Melawan Oligarki

Musnahkan peran oligarki yang sudah merusak negara mengganti UUD ‘45 asli dengan UUD palsu yaitu UUD 2002 dengan segala dampak dan akibat kerusakan yang terjadi.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih dan Sekjen KAMI Lintas Provinsi

(Disampaikan dalam Forum Seminar Membedah Sikap dan Perilaku Oligaki di Indonesia – Jakarta, 1 September 2022)

SEJALAN dengan rencana Khubilai Khan sejak abad ke-13 yang memang RRC sudah lama tanpa henti strategi menguasai Nusantara sudah terjadi, dan saat ini telah bisa kita rasakan bersama.

Pertengahan abad ke-19, jumlah imigran Tionghoa masuk sudah mencapai seperempat juta orang. Jumlah ini terus meningkat, tinggal berkelompok di satu wilayah yang berada di bawah kontrol pemerintah Hindia-Belanda. Biasa disebut Pecinan.

Kebijakan China perantauan abad 21 meliputi: ekonomi, budaya, dan politik. China sudah masuk untuk tujuan imperium di Indonesia.

Sifat ekspansionisme dan semangatnya dalam geopolitik adalah bagian dari konsep China Raya, mereka butuh tanah baru. Pengamat politik mengendarai bahwa warga China dalam strategi tidak akan kembali ke China setelah masuk di Indonesia.

Bahwa etnis China yang tersebar di seluruh dunia dan menjadikannya warga negara di mana mereka bertempat tinggal, tetap diakui dan harus menganggap bahwa dirinya adalah orang China. Kebijakan ini dikunci dengan doktrin One China.

Mao Zedong mengatakan bahwa semua orang China di seluruh dunia tersebut, termasuk Indonesia adalah warga negara RRC.

Pada masa penjajahan Belanda, China sudah melakukan penyuapan kepada pegawai kompeni sudah dipraktikkan. Dengan minum minuman keras hingga memberikan regognitiegeld (uang-uang dibayar setiap tahun yang dibayarkan sebagai pengakuan atas hak).

Belanda tidak akan mampu menguasai Nusantara selama 350 tahun tanpa bantuan opsir China itulah sebenarnya yang melakukan dan melaksanakan order penindasan. Berabad-abad Belanda mewariskan struktur ekonomi yang didominasi ke pedagang China: Menjadi kaki tangan Belanda dalam menjajah Nusantara dan mendzalimi warga pribumi dengan sebutan Inlander dan digolongkan dalam kelas terbawah.

Mereka memegang teguh ajaran dan filsafat Sun Tsu, Seni Perang, dipelajari dengan tekun dan sungguh-sungguh. Politik bisnis, bisnis itu perang. Kalau pasar adalah medan perang maka diperlukan strategi dan taktik. Sun Tsu menulis:

“Serang mereka di saat mereka tak menduganya, di saat mereka lengah. Haruslah agar kau tak terlihat. Misteriuslah Agar kau tak teraba. Maka kau akan kuasai nasib lawanmu. Gunakan mata-mata dan pengelabuhan dalam setiap usaha. Segenap hidup ini dilandaskan pada tipuan”.

Satu dari 36 teori Sun Tsu (jie dao sha ren) (“Bunuh dengan pisau pinjaman. Pinjam tangan orang-orang lain untuk membunuh musuhnya”).

Dalam strategi dagang, baik berupa investasi, operasi bisnis ini, juga diperlukan penyamaran. Semua harus dilakukan secara halus dan terduga. Tujuannya bisa cengkerama ekonomi dan merambah ke ranah politik.

Paska tragedi G 30 S PKI/1065 tersebut muncullah Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 berisi antara lain pembatasan dan perayaan China. Disusul Surat Edaran Nomor 06/Preskab/6/67 tentang penggunaan nama China dan istilah Tionghoa/Tiongkok ditinggalkan.

Muncullah Keputusan Presiden Kabinet Nomor 127/U/KEP/12/1966 tentang nama bagi masyarakat China. Beruntun keputusan Presiden Kabinet Nomor 37/U/IV/6/1967 tentang Kebijakan Pokok Penyelesaian masalah China.

Pada tahun yang sama muncul Surat Edaran Presidium Kabinet RI Nomor SE.06/PresKab/6/1967 tentang kebijakan pokok WNI asing dalam proses asimilasi terutama mencegah kemungkinan terjadinya kehidupan eksklusif rasial. WNI yang masih menggunakan nama China diganti dengan nama Indonesia.

Keadaan yang sangat penyakitkan ketika Pribumi sedang terus terkena gempuran, keluarlah Instruksi Presiden  Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi. Sebuah Keputusan yang menghilangkan akar sejarah terbentuknya NKRI.

Sementara PBB justru melindungi eksistensi warga Pribumi. Melalui Sidang Umum PBB 13 September 2007, mengakui bahwa setiap belahan bumi itu ada penduduk asli (Indigenous People = Pribumi) yang harus dijaga. Pada pendiri bangsa ini sudah berfikir untuk melindungi anak cucu dari kejahatan yang akan memusnahkannya. Di situlah lahir Pancasila dan UUD 1945.

Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mencabut Instruksi Presiden Nomor 14/1967 yang melarang etnis China merayakan pesta agama dan penggunaan huruf China dicabut, dengan lahirnya Keputusan Presiden Nomor 6/2000, yang memberikan warga China kebebasan melaksanakan ritual keagamaan, tradisi, dan budaya kepadanya.

Pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri juga mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2002, hari Imlek menjadi hari libur Nasional.

Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lahir Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 tentang pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE - 06/Pred.Kab/6/1967, isinya “kita tidak boleh menyebut CHINA diganti TIONGHOA atau komunitas TIONGHOA.

Sebelumnya pada 1991 Lee Kuan Yew kerja sama dengan RRC di Singapura mengumpulkan China perantauan (Overseas Chinese) 800 penguasaan besar dari 30 negara, termasuk penguasaan China dari Indonesia. China berhasil melahirkan budaya kapitalisme sendiri.

Dalam perkembangannya, China dengan cerdik menawarkan pada ASEAN satu traktat perdagangan yang dikenal dengan CAFTA (China - ASEAN Free Trade Area), untuk menciptakan Sinosentrismo sesuai kepentingan ekonomi dan politiknya.

Ini adalah permainan jangka panjang China yang cerdik berlindung ingin ASEAN secara otomatis memperhitungkan kepentingan dan ketergantungan kepada China, termasuk Indonesia.

Dan, saat ini kita kenal dengan strategi dengan nama One Belt One Road (OBOR). China memberi hutang dan menawarkan investasi kepada Indonesia bukan hanya bermotif ekonomi tetapi jelas ada motif politik ketergantungan Indonesia kepada China.

Pada masa Presiden Joko Widodo, Oligarki telah sampai ada pintu gerbang kemerdekaannya. Rezim saat ini tak paham sejarah Karpet Merah disediakan oleh Oligarki dan RRC.

Tawaran manis Xi Jinping dari China diterima dengan suka cita, tanpa mau menyadari semua resiko yang akan terjadi. Tawaran utang dilahap. China ini sangat mengerti dan paham sekali bahwa Indonesia akan kesulitan saat harus mengembalikan hutang hutangnya, dengan segala resikonya.

Tawaran manis Xi Jinping dari China diterima dengan suka cita, tanpa mau menyadari semua resiko yang akan terjadi nanti. Bahkan, di beberapa media Menlu Retno Marsudi meminta rakyat Indonesia bertepuk tangan.

Semua nota kesepahaman dari China ada beberapa implikasi strategis dan membahayakan keselamatan anak cucu, khususnya tentang kedatangan jutaan warga China dengan alasan untuk kerja di proyek yang didanainya.

Saat ini China di Indonesia sudah sudah mulai masuk dalam pertarungan politik praktis dengan mendirikan partai politik dan menguasai partai politik serta sudah menguasai pada penguasa pengambil kebijakan negara.

Selangkah lagi target warga China harus bisa jadi Presiden Indonesia. Mereka sudah berhasil mengubah psl 6 (1) UUD 45 adalah prestasi gemilang sebagai pintu masuk China sebagai penguasa di Indonesia.

Pasal 6 (1) UUD 1945 yang semula berbunyi: "Presiden ialah orang Indonesia ASLI .. diganti menjadi: “Presiden dan Wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden”.

Mereka terus mencoba dan berusaha keras menggeser posisi politik kaum Pribumi Nusantara dan terus bergerak untuk menguasai Jakarta sebagai Center of Gravity Indonesia untuk dikuasai. 

Bahkan, telah ikut merekayasa pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan, langsung atau tidak langsung ada dalam pengaruh dan kendalinya.

Geliat Naga Melilit Garuda telah terjadi. Kecepatan China menguasai Indonesia berperan besar karena kelemahan Presiden kita yang minim kapasitas dan minim pemahaman sejarah dan lemah dalam pengetahuan geopolitik yang sedang dimainkan China. Parahnya, indikasi kuat semua kebijakan negara sudah dalam kendali oligarki.

Pada awal sambutannya Presiden Jokowi juga mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang senasib dan sepenanggungan saat bertemu dengan Presiden Xi Jinping di Beijing, Selasa (26/7). Juga mengatakan bahwa China merupakan mitra komprehensif strategis Indonesia.

Saat ini bahwa Indonesia sudah dikuasi RRC Oligarki dan sudah menguasai semua lembaga negara. Menguasai semua sektor ekonomi dan arah politik negara Indonesia.

Markus Ghiroth (gembong komunis 1965): Dalam strategi komunis, ada namanya istilah “teori guna tolol”. Yaitu: orang-orang tolol yang berguna. Maksudnya: menempatkan orang-orang “tolol” bodoh, manut, mata duitan, rakus jabatan, di posisi strategis agar kemudian bisa dan mudah diatur dan dikendalikan.

Keadaan makin parah akibat The wrong man in the wrong place with the wrong idea and idealism (Orang yang salah di tempat yang salah dengan ide dan cita-cita yang salah).

Dalam kondisi Negara sudah lumpuh dalam kendali Oligargi - Perlawanan yang harus dilakukan terhadap oligarki:

1. Tidak mungkin dilakukan dengan jalur Konstitusi.

2. Oligarki justru sudah memiliki kuasa membuat perangkat konstitusi ( UU ) dan peraturan negara lainnya melalui Pengelengara Negara dan Lembaga Negara yang sudah dalam Remot kendalinya.

3. Tersisa perlawanan rakyat melalui People Power atau Revolusi.

4. Musnahkan peran oligarki yang sudah merusak negara mengganti UUD ‘45 asli dengan UUD palsu yaitu UUD 2002 dengan segala dampak dan akibat kerusakan yang terjadi.

5. Hanya dengan jalan Revolusi untuk menata ulang negara, rakyat harus dicerahkan memilih kepala negara yang memiliki akal sehat, negarawan dan kembali ke UUD 45 asli. (*)

492

Related Post