Masih Adakah TNI untuk Rakyat?
Oleh: Yusuf Blegur
Sebagai tentara rakyat Indonesia TNI biasanya hadir pada saat rakyat mengalami kesengsaraan. TNI selalu bersama rakyat dalam keadaan sesulit apa pun. Sebagai anak kandung rakyat, kekuatan yang lahir dari rahim rakyat, TNI tak akan sanggup melihat rakyat tertindas, hidup dalam penderitaan. Sebagai institusi kekuatan bersenjata,, TNI menjadi tempat perlindungan utama bagi rakyat dalam menghadapi musuh yang datang dari luar maupun dari dalam. Sejarah menoreh catatan emas perjalanan kekuatan dwi tunggal tersebut. Bahwasanya, TNI bersama rakyat berjuang bersama merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Baik dari penjajahan asing maupun pengkhianatan dari bangsanya sendiri. TNI juga merupakan pintu gerbang terakhir penyelamatan Pancasila, UUD 1945 dan keberlangsungan NKRI.
Medan pertempuran yang dihadapi suatu negara saat ini, mungkin saja berbeda dengan model peperangan beberapa dekade yang lalu, dimana peperangan tidak selalu soal aneksasi atau penguasaan fisik dan dengan menggunakan kekuatan bersenjata. Kecenderungan perang kekinian menjadi lebih dinamis, modern, dan bervariasi. Penggunaan senjata tidak melulu dibutuhkan untuk penaklukan suatu negara.
Seiring waktu, sesuai kemajuan zaman dengan pesatnya perkembangangan informasi dan teknologi, banyak cara satu atau beberapa negara menancapkan kuku kekuasaannya pada negara lain. Target kekuasaan juga tidak mutlak pada merebut atau menguasai keseluruhan suatu wilayah atau negara secara fisik semata.
Dengan kata lain, penguasaan ekonomi, penguasaan politik dan penguasaan budaya suatu bangsa juga menjadi alat dan metode yang efisien dan efektif dari penjajahan. Proxy War, perang asimetri dan CBRE kini menjadi perang modern yang menyelimuti dan mengancam dunia. Menciptakan konflik untuk memecah belah, menguasai sumber daya alam, menciptakan pemimpin boneka, dan atau penguasaan fisik suatu negara, jika diperlukan bisa saja terjadi. Bahkan bisa melalui infiltrasi informasi, investasi dan agresi di pelbagai bidang.
Tak bisa dipungkiri lagi, penjajajahan gaya baru bisa hadir melalui agitasi dan propaganda serta penyesatan informasi memanfaatkan media komunikasi. Seiring itu, bisa juga dipicu dari hubungan ekonomi yang dibangun melalui ekploitasi dan eksplorasi sumber daya alam berkedok investasi dan jebakan hutang luar negeri. Di lain sisi daya tarik geografis, geopolitis dan geostrategis mengundang syahwat kolonialisasi suatu negara terhadap negara lain. Memoderasi kapitalisme dengan istilah neo-kolonialisme dan neo-imperialisme.
Membaca Posisi dan Kekuatan Negara
NKRI yang rawan dan rentan terhadap penguasaan asing dan aseng, menyebabkan terbukanya peluang negara terpecah-belah dan kehilangan kedaulatan negara. Belum lagi ditambah pengeroposan dari dalam berupa korupsi dan pengekangan demokrasi dll. Upaya intervensi dari luar yang berisiko terhadap keberadaan dan eksistensi negara Indonesia, tidak serta-merta hanya karena ancaman kekuatan alutsista.
Keruntuhan NKRI bisa saja terjadi karena hilangnya kedaulatan politik, lemahnya kemandirian ekonomi serta hancurnya kebudayaan nasional. Ciri-ciri sederhana dan dapat menjadi indikatornya ialah ketika negara digerogoti dari dalam oleh perilaku korup dan 'abuse of power'. Negara semakin melemah dan digantikan oleh kekuatan kelompok 'non state'. Hegemoni dan dominasi borjuasi korporasi besar pada akhirnya melahirkan oligarki yang mencengkeram birokrasi dan para politisi. Negara melalui aparaturnya harus tunduk pada kekuatan modal yang berwujud perusahaan lokal dan transnasional. Tanpa terkecuali para pemimpin insitusi negara, mulai dari kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, semua aparatur pemerintahan termasuk di dalamnya presiden, para menteri, DPR/MPR, Jaksa Agung, MA dan MK, tak luput juga TNI-Polri, hampir semua aparatur pemerintahan baik sipil maupun militer, berada dalam ketiak para cukong, mafia dan sindikat. Mereka tak ubahnya suatu pemerintahan boneka. Boneka-boneka cantik dan manis yang terlihat lugu yang terpajang di istana negara dan kantor-kantor pemerintahan.
Reaktualisasi Kemanunggalan TNI dan Rakyat
Negara dan bangsa Indonesia pada kondisi aktual dan faktual, telah menjadi rahasia umum berada dalam masa-masa genting. Bahkan, beberapa pemimpin negara dan media asing sudah berani menyorot keadaan Indonesia. Terlebih terkait ekonomi-politik soal banjirnya investasi plus hutang luar negeri dari Cina.
Di dalam negeri sendiri, fenomena pengaruh dan kekuasaan orang-orang Cina telah merangsek ke pelbagai sendi kehidupan bangsa Indonesia. Telah kasat mata berupa determinasi, arogansi dan superioritas orang-orang Cina di Indonesia. Dahulunya hanya unggul di sektor ekonomi, etnis pendatang dari negeri komunis bermata sipit dan berkulit kuning itu. Kini telah menguasai panggung-panggung politik dan sistem pertahananan keamanan negara.
NKRI telah membunyikan alarm bahaya. Ini menyangkut masa depan anak-cucu dan keberadaan negara bangsa Indonesia yang terancam. Siapakah yang mampu mengambil peran inisiatif menyelamatkan NKRI?
Mungkin tulisan ini bisa menjadi harapan dan sekaligus pesan moral kepada TNI. Di saat umat Islam dan rakyat pada umumnya tak berdaya, hidup dalam ketidakadilan yang hanya menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan rakyat. Kepada siapa lagi rakyat berharap dan meminta pertolongan?, kecuali kepada TNI.
Ada baiknya TNI dapat melakukan refleksi sekaligus evaluasi terhadap peran dan eksistensinya terhadap Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Terlebih terhadap adanya disparitas yang teramat lebar antara TNI dan rakyat.
Masih sanggupkan TNI mengingat sejarah?. Masih sanggupkan TNI untuk tidak melupakan sejarah?. Kebersamaan dengan rakyat bahkan sebelum menjadi TNI. Saat masih menjadi BKR, TKR dan ABRI, di situlah momen dan perjuangan kemanunggalan TNI dengan rakyat yang tak bisa diabaikan dan dipisahkan keberadaannya di republik ini. TNI dan rakyat bahu-membahu, saling mengisi dan membantu mengatasi masalah kebangsaan bersama, menghadapi musuh penjajah yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam.
Negara menjadi saksi bisu bahwasanya TNI dan rakyat bersatu sejak masa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia, pasca kemerdekaan hingga peristiwa 1965 dan lahirnya era reformasi. Tiada negara tanpa kemanunggalan TNI dan rakyat. Tiada Pancasila, UUD 1945 dan NKRI tanpa kemanunggalan TNI dengan rakyat. Keduanya adalah pahlawan yang mutlak dibutuhkan bagi keberadaan dan eksistensi ke depan republik ini. Seperti yang dikatakan negarawan, tiada negara yang selamat tanpa angkatan perangnya.
Kekinian, menjelang peringatan hari pahlawan yang bertepatan dengan tanggal 10 November 2021, mungkin inilah momen sekaligus titik balik dari kebangkitan kemanunggalan TNI dan rakyat. Khususnya umat Islam dengan kalangan santri dan resolusi jihad dari ijtihad para ulama. Bersama TNI menjadi api revolusi yang mengguncang dunia. Semoga spirit 10 November 1945 yang menjadi representasi bersatunya TNI dan rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, bisa menjadi kebangkitan NKRI.
Jika peristiwa heroik bersatunya TNI dan rakyat dalam suasana keterbatasan, mampu memenangkan pertempuran fisik melawan kekuatan militer yang tidak seimbang, bahkan saat melawan tentara fasis sekutu yang baru saja memenangkan perang dunia ke-2, maka itu menjadi pelajaran sejarah yang teramat penting bagi TNI dan rakyat. Betapapun dalam ancaman dan tekanan sekalipun datang dari luar, bersatunya TNI dan rakyat akan sanggup menghadapi bangsa asing maupun aseng. Tentunya dengan rahmat Allah Subhanahu Wa Ta'Ala, mengiringi pekik perjuangan Merdeka dan Allahu akbar!.
In syaa Allah.
Penulis, Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari