sama sekali bukan ilustrasi yang benar. “Seperti malu-malu mengakui prestasi Anies,” kata Maryam. (*)

528

Related Post