Melecehkan SD Inpres Dibanding IKN

Oleh Prihandoyo Kuswanto - Ketua Pusat Study Kajian Rumah Pancasila

Pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang membandingan proyek pembangun Ibu Kota Nusantara atau IKN dengan SD Inpres menuai kritik. Beberapa pihak menilai pernyataan itu justru mendiskreditkan mereka yang pernah bersekolah di SD yang digagas Soeharto tersebut.

Presiden Joko Widodo saat memberikan keterangan pers yang menyebut IKN Nusantara dan SD Inpres.

Dalam pernyataannnya, Presiden Jokowi mengungkap alasan menggunakan Tenaga Kerja Asing (TKA) sebagai pengawas di proyek IKN Nusantara untuk menjaga kualitas pembangunan agar tak seperti SD Inpres.

Dan tidak harus pernyataan seperti itu keluar dari seorang kepala negara .

Bangsa ini harus berterimakasih kepada pak Harto yang telah membangun 150.000 SD Impres terlepas dari kekurangan nya SD Impres telah melakukan Misi Negara 'Mencerdaskan kehidupan bangsa " melalui pemberantasan buta huruf dan buta angka .Sehingga bangsa ini bebas dari buta huruf dan buta angka .

Pak Harto telah melakukan Revolusi terhadap jutaan rakyat nya menjadi melek Huruf dan melek angka sehingga bisa baca tulis ,begitu besar nya jasa ini dibanding dengan IKN dari nilai manfaat bagi bangsa Indonesia tentu lebih bermanfaat SD Impres.IKN hanya soal jual beli yang dikuasai segelintir orang dan melibatkan asing yang diberi konsensi sampai 185 tahun .Terus apa seluruh lapisan Rakyat merasakan pembangunan IKN .bandingkan dengan SD Impres yang hadir dipelosok -pelosok terpencil dengan misi mencerdaskan kehidupan bangsa .

Disamping SD Impres juga dibuat program kejar.

Agar rakyat bisa menulis huruf dan angka latin. Tutor atau bimbingan setiap kelompok adalah siapa saja yang berpendidikan minimal sekolah dasar. Jumlah serta dan waktu pelaksaan setiap Kejar bersifat fleksibel. 

Hingga saat ini program Kejar yang sudah semakin berkembang masih tetap dijalankan.

Keberhasilan program Kejar salah satunya terlihat angka stastistik penduduk buta huruf yang menurun. Pada Sensus 1971, dari jumlah penduduk 80 juta jiwa, Indonesia masih memiliki 39,1 persen penduduk usia 10 tahun ke atas yang bersetatus buta huruf. Sepuluh tahun kemudian, menurut Sensus 1980, persentase itu menurun menjadi 28,8 persen. Hingga sensus berikut tahun 1990, angkanya terus menyusut menjadi 15,9 persen.

Menyimak ketiga program pendidikan populer yang terbit era Pak Harto itu, bisa disimpulkan, Presiden kedua Indonesia ini cukup menganggap penting bidang pendidikan . Penekanannya baru sebatas upaya peningkatan angka-angka indikator pendidikan. Dan ini memang menjadi fokus pembangunan pendidikan saat itu, yaitu peningkatan secara kuantitatif, belum memerhatikan kualitas atau mutu pendidikan.

Pada tahun 1984 dengan program SD Inpresnya, Pak Harto mendapatkan penghargaan Avicienna Award dari UNESCO. Waktu itu tidak banyak negara yang mendapatkan penghargaan tersebut.

Penelitian Esther Duflo berjudul “Schooling and Labor Market Consequences of School Construction in Indonesia: Evidence from an Usual Policy Experiment” terbit pada 2000. Dalam artikelnya Duflo mencatat, program SD Inpres merupakan salah satu program pembangunan sekolah terbesar yang pernah tercatat saat itu.Penghargaan Nobel itu tentu bukan main main bandingkan dengan pembangunan IKN yang penuh dengan pak gulipat dan tidak jelas manfaat nya bagi seluruh rakyat Indonesia .

Ada dua tonggak pembangunan manusia Indonesia yang dilakukan Pak Harto yang sangat fenomenal sangat revolusi .

Yang pertama adalah Puskesmas yang diikuti dengan posiandu ,fan membangun partisipasi ibu ibu melalui  PKK, Penyelamatan generasi penerus bangsa  dengan memperhatikan kesehatan ibu dan anak yang kemudian diikuti dengan program swadaya masyarakat melalui PKK dengan pelayanan GIZI anak , Timbang bayi dll sehingga tidak ada lagi bayi kurang Gizi .

Pada jaman Pak Jokowi ini stunting meningkat padahal  kata nya negara sudah maju .dan rumah sakit banyak yang modern ada BPJS.tetapi kok ada anak anak yang ber gizi  buruk .

Stunting umumnya terjadi akibat balita kekurangan asupan penting seperti protein hewani dan nabati dan juga zat besi. Pada daerah-daerah dengan kemiskinan tinggi, seringkali ditemukan balita kekurangan gizi akibat ketidak mampuan orang tua memenuhi kebutuhan primer rumah tangga.

Bahkan dalam pidato nya pak Jokowi mengatakan mengatasi Stunting dianggarkan 10 milyard untuk pelatihan 3 m untuk sosialisasi 2 m untuk honorarium petugas 3 m yang untuk pembelian makanan gizi 2m jadi bagaimana bisa mengatasi stunting kalau pikiran korupsi masih meletak di kepala pejabat bahkan anak kurang gizi pun harus dikorupsi.

Tonggak revolusi yang kedua adalah pemberantasan buta huruf dan buta angka .yang kemudian dibuatlah SD Impres .dan banyak lagi kegiatan pendidikan  lanjutan seperti Bea Siswa Super Semar dll.

Mungkin hari ini anda sudah menjadi orang sukses apakah jendral , pejabat tinggi , Gubernur, bupati,walikota atau mungkin menjadi Direktur atau menteri tetapi walau ijazah anda SD Impres saya yakin bukan Ijazah Palsu.(*)

596

Related Post