Memaknai Anies Manusia Biasa (Cinta Perspektif Sufistik)
Oleh: Ady Amar | Kolumnis
PERNAH tidak melihat Anies Baswedan ditanya sebuah pertanyaan, dan ia tak mampu menjawab. Rasanya sekalipun tak pernah. Bahkan yang ada justru sebaliknya, Anies mampu menjawab pertanyaan apa pun yang ditanyakan dengan jawaban terukur. Sepertinya Anies tahu semuanya, dan karenanya ia mampu menjawab dengan tidak asal menjawab.
Seorang kawan penggagum Anies--masuk kategori militan-entah sebab apa melontarkan satu tanya, yang sebenarnya lebih sebagai keinginan tak biasa. Begini lebih kurang narasi keinginan yang dibalut tanya terlontar dari mulutnya, ia ingin Anies sesekali tak mampu menjawab apa yang ditanyakan padanya.
Sungguh keinginan out of the box dari kawan pengagum Anies. Bisa jadi hanya ia seorang yang berharap demikian. Sedang pengagum lain berharap sebaliknya, Anies selalu mampu menjawab semua hal yang ditanyakan. Keinginan kawan itu boleh jika disebut tak lumrah.
Tanpa perlu ditanya sang kawan tadi menjelaskan, itu agar Anies tampak sebagai manusia biasa, yang juga bisa tak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan. Tambahnya, agar kultus pada Anies tak lalu bebas menyergap pikiranku.
Sebagai penegas atas keinginannya itu, ia lirih berucap, agar Anies pun tak tersandung masuk dalam perangkap ujub--meski sikap itu jauh dari tabiat Anies--yang tidak mustahil mampu melenakan. Itulah keinginan sufistik dari seorang kawan yang acap melontarkan pikiran langit, yang memang sulit bisa dinalar.
Aya-aya wae kawan satu itu, jika dilihat dalam pandangan umum yang tak ingin orang yang dikaguminya terpeleset pada apa saja, termasuk tergagap saat ditanya sesuatu, dan tak mampu menjawab.
Namun kawan satu itu lebih melihat Anies dari sudut lain, dan itu bentuk kecintaan dalam perspektif sufistik. Memang sulit dinalar. Dan, itu lebih ingin Anies tak tergelincir. Ia pun tak berharap agar nalar umum memahaminya. Ia menyadari pikirannya itu pikiran tak biasa
Anies bagi mereka yang tak berada "satu gerbong" dengannya--pada pilihan politik Pilpres 2024--jika sedikit mau jujur akan muncul pengakuan, bahwa Anies memang punya kemampuan komunikasi mumpuni, dan pengetahuan memadai. Karenanya, ia mampu menjawab apa yang ditanyakan dengan memuaskan. Apalagi dalam pandangan pengagumnya, Anies bak jagoan yang nyaris tanpa lawan yang mampu disanding-tandingkan.
Maka, ketakutan kawan tadi pada apa yang dicintainya menjadi relevan, jika menilik alasan yang dipaparkannya. Bentuk kecintaan yang dipilih meski dalam sudut tidak biasa. Dan, kita pun terpaksa mencerna bentuk kecintaannya, syukur jika memahami, dan tak mengapa juga jika tak memahami.
Tapi mengapa mesti terbangun argumen tak biasa, agar Anies sesekali tak mampu menjawab apa yang ditanyakan, jika hanya ingin melihat Anies (seperti) manusia biasa. Mengapa tidak pada argumen lain diajukan, yang lebih bisa diterima, yang bisa melihat Anies sebagai manusia biasa seutuhnya. Tapi biarlah kawan tadi dengan permintaan tak biasa, bagian dari kecintaannya, yang meski tetap sulit dipahami lewat pikiran orang kebanyakan.
Jika saja kita melihat Anies sebagaimana sang kawan tadi melihat dalam perspektif yang sama--perspektif sufistik--melihat Anies dengan kacamata tak biasa, itu sebenarnya lebih pada metafor yang terbangun tak sebenarnya. Tak sungguh-sungguh berharap Anies tak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan, meski hanya sekali-kalinya. Sejatinya lebih pada "pemberontakan" pikiran sufistiknya dalam melawan logikanya sendiri, agar tak terjerembab pada kultus dan sejenisnya.
Saya dan pun teman lainnya yang mendengar harapan tak biasa, itu "dipaksa" setidaknya sedikit banyak belajar alam pikir sufisme, yang memang sulit dinalar orang kebanyakan. Tapi tetap saja masih menyisakan ruang kosong tanya yang belum selesai, mengapa mesti berharap agar Anies tak mampu menjawab pertanyaan yang ditanyakan, meski hanya sekali-kalinya.
Inti dari semuanya itu lebih pada kecintaan pada Anies, agar tak jatuh setelah sorak-sorai pengagum "perubahan" yang sulit bisa dibendung, yang itu mampu melenakan. Lalu muncul tanya berupa keinginan, agar Anies sesekali tak mampu menjawab tanya yang diajukan, itu agar ujub tak sempat muncul. Itu saja sih sebenarnya.**