KPK Konfirmasi Kakanwil BPN Riau Soal Pengurusan HGU PT AA
Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau M Syahrir soal pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) oleh PT Adimulia Agrolestari (AA).
KPK memeriksa M Syahrir sebagai saksi untuk tersangka Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) nonaktif Andi Putra (AP) di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/12) dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait perpanjangan izin HGU sawit di Kabupaten Kuansing, Riau.
"Dikonfirmasi antara lain terkait dengan mekanisme dan prosedur pengurusan HGU, yang salah satunya pengurusan HGU oleh PT AA yang diduga ada aliran dana dalam pengurusan dimaksud," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
KPK telah menetapkan Andi Putra bersama General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso (SDR) sebagai tersangka.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan untuk keberlangsungan kegiatan usaha dari PT Adimulia Agrolestari yang sedang mengajukan perpanjangan HGU yang dimulai pada 2019 dan akan berakhir pada 2024, salah satu persyaratan untuk kembali memperpanjang HGU adalah dengan membangun kebun kemitraan minimal 20 persen dari HGU yang diajukan.
Adapun lokasi kebun kemitraan 20 persen milik PT Adimulia Agrolestari yang dipersyaratkan tersebut terletak di Kabupaten Kampar, Riau di mana seharusnya berada di Kabupaten Kuansing.
Agar persyaratan tersebut dapat terpenuhi, Sudarso kemudian mengajukan surat permohonan kepada Andi Putra dan meminta kebun kemitraan PT Adimulia Agrolestari di Kampar disetujui menjadi kebun kemitraan.
Selanjutnya, Sudarso dan Andi Putra bertemu. Andi Putra menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya dibangun di Kabupaten Kuansing dibutuhkan minimal uang Rp2 miliar.
Sebagai tanda kesepakatan, pada September 2021 diduga telah dilakukan pemberian pertama oleh Sudarso kepada Andi Putra uang sebesar Rp500 juta. Selanjutnya pada Oktober 2021, Sudarso diduga kembali menyerahkan uang sekitar Rp200 juta kepada Andi Putra.
Sudarso selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan Andi Putra disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (sws)