Membaca, Mengamati, dan Menulis

Oleh Muhammad Chirzin - Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta 

Sebuah patung di Jepang dibangun dengan sebuah kedalaman makna, 

“Bobotmu ditentukan oleh seberapa banyak buku yang kau baca.”

Berderet-deret buku menghiasai almari bapakku. Deret paling atas kitab-kitab tebal berbahasa Arab, Tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, Tafsir Ibnu Katsir, kitab hadis Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan Ihya` Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali. Deret kedua buku-buku berbahasa Indonesia, antara lain Capita Selekta karya Muhammad Natsir. Deret di bawahnya buku-buku beraneka tema, termasuk sejumlah buku karya Buya Hamka. Bapak selalui menuliskan tanggal mulai membaca buku pada halaman dalam sampul depan, dan tanggal selesai di halaman dalam sampul belakang.

Betapa banyak orang yang berjasa mengajari saya membaca dan menulis. Mula-mula dengan membaca buku berbahasa Jawa, Gelis Pinter Maca (Cepat Pandai Membaca) yang memuat berbagai cerita, antara lain Kancil Nyolong Timun — Kancil mencuri timun. Berikutnya membaca buku bahasa Indonesia Bahasaku. Memasuki pendidikan tingkat menengah saya belajar bahasa Inggris dengan buku Berlitz School, dan bahasa Arab dengan buku Durus Al-Lughah Al-Arabiyyah.

Tumbuhlah kekaguman saya kepada guru kami KH Imam Zarkasyi yang telah menyusun sejumlah buku pelajaran untuk santri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo. Selain buku Durus Al-Lughah Al-Arabiyyah, beliau menulis buku Ilmu Tajwid, Pelajaran Fiqih, dan Pelajaran Aqa`id. Saya pun bertekad untuk menulis buku.

Memperhatikan kebutuhan santri Gontor ketika itu, mula-mula saya menyusun buku Pelajaran Kaligrafi (1982), sebagai tanda terima kasih kepada guru kaligrafi di Pondok Pesantren Pabelan, Ustadz Subagyo, dan guru kaligrafi di Gontor Ustadz Rachmat Arifin. Berkat bimbingan mereka saya meraih hadiah penghargaan Juara Harapan Kedua Kaligrafi MTQ Nasional di Aceh (1982), Juara I Lomba Kaligrafi Nasional Menyambut Tahun Baru 1407 Hijriyah di Masjid Istiqlal Jakarta, dan Sepuluh Besar Terbaik dalam Perlombaan Kaligrafi ASEAN Brunei Darussalam (1986). 

Berikutnya saya menyusun buku English Course (1982). Atas amanat Pimpinan Pondok saya bersama Ustadz Mulyono Jamal dan Ustadz Ismail menyusun buku Pelajaran Berhitung (1982), lalu membukukan Pelajaran Mahfuzhat (1983) dan Tamrinul Qira`ah Al-Arabiyyah untuk santri Kelas 5 KMI (1983). Saya pun mengikuti Lomba Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa PTAI Nasional dan memperoleh penghargaan Juara Harapan III, diterbitkan oleh Proyek Pembinaan Kemahasiswaan Depag RI berjudul Di Bawah Purnama Bulan Syawal (1984). 

Setelah berkonsultasi dengan Ustadz KH Imam Zarkasyi saya menyusun buku Petunjuk Sederhana Pembimbing Pelajar Cara Belajar (31 Desember 1983). Beliau pun memberikan kata pengantar, antara lain, bahwa tamatan Pondok Modern Gontor banyak yang berhasil dalam studi, karena mengetahui cara belajar yang baik, dan mempunyai kemauan untuk maju. Apa saja yang dilihat, dirasakan, dan dilakukan santri adalah pendidikan.

Mengakhiri masa nyantri di Gontor saya menulis risalah Sarjana Muda (BA) “Al-Jihad fi Sabilillah kamazhhar lil Iman — Jihad fi Sabilillah sebagai Manifestasi Iman.” Risalah tersebut saya kembangkan menjadi dua buku saku, Konsep dan Hikmah Akidah Islam (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), diterbitkan ulang dengan judul yang sama oleh penerbit Zaman, Jakarta, 2015, dan Jihad fi Sabilihah: Tinjauan Normartif, Historis, dan Prospektif (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997). Ketika kedua buku tersebut terbit bapak saya berpesan, “Niatkanlah menulis buku untuk menyebar ilmu.”     

Memulai karir sebagai Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga (1990) saya mengampu mata kuliah Tafsir Al-Quran dan Ulumul Quran, dan menempuh studi S2 di Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, dan S3 pada Program yang sama. Terpesona oleh penguasaan ilmu-ilmu Al-Quran Ustadz M. Quraish Shihab, dan buku beliau, Membumikan Al-Quran (Bandung: Mizan, 1992), saya menyiapkan buku ajar, Al-Quran dan Ulumul Quran (Yogyakarta: Dana Bhakti Primayasa, 1997). Tesis S2 saya pun terbit berjudul Pemikiran Tauhid Ibnu Taimiyyah dalam Tafsir Surah Al-Ikhlash ((Yogyakarta: Dana Bhakti Primayasa, 1997).  

Usai promosi doktor (2003) disertasi saya masuk dalam seri penerbitan disertasi Litbang Kementerian Agama RI, Perbandingan Penafsiran Rasyid Ridha dan Sayyid Quthb tentang Jihad dalam Al-Quran (2005), diterbitkan ulang berjudul Kontroversi Jihad Modernis vs Fundamentalis: Rasyid Ridha dan Sayyid Quthb (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018). Hasil kajian kritis atas karya Ulil Absar-Abdalla, Luthfi As-Syaukani dan Abd Moqsith Ghazali, Metodologi Studi Al-Quran (Jakarta: Gramedia, 2009) terbit berjudul Fenomena Al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018). Disusul buku 365 Renungan Harian Al-Quran (Bandung: Mizania, 2018), dan lain-lain. 

Lima dari buku-buku saya diterbitkan oleh Gramedia, Kearifan Al-Quran (Jakarta: Gramedia, 2011), Nur ala Nur: 10 Tema Utama Al-Quran (Jakarta: Gramedia, 2011), Kamus Pintar  Al-Quran (Jakarta: Gramedia, 2011), Kearifan Semesta: Inspirasi untuk Kesuksesan dan Kebahagiaan (Jakarta: Gramedia, 2015), Tafsir Al-Fatihah dan Juz Amma untuk  Usia 12 Tahun ke Atas ((Jakarta: Gramedia-Kalil, 2017). Dua judul pertama terbit iulang di Kuala Lumpur atas kerja sama Gramedia dengan penerbit Malaysia Synergy Media (2012). 

Inspirasi yang memotivasi untuk menulis antara lain, “Kata terucap menguap, tulisan menetap” (pepatah Yunani), “Jika engkau tidak ingin dilupakan orang setelah meninggal dunia, tulislah sesuatu yang patut dibaca atau perbuatlah sesuatu yang patut diabadikan dalam tulisan” (Benjamin Franklin), “Menulislah; selama engkau tidak menulis, engkau akan hilang dari panggung peradaban, dan dari pusaran sejarah” (Pramoedya Ananta Toer).   

Entah berapa kali saya mengikuti pelatihan menulis. Pengalaman tersebut mengakumulasikan pengetahuan tentang seluk-beluk kepenulisan, termasuk kode etik jurnalistik, bahwa sebuah berita mesti menjawab lima W dan satu H: What, Who, When, Where dan How, yang ternyata bukan hanya untuk sebuah berita saja, tetapi juga kritik sosial, dan menyuarakan kebenaran. Informasi ilmiah akademik pun tidak terhindar dari menjawab lima W dan satu H.

Banyak kiat dan nasihat bijak untuk dapat menulis. Antara lain, menulis ketika pikiran segar ibarat menempa besi ketika panas; menulislah di waktu hening; tulislah segera ide yang datang tiba-tiba; tulislah apa yang ada di pikiran; tugas penulis adalah menulis, dan tugas editor mengedit tulisan; seorang penulis harus lebih banyak membaca daripada menulis. “Saran saya kepada penulis pemula hanya satu kata: Menulislah!” (Robert Payne). Sebuah pesan dari Seno Gumira Ajidarma yang membesarkan hati para penulis, “Di antara seribu tulisan, pasti ada yang terbaik.” 

Sebagai guru saya memantas diri untuk diteladani dalam literasi. Alhamdulillah, dalam beberapa tahun target menulis satu buku setiap semester dapat tercapai. Untuk itu saya populerkan semboyan, “Tiada hari tanpa menulis walau cuma sebaris”, “Menulis itu belajar, jadi sangat menyenangkan”, “Sehari selembar tulisan, setahun sebuah buku”, “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan buku”, “Kita belajar berjalan dengan berjalan, kita belajar berenang dengan berenang, kita belajar menulis dengan menulis”, “Menulis dan menulis, sampai Tuhan memanggil untuk pulang.” 

Pekan lalu saya menulis “Takdir atau Ikhtiar?” http://fnn.co.id/post/takdir-atau-ikhtiarr, kemarin menulis “Kerancuan Argumen Khilafah”  https://www.zonasatunews.com/terkini/muhammad-chirzin-kerancuan-argumen-khilafah/3/, dan hari ini menulis “Membudayakan Al-Quran sebagai Sumber Ilmu di Perguruan Tinggi” untuk sebuah seminar di UKM (Universiti Kebangsaan Malaysia) bulan depan, Insya Allah. 

376

Related Post