M. Kace Tidak Hadir Tiga Kali Dalam Persidangan Napoleon Bonaparte
Jakarta, FNN --- Pada hari Kamis, 16 Juni 2022 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kembali digelar sidang dugaan tindak pidana kekerasan terhadap M.Kace, atas terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte.
Agendanya adalah pemeriksaan saksi- saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun pada sidang tersebut, M. Kace sebagai saksi korban kembali tidak hadir untuk ketiga kalinya.
Dengan alasan sedang proses banding di Pengadilan Tinggi Bandung, Jawa Barat.
Menurut Juju Purwantoro selaku pengacara Napoleon Bonaparte, dalam persidangan terungkap bahwa para saksi tidak “mendengar sendiri, melihat sendiri dan mengalami sendiri” (pasal 1, butir 26 KUHAP), atas peristiwa penganiayaan oleh Napoleon Bonaparte kepada M. Kace.
"Pada dasarnya walaupun kesaksian 'Testimonium de auditu' (saksi yang mendapat keterangan /diperoleh dari orang lain) tapi setidaknya dapat menjadi alat bukti petunjuk," ujar Jujur Purwantoro.
M. Kace juga sudah divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Ciamis, atas perkara penistaan agama.
Dalam persidangan di PN Jaksel, hakim ketua Djuyamto mengingatkan, Jaksa penuntut umum wajib menghadirkan saksi di dalam persidangan berikutnya.
Pada sidang tersebut, JPU menghadirkan dua saksi yang juga sebagai anggota Polri, yakni Bripda Asep Sigit dan Bripka Wandoyo.
Mendengar ketidakhadiran Kace untuk kali ketiga sebagai saksi korban, Napoleon selaku terdakwa bereaksi. Terdakwa memohon pada majelis hakim untuk meniadakan atau menggugurkan keterangan yang telah disampaikan Kace pada sidang sebelumnya.
"Mengingat sudah ketiga kali saudara Kace tidak hadir, saya sebagai terdakwa mohon kepada majelis hakim untuk meniadakan keterangan saksi Kace sebagai pelapor, karena dia tidak merasa sidang ini penting," tegas Napoleon.
Menurut JPU, M. Kace tidak dalam kondisi sakit. Dengan demikian, artinya Kece dalam kondisi sehat.
Menurut KUHAP, "hakim dapat memerintahkan JPU untuk menghadirkan saksi Kece secara paksa, sesuai pasal 159 ayat (2) KUHAP."
Persidangan tetap berlangsung dengan agenda pemeriksaan saksi- saksi dari aparat rutan Bareskrim yaitu Bripka Wandoyo dan Bripka Asep Sigit.
Fakta persidangan mengungkap bahwa para saksi tidak “mendengar sendiri, melihat sendiri dan mengalami sendiri” (pasal 1, butir 26 KUHAP), atas peristiwa penganiayaan oleh Napoleon Bonaparte kepada M. Kace.
Pada dasarnya walaupun kesaksian 'Testimonium de auditu' (saksi yang mendapat keterangan /diperoleh dari orang lain) tapi setidaknya dapat menjadi alat bukti petunjuk.
Saksi tersebut juga menerangkan, bahwa mendengar langsung dari Kece bahwa dia tidak mengetahui secara pasti siapa saja yang telah melakukan penganiayaan terhadapnya.
Dalam surat dakwaannya, JPU mendakwa Napoleon Bonaparte melanggar pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP, subsider-nya, pasal 170 ayat (1), atau pasal 351 ayat (1) juncto pasal 55 ayat (1) KUHP dan lasal 351 ayat (1) KUHP. (TG)