Membangun KSMR, Bukan LGBT

Pernikahan di Desa Sri Basuki di Kecamatan Kaliredjo, Kabupaten Lampung Tengah.

Pernikahan lelaki-perempuan harus dipermudah dan difalisitasi agar bangsa ini memiliki kapasitas regeneratif yang cukup sehingga bonus demografi saat ini lebih sustainable.

Oleh: Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS Surabaya, @Rosyid College of Arts

JUMAT pagi kemarin saya dan istri menghadiri aqad nikah keponakan laki-laki kami di Sri Basuki di Kecamatan Kaliredjo, Kabupaten Lampung Tengah. Keponakan kami ini sarjana komputer, sementara istrinya (sekarang) adalah seorang dokter.

Desa ini disebut Sri Basuki, memang banyak dihuni oleh pendatang dari Jawa. Bahkan, nama-nama daerah di sini nama-nama Jawa. Musholla terdekatnya, Musholla Kaliwungu. Aqad nikah berlangsung khidmat, lancar, dan barokah. Diselenggarakan di sekitar rumah shahibul hajat dengan dibantu oleh handai taulan dan tetangga.

Hidangannya khas desa di Lampung, dengan menu utama rendang daging dan empek-empek. Sungguh sebuah peristiwa yang bersuasana celebration, walau sederhana.

Kami bersyukur akhirnya Zulfikar memutuskan untuk menikahi Mutiara. Keputusan yang berani. Islam mengilhamkan bahwa manusia diciptakan dari lelaki dan perempuan, menjadikan keduanya kemudian dalam beragam trah dan suku untuk saling mengenal dan saling berbuat ma'ruf, dan dengan itu mencegah kemungkaran.

Menikah adalah sunnah Nabi, dan merupakan separuh dari Islam. Menempuh pernikahan demi membangun Keluarga Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah juga adalah jihad bagi kedua mempelai, apalagi di masa di mana peran keluarga diremehkan, sehingga gaya hidup Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) mulai marak.

Kekuatan-kekuatan iblisy, kini dengan teknologi digital meluas menjadi kekuatan 'ifrity, senantiasa merongrong manusia ke jalan sesat sepanjang sejarah. Gaya hidup kumpul-kebo, child-free, lalu LGBT bukanlah gaya hidup modern masa kini.

Ia adalah gaya hidup lama yang sudah dipraktikkan banyak bangsa yang terbukti kemudiaan hancur lalu musnah. Gaya hidup semacam itu adalah gaya hidup mass suicidal, bunuh diri massal. Kampanye LGBT begitu masif akhir-akhir ini, termasuk dalam gelaran Piala Dunia 2022 di Qatar yang baru berlalu.

Syukurlah, kesultanan Qatar berhasil menampis kampanye LGBT itu secara elegan, sehingga gelaran Piala Dunia itu justru menjadi sarana dakwah Islam yang inovatif.

Barat adalah budaya yang sedang bangkrut, terutama karena mereka telah mencampakkan family values sejak seratus tahun lalu. Pernikahan menjadi tradisi yang ditinggalkan dan tidak penting, lalu anak dianggap sebagai beban. Bahkan pada tahun 1980an kita bisa mendapati condom vending machines di kantin-kantin mahasiswa di Inggris.

Barat secara perlahan menjadi ageing societies dengan pertumbuhan populasi negatif. Akibatnya, Barat terpaksa membuka pintu bagi para imigran untuk bekerja awalnya di sektor-sektor berupah rendah. Kini situasinya berubah secara demografi.

Juga banyak imigran yang bekerja di sektor berupah tinggi seperti pengacara, dokter, insinyur, arsitek, akuntan, pengusaha, bahkan politikus. Saat Barat sedang kelimpungan menua sekaligus kekurangan anak muda, Indonesia sedang menikmati bonus demografi. Keluarga besar yang sehat dan terdidik adalah comparative and competitive advantages sekaligus.

Negeri Pancasila ini diamanahkan oleh para pendirinya sebagai negeri dengan keluarga sebagai basis utamanya. Kata keluarga bahkan ada dalam naskah UUD 1945 yang menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Keluarga harus dipandang sebagai satuan produktif, sekaligus satuan edukatif sebagaimana ajaran Islam. Kekuatan-kekuatan iblisy wal 'ifrity itu merampas peran mendasar keluarga ini, sehingga keluarga diposisikan sekedar sebagai mesin penghasil buruh murah, melalui persekolahan massal, yang cukup dungu untuk setiap bekerja bagi kepentingan pemilik modal, terutama asing. Bersama dengan hutang ribawy, gaya hidup konsumtif sekaligus eksploitatif itulah secara perlahan nilai-nilai keluarga dihancurkan.

Oleh karena itu keputusan keponakan kami untuk menikah, lalu membentuk KSMR itu tidak saja penting, tapi sekaligus juga instrumental bagi eksistensi Republik ini. Republik ini tidak mungkin dibangun di atas puing-puing dari keluarga yang berantakan.

Keluarga sebagai satuan produktif dan edukatif harus terus dihidupkan dan diperkuat.

Pernikahan lelaki-perempuan harus dipermudah dan difalisitasi agar bangsa ini memiliki kapasitas regeneratif yang cukup sehingga bonus demografi saat ini lebih sustainable.

Hanya dengan ini visi Indonesia emas 2045 bisa wujud, bukan mimpi di siang bolong.

Ds. Sri Basuki, Kaliredjo, Lampung Tengah, 24 Desember 2022. (*)

342

Related Post