Korban Vaksin Masih Saja Terjadi

Oleh: Mochamad Toha

Vaksinasi kembali memakan korban. Kali ini menimpa seorang Ketua RT di Dusun Babadan, Kelurahan Tinap, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Jarwanto, sang Ketua RT itu meninggal dunia usai seminggu divaksin Covid-19.

Tak jelas, jenis vaksin apa yang disuntikkan pada pria berusia 40 tahun itu. Faktanya, setelah divaksin, Jarwanto diketahui terpapar Covid-19. Jarwanto meninggal dalam perawatan di RSUD dr Sayidin Magetan usai melakukan vaksinasi Covid-19 sepekan sebelumnya.

Ketika menjalani vaksinasi, mendiang Jarwantio bermaksud ingin memberi contoh kepada warganya agar bersedia divaksin di Balai Desa Pojoksari, tetangga desa. Namun, sepekan kemudian, stamina ayah seorang putri itu tiba-tiba drop dan meninggal dunia.

Karena dirawat di masa pandemi, ia pun dinyatakan meninggal karena terpapar Covid-19. Bahkan matanya sempat tak melihat usai divaksin Covid-19.

“Kondisinya sempat semakin drop, bahkan matanya terbuka tapi tak bisa melihat sekeliling, bicaranya juga tak jelas," kata Suwito, salah seorang warga Desa Baron, Kecamatan Magetan yang masih saudara ipar Jarwanto seperti dilansir Surya, Kamis akhir Juli 2021 lalu.

“Badan sudah lemas, tidak bisa jalan. Kondisi itu terjadi seminggu setelah divaksin,” imbuh Jarwanto. Karena meninggalnya almarhum Jarwanto dikabarkan kena Covid-19, istri dan anaknya sempat dijauhi tetangga.

Karena itulah pihak keluarga melakukan swab test ke Puskesmas Sukomoro. “Istri dan anak almarhum, saya antarkan untuk swab test ke Puskesmas Sukomoro, hasilnya negatif,” ujar Suwito.

Dari informasi yang didapatkan, Jarwanto menghembuskan nafas terakhirnya di RSUD dr Sayidiman setelah mengalami drop. Keluarga membawa Jarwanto setelah sepekan menjalani vaksinasi Covid-19 di Balai Desa Pojoksari, Kecamatan Sukomoro.

Menurut istri dan anaknya, korban tidak mengeluh apa-apa usai menjalani vaksinasi. Bahkan masih memimpin kerja bakti di lingkungannya dan mengajar mengaji untuk anak-anak dan orang tua di masjid desa.

Almarhum Jarwanto memang punya riwayat asam lambung. “Tetapi setelah diperiksa tenaga medis ia dinyatakan sehat, sehingga tetap divaksin,” kata Serma TNI AU Samuji, kakak ipar Jarwanto.

Dituturkan Samuji, saat Jarwanto drop dan akan dibawa ke RSUD, pihaknya diminta untuk tandatangan kalau korban terpapar Covid-19. “Kami pun tanda tangan karena takut kalau ia (Jarwanto) tidak tertolong. Almarhum meninggal kekurangan oksigen,” kata Samuji.

Sementara Lurah Tinap, Suwarni mengakui bahwa selama pandemi sudah ada 13 warganya yang meninggal akibat Covid-19. Yaitu 11 warga asli dari Kelurahan Tinap, satu orang asal Jakarta, dan satu asal Bangkalan.

Ketika seseorang meninggal dan dinyatakan karena Covid-19, tidak ada lagi daya dan upaya keluarga korban untuk meminta pertanggungjawaban dari Pemerintah sebagai penyelenggara vaksinasi. Apalagi, selama ini dalihnya selalu: karena ada komorbid.

Tapi, untuk kasus Trio Fauqi Virdaus, warga Buaran, Jakarta Timur, yang meninggal dunia sehari setelah disuntik vaksin AstraZeneca, Pemerintah tampak sulit mengelaknya. Apalagi, hasil otopsi menyebut, tidak ada komorbid pada korban.

Hasil autopsi dibacakan dokter RSCM pada Selasa sore akhir Juli 2021. Hanya menerangkan dua poin saja, yakni Trio dinyatakan tidak ada komorbid atau penyakit penyerta. Poin dua, ada flek hitam di paru-paru, tapi flek ini tak berkaitan dengan kematian.

Viki, kakak korban menerangkan, hasil autopsi Trio dibacakan melalui Zoom yang diikuti Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas KIPI), Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan DKI, Dokter dari RSCM, dan Puskesmas Duren Sawit.

“Hasilnya itu saja, jadi tidak ada komorbid baik penyakit jantung, diabetes, itu tidak ada. Makanya, kalau tidak ada komorbid, kondisinya sehat walafiat, tidak ada riwayat penyakit berat, ini murni karena vaksin dong,” ujarnya.

Korban vaksinasi terbaru adalah Amelia Wulandari, seorang mahasiswi akhir pada Fakultas Hukum Universitas Syiah (USK) Kuala Banda Aceh.

Sejak Minggu (1/8) 2021 Amelia harus dirawat di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh karena lumpuh setelah mendapatkan vaksinasi anti-COVID-19 oleh tenaga kesehatan.

Semula korban dirawat di Rumah Sakit Swasta Montella Meulaboh, tapi karena kondisinya memburuk kemudian ia dirujuk ke RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Syarifah Junaidah, seorang mahasiswi yang lumpuh setelah mendapatkan penyuntikan vaksin Sinovac diduga mengalami psikosomatis.

“Jadi, dugaan sementara pasien mengalami psikosomatis, artinya banyak cemas atau pikiran yang berlebihan setelah mendapatkan vaksinasi,” kata Syarifah Junaidah, Selasa (3/8/2021).

Meski saat ini korban mengaku lumpuh setelah mendapatkan penyuntikan, namun menurut Kadinkes, hal tersebut belum bisa dipastikan secara medis.

Menurut Syarifah Junaidah, untuk bisa memastikan seseorang lumpuh tersebut harus adanya uji laboratorium dan pemeriksaan lebih lanjut guna memastikan penyebab pastinya.

Jadi, pihaknya belum bisa pastikan apakah lumpuh ini karena vaksin atau faktor lain, masih perlu pendalaman lebih lanjut secara medis.

Pihaknya bersama dokter di RSUD Cut Nyak Dhien masih terus melakukan pemantauan dan pemberian obat-obatan kepada pasien, sehingga diharapkan kondisi pasien Amelia Wulandari semakin membaik, demikian Syarifah Junaidah.

Perlu dicatat, dengan mutasi yang begitu cepat dan semakin kuat, Covid-19 sekarang ini tidak hanya menyerang saluran pernafasan hingga masuk ke paru-paru, tapi juga mulai menyerang saluran pencernaan, sistem saraf, dan mata.

Mengapa corona bisa bermutasi sampai ratusan variasi genetika yang berbeda? Salah satunya karena masifnya penyemprotan desinfektan berbasis alkohol dan bahan kimia lainnya. Inilah yang tidak pernah dipikirkan oleh para peneliti.

Perlu diingat, virus corona itu basic-nya seperti virus influenza. Habitatnya juga ada di kulit sekitar hidung manusia. Mereka ini bertugas membersihkan zat-zat patogen yang menempel di kulit sekitar hidung dan bibir atas.

Sifat dasar virus (bakteri) itu serupa dengan antibodi, manusia, hewan, atau tanaman. Yakni, kalau mereka tersakiti, mereka akan memperkuat dirinya, dan menggandakan dirinya beratus-ratus kali lipat, dibandingkan pada kondisi normal.

Covid-19 yang tertuduh sebagai pembunuh massal sadis itu, berusaha dibunuh secara massal pula, dengan disemproti desinfektan secara massal. Akibatnya, ada sebagian yang mati, ada sebagian yang masih hidup.

Barangkali yang masih hidup lebih banyak dibanding dengan yang telah mati. Karena sudah menjadi sifatnya virus/bakteri itu, maka yang hidup ini menggandakan dirinya beratus-ratus atau beribu-ribu kali lebih banyak dan lebih kuat dibanding sebelumnya.

Kalau sebelumnya kemampuan terbangnya hanya sekitar 1,8-2 m, menjadi akan lebih jauh lagi dibanding dengan itu. Kemampuan terbang lebih jauh inilah yang menyebabkan mereka menjadi bersifat “airborne infection”.

Akibat dari penyemprotan desinfektan secara massal, menyebabkan mereka menjadi: Lebih banyak; Lebih kuat; Mampu terbang lebih jauh; Daya rusaknya lebih hebat. Makanya tidak heran kalau sekarang ini banyak ditemukan varian baru corona di dunia.

Dengan mutasi yang begitu cepat dan kuat, Covid-19 sekarang ini tidak hanya menyerang saluran pernafasan hingga masuk ke paru-paru, tapi juga menyerang saluran pencernaan, sistem saraf, dan mata.

Kasus yang menimpa Amelia Wulandari merupakan wujud dari serangan Covid-19 ke sistem saraf sehingga menyebabkan kelumpuhan. Sedangkan kasus Jarwanto sehingga matanya tak bisa melihat sekeliling, adalah wujud serangan terhadap mata.

Untuk kasus Trio Fauqi Virdaus yang ada flek hitam di paru-parunya, sehari setelah divaksin Astra Zeneca, diduga kuat karena terjadi penggumpalan darah.

Penulis adalah Wartawan FNN.co.id

300

Related Post