Manuver MPR Tunda Pemilu

Catatan Muhammad Chirzin - Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta 

BREAKING NEWS: MPR Akan Usulkan Amendemen Atur Penundaan Pemilu di Masa Darurat.

MPR membuka peluang untuk mengusulkan amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) untuk membuat aturan penundaan pemilu di masa darurat.

Meski demikian, MPR menegaskan bahwa usulan itu tidak terkait penundaan Pemilu 2024 dan kontestasi akan berjalan sesuai jadwal.

Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan, pihaknya akan mengusulkan wacana tersebut dalam sidang tahunan MPR pada Rabu, 16 Agustus mendatang. Arsul mengakui wacana itu mulai jadi pembahasan di internal lembaganya dalam beberapa waktu terakhir, menyusul pengalaman saat pandemi 2020 lalu.

Pasalnya, kata Arsul, UUD yang berlaku saat ini belum mengatur soal penundaan pemilu di masa darurat seperti pandemi. Menurutnya wacana penundaan pemilu di masa darurat harus menjadi diskursus bersama.

Dia menegaskan aturan soal penundaan pemilu saat ini tak bisa hanya lewat undang-undang. Sebab, tak ada dasar hukum dalam UUD untuk mengatur hal itu. Oleh karenanya, amandemen UUD untuk mengatur hal itu perlu menjadi pembahasan.

"Kalau hanya diubah dengan undang-undang tidak bisa. Kalau kemudian tetap dilaksanakan, maka rakyat boleh membangkang," kata dia.

Menurut Arsul, jika nantinya diatur dalam UUD, dia berharap MPR bisa diberi kewenangan untuk menentukan penundaan pemilu. Dia memastikan pihaknya akan menyampaikan wacana tersebut dalam sidang tahunan mendatang.

"Bahwa amendemennya itu nanti setelah MPR hasil pemilu, itu soal lain. Tapi ini harus ada yang kita pikirkan, gagasan itu harus kita lempar dari sekarang," kata Arsul.

Arsul berharap wacana tersebut tak menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat. Oleh  karena itu, pihaknya tetap akan menegaskan Pemilu 2024 tetap harus diselenggarakan tepat waktu.

"Tetapi supaya orang tidak curiga jangan-jangan mau menunda pemilu lagi, makanya kita tegaskan dulu di sidang tahunan, (bahwa) posisi MPR itu pemilu 14 Februari harus on time," imbuhnya. (Sumber Berita / Artikel Asli : CNN Indonesia).

MPR tampak bernafsu mengamandemen UUD NRI 1945 (lagi) untuk menggoalkan pasal tentang darurat penundaan Pemilu.

Salah seorang kawan di grup WA berkomentar, "Sekadar info saja, adakah keadaan yang bisa mengarah ke sana?"

Rekan yang lain menimpali, "Yang bisa membuat dan mengumumkan situasi darurat itu hanya penguasa. Setelah itu seri berikutnya umumkan pemilu ditunda."

Menurut hemat penulis, dalam konteks kekinian, hal itu melanggar konstitusi, karena situasi darurat secara objektif tidak ada, yang ada adalah situasi darurat yang dibuat-buat secara subjektif.

Sementara ini DPD RI telah mengagendakan FGD Jum'at, 11  Agustus 2023 membedah proposal kenegaraan DPD RI: Menyempurnakan dan memperkuat sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa menyatakan demikian.

DPD RI telah memutuskan dalam Sidang Paripurnanya tanggal 14 Juli 2023, secara kelembagaan mengambil inisiatif untuk menawarkan kepada seluruh stakeholders bangsa Indonesia, guna membangun kesadaran kolektif untuk melakukan koreksi total terhadap sistem bernegara Indonesia dengan cara kembali kepada sistem bernegara sesuai rumusan para pendiri bangsa, yang kemudian disempurnakan, dan diperkuat melalui teknik adendum konstitusi. 

Salah satu latar belakang tawaran tersebut ialah bahwa sistem bernegara Indonesia, sejak era Reformasi, semakin menjauhkan Indonesia dari upaya mewujudkan cita-cita lahirnya bangsa dan negara Indonesia, seperti tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945. 

Konstitusi Indonesia hasil amandemen pada tahun 1999 hingga 2002 telah meninggalkan Pancasila sebagai Identitas Konstitusi. Pasal-pasal di dalam Konstitusi Indonesia hasil perubahan tersebut justru menjabarkan Ideologi Individualisme dan Liberalisme. 

Lima agenda proposal kenegaraan DPD RI dalam konteks menyempurnakan dan memperkuat sistem bernegara sesuai rumusan para pendiri Bangsa adalah sebagai berikut.

Pertama, mengembalikan MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang sufficient, dengan sistem tersendiri yang merupakan kedaulatan suatu bangsa. 

Kedua, membuka peluang anggota DPR RI berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan/independen atau non partisan, selain dari peserta pemilu unsur anggota partai politik. Sebagai bagian dari memastikan bahwa proses pembentukan Undang-Undang yang dilakukan DPR RI bersama Presiden, tidak didominasi oleh keterwakilan political group saja, tetapi juga secara utuh di redundancy oleh people representative. 

Ketiga, memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme bottom up, bukan appointed by president seperti terjadi di Era Orde Baru. Dengan address Utusan Daerah yang berbasis kesejarahan negara-negara dan bangsa lama di Nusantara, yaitu raja dan sultan nusantara, serta suku, dan penduduk asli Nusantara. Sedangkan Utusan Golongan bersumber dari Organisasi Sosial Masyarakat dan Organisasi Profesi yang memiliki kesejarahan dan bobot kontribusi bagi pemajuan Ideologi, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan Keamanan, dan Agama bagi Indonesia. 

Keempat, memberikan ruang review dan pemberian pendapat kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR dan Presiden. 

Kelima, menempatkan secara tepat tugas, peran, dan fungsi Lembaga Negara yang sudah dibentuk/ada, dengan tolok ukur penguatan sistem Demokrasi Pancasila.

Apa yang digagas oleh MPR untuk dibawa ke sidangnya tanggal 16 Agustus 2023 tersebut terdahulu jauh panggang dari api. (*)

585

Related Post