Membaca Surya yang Bercahaya
Oleh Fathorrahman Fadli - Direktur Eksekutif Indonesia Development Research (IDR)
SUATU saat, saya menjumpai pengamat politik senior Fachry Ali. Waktu itu, saya menemani Andi Syafrani yang berniat mencalonkan diri menjadi anggota KPU, agar mendapatkan nasihat politik dari ahlinya.
"Kamu mesti mendapat petuah politik dari Bang Fachry," pinta saya padanya. Di tengah perbincangan dengan tokoh intelektual kader cendekiawan Nurcholish Madjid itu, saya bertanya; siapa yang layak memimpin negeri ini pada 2024 mendatang?
Bang Fachry yang kerapkali menjadi rujukan bertanya para kader HMI dan banyak politisi nasional itu menjawab singkat. "Sangat tergantung dari Bang Surya Paloh. "Mengapa demikian?
Peneliti senior itu kemudian bercerita panjang lebar. Dari penjelasan itu saya akan berusaha menstrukturkan pikiran Bang Fachry yang disampaikan secara rileks itu dengan beberapa poin penting.
Pertama, Surya Paloh adalah pemimpin partai politik. Ia secara pribadi tergolong ketua partai politik senior yang tidak memiliki ikatan birokrasi dengan rezim Jokowi. Dia merupakan non-state aktor.
Jadi, dalam pandangan Fachry, Surya Paloh relatif memiliki sikap kemandirian politik yang menjadi modal dia bersikap independen. Tesis ini ternyata terbukti.
Perlu diingat bahwa perbincangan saya dengan Bang Fachry itu terjadi jauh sebelum Komisi Pemilihan Umum (KPU) terbentuk. Surya Paloh lebih awal memprakarsai dan menunjuk Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Andika Perkasa yang saat itu masih menjabat Panglima TNI.
Kedua, Surya Paloh dinilai memiliki idealisme tentang Indonesia yang lebih baik diantara para pemimpin partai politik lainnya yang terlihat cenderung bersikap pragmatis.
Hal ini terlihat dari cara Surya Paloh memilih Anies Baswedan sebagai calon presiden dari Partai Nasdem. Pilihan ini bisa dibaca dari dua perspektif yakni ekonomi maupun politik. Nalar politik Surya Paloh tentu dua langkah lebih maju dibandingkan ketua umum partai lainnya.
Sebagai seorang pengusaha, Surya tentu mencium Anies Baswedan sebagai produk yang bagus dan dapat menarik minat pasar politik Indonesia yang besar. Anies di mata Surya adalah sosok yang mumpuni jika diberikan amanah yang lebih besar untuk memimpin Indonesia.
Pilihan ini ternyata tidak salah, sebab begitu Anies diluncurkan sebagai calon presiden Partai Nasdem, iklim politik nasional yang sepenuhnya dikuasai Jokowi dan partai-partai Koalisi pendukungnya yang mayoritas di parlemen, ternyata semburat tak karuan, membentuk polarisasi yang sangat dinamis. Setidaknya melahirkan kejutan-kejutan politik baru yang semakin menarik.
Berbagai spekulasi di seputar keinginan rezim Jokowi untuk mendesain tiga periode gagal, menunda pemilu gagal, dan membuat ketua partai lainnya bermanuver tidak karuan. Partai Prabowo bersatu dengan Muhaimin, lalu Golkar, PPP, dan PAN juga bersatu meski malu-malu. Hasilnya? Hingga detik ini tidak jelas.
Sementara Anies Baswedan di bawah asuhan Surya Paloh semakin perkasa dan dicintai rakyat dimana mereka datangi. Lalu bagaimana dengan kubu PDIP yang selalu percaya diri memiliki suara yang aman di parlemen sebagai syarat pencalonan capres sendiri?
Ternyata tarik menarik politik antara petugas partai yakni Joko Widodo dengan pemberi mandat Megawati Soekarno Putri sama-sama jumawa. Ganjar Pranowo yang dalam survei-survei besutan mereka selalu didesain teratas itu menjadi rebutan Megawati dan Jokowi itu makin seru.
Lepas 1 Syawal 1444 Hijriyah, ketika Jokowi pas pulang kampung, Megawati membuat kejutan politik. Memanggil balik petugas partai untuk bersama-sama mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai kandidat Presiden versi PDIP.
Tentu saja, sang petugas partai glojotan, mboten kerso neng kepokso, (tidak berkenan, namun terpaksa menerima kenyataan kerana tak berdaya, red). Sang petugas partai malah dengan cepat memboyong Ganjar Pranowo ke Solo usai deklarasi yang tak sehati itu.
Jokowi tidak ingin Ganjar terlalu didominasi oleh pengaruh Megawati, dinaikkan ke dalam mobil kepresidenan, lalu diajak terbang naik pesawat kepresidenan ke Solo, dan diajak meresmikan Masjid Baru di kota kelahiran Jokowi. Lengkap sudah pembalasan sang petugas partai pada Megawati.
Sementara putri Megawati, Puan Maharani juga terpaksa menahan diri ambisi politiknya untuk menjadi Capres dari PDIP. Hingga kini saya rasa, perasaan antara petugas partai dan pemberi mandat itu masih berada dalam api dalam sekam.
Mega bukan tokoh sembarangan yang mudah digertak begitu rupa. Dia matang dalam suatu pertarungan politik yang sangat sengit. Sejak peristiwa 27 Juli 1998 hingga kini, Megawati adalah pemimpin politik perempuan yang tidak pernah tergantikan.
Ia wanita tangguh yang bisa membuat seluruh tokoh politisi dari PDIP bertekuk lutut. Mega masih sangat sehat, cantik, dan disegani. Itu jelas fakta, meski tetap ada segelintir elit senior PDIP yang mencibirnya dari belakang.
Ketiga, Surya Paloh adalah pemimpin partai politik yang relatif tidak memiliki masalah hukum, sehingga Surya Paloh tidak harus begitu rupa mengekor pada apa yang dikehendaki Jokowi sebagai Presiden. Surya dapat memberikan harapan dan alternatif jalan pemikiran dan solusi bangsa yang kini semakin tidak jelas arahnya.
Di mata Surya Paloh, negeri ini telah salah arah, karena telah menjadi sangat kapitalistik. Hal ini tentu saja sangat bertentangan dengan spirit dan Ideologi Pancasila yang seharusnya betul-betul menjadi dasar bernegara kita.
Keempat, Surya Paloh tergolong pemimpin partai yang mandiri secara ekonomi sehingga sikap-sikapnya akan lebih mandiri dibanding ketua umum partai yang lain.
Surya memang tercatat sebagai pengusaha sukses yang memiliki banyak jaringan bisnis mulai media grup, catering bertaraf internasional, perhotelan, dan sejumlah bisnis lainnya.
Kemandirian ekonomi ini membuat Surya Paloh sangat percaya diri untuk menyalurkan idealisme dan mimpi-mimpinya tentang Indonesia di masa depan.
Sosok pemimpin yang kompatibel untuk menjawab masa depan itu di mata Surya Paloh dan PDIP adalah Anies Baswedan. Menjawab tantangan zaman, Anies memenuhi seluruh persyaratan yang dibutuhkan.
Dia seorang aktivis pergerakan mahasiswa, lulusan terbaik UGM, berpendidikan modern Amerika, bergelar doktor kebijakan publik, anak tokoh pendidikan, cucu pahlawan nasional, berpikiran cerdas dan visioner, handsome, public speaking-nya mantap, dan sosok yang bersih dari korupsi. Anies memiliki talenta kepemimpinan berkelas internasional.
Kelak, jika dia mendapatkan takdirnya sebagai presiden Indonesia, Anies akan muncul sebagai presiden yang menginspirasi dunia. Bukan saja dunia Islam seperti Timur Tengah, namun juga dunia yang sekuler.
Akseptabilitas Anies dalam pergaulan dunia, pastilah akan sangat tinggi. Dia punya leadership performance yang dibutuhkan di kancah internasional.
Kelima, Surya Paloh merupakan tokoh politik dan bisnis sekaligus yang telah mempelopori dan menghapus uang mahar politik bagi para kepala daerah yang mau maju pada pilkada. Pilihan strategi politik tersebut tentu merupakan terobosan yang baik dalam menghapus uang pilkada yang seringkali melahirkan konflik.
Selama ini, ongkos perahu pilkada seringkali menjadi rebutan antara politisi di DPP dengan politisi di tingkat yang lebih bawah sebagaimana terjadi di partai yang lain. Jadi, Surya merupakan ketua partai yang berhasil menghilangkan money politik di seputar proses pemilihan kepala daerah.
Lihat, kegaduhan dari pemilu ke pemilu selama ini; tidak saja terkait data jumlah pemilih, tapi juga pencoblosan diluar koridor hukum hingga perhitungan hasil pemilihan umum. Semua itu terjadi karena KPU seringkali tidak menjadi wasit yang baik, bahkan menjadi bagian dari sumber pertanyaan soal asas pemilu yang langsung, umum, bebas dan rahasia (LUBER) serta jujur dan adil (Jurdil).
Hal ini juga tantangan tersendiri bagi para penyelenggara pemilu pada 2024 mendatang. Jangan sampai KPU sebagai lembaga yang menghabiskan triliunan dana APBN yang notabene uang rakyat itu terbuang percuma.
Juga tantangan bagi Mahkamah Konstitusi untuk berlaku adil dan tidak menjadi sumber masalah dan 'Produsen Kebathilan Politik' di negeri ini.
Dengan lisensi sebagai peneliti dan pengamat politik senior, Fachry Ali yang melihat kelayakan pemimpin ini pada 2024 mendatang, dengan menyatakan itu tergantung Surya Paloh, sebenarnya memaksudkan Surya yang bercahaya bagi Indonesia sebagai negara beradab yang menginspirasi dunia. Menjadi Kiblat Dunia. (*)