Menakar "Jodoh" Anies
Oleh: Ady Amar - Kolumnis
Gonjang-ganjing pendamping Anies sebagai cawapres, sampai sekarang belum jelas mengarah pada siapa "jodoh" itu akan tertambat. Seperti agak alot. Tapi tetap satu nama yang akan dipilihnya, dan nama itu agaknya sudah ada di kantong Anies. Sudah jelas siapa makhluknya.
Tapi tetap masih serba rahasia. Terbuka sih tipis-tipis, meski tetap sulit arahnya akan menyasar ke mana. Tapi justru itu asyik untuk dianalisa ke mana labuhan Anies itu akan berakhir, meski tetap saja belum memecahkan teka-teki siapa "jodoh" Anies sebenarnya untuk berkontestasi dalam Pilpres 2024.
Tarik-menarik kepentingan partai pengusung, khususnya Partai NasDem dan Demokrat, terkadang memunculkan pernyataan sengit saling menyerang satu dengan lainnya. Seperti berbalasan pantun. Intinya, NasDem keberatan jika Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang jadi "jodoh" Anies. NasDem lebih menghendaki Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur, yang mendampingi Anies. Sepertinya Khofifah menolaknya. Khofifah seperti tak mau ambil risiko diobrak-abrik kemapanannya.
Lantas ikhtiar berjodoh dengan Khofifah lalu disudahi saja, karena kemungkinannya kecil bisa bersanding. Tentu tidak demikian. Upaya menarik Khofifah untuk berjodoh itu masih punya kemungkinan, dan itu bisa terjadi oleh sebab-sebab alam memungkinkannya. Tidak ada yang tidak mungkin. Karenanya, memang perlu waktu untuk terus diikhtiarkan. Khofifah belum tertutup, meski ia menutup diri. Bukan tak hendak berjodoh dengan Anies, tapi lebih pada suasana politik menyebabkan ia menolak perjodohan itu.
Khofifah dipilih jelas karena ia punya basis massa riil, dan itu yang diperlukan Anies untuk menguatkan suara Anies di Jawa Timur dan Jawa Tengah, yang dikenal sebagai basis Nahdliyyin. Ditambah Khofifah itu Ketua Umum Muslimat, salah satu organ NU terbesar dan solid, yang punya massa tidak sedikit. Kekuatan Khofifah jelas ada di basis massanya. Karenanya, Khofifah jadi pinangan utama untuk berjodoh dengan Anies.
Lalu muncul perempuan Nahdliyyin lainnya yang jadi rasan-rasan akan jadi jodoh Anies. Dia adalah putri mantan Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Zanubba Ariffah Chafsoh, yang akrab dipanggil Yenny Wahid. Anehnya nama putri Gus Dur ini disodorkan Demokrat, bersama yang utama tentunya adalah AHY sendiri. Jika AHY ditolak, maka Yenny Wahid nama yang disetujui Demokrat. NasDem pun tampak setuju. PKS pun tampaknya idem.
Apakah lalu Yenny Wahid yang pasti berjodoh dengan Anies, belum tentu. Yenny pun masih tarik ulur seperti jual mahal dengan mengatakan, apakah Anies sudah pasti menjadi capres, meski dengan nada gurau. Ia juga menyebut Prabowo Subianto, yang menurutnya belum tentu juga bisa nyapres.
Yenny memang tidak bisa dipandang sekadar anak Gus Dur. Meski bukan ketua umum partai, bukan pula pengusaha yang punya logistik untuk masuk di ranah pilpres, tapi Yenny punya integritas selayaknya, dan intelektual. Tentu melihat Yenny, dan itu jika jadi pilihan berjodoh dengan Anies, itu lebih karena ia berlatar Nahdliyyin yang bukan kaleng-kaleng. Yenny adalah cicit dari Hadratusy Syekh KH Hasyim Asyari, salah satu pendiri NU.
Yenny Wahid belum pasti dipilih Anies, dan Yenny pun belum menyatakan bersedia untuk mendampingi Anies. Agaknya belum ada pembicaraan khusus yang serius meminangnya, itu yang menyebabkan ia tak ingin gede rumongso. Ia coba menahan diri tak ingin menampakkan diri kebelet dipinang. Pikirnya, iya kalau dipinang, kalau itu rumor duh malunya.
Dua nama sudah dimunculkan untuk menakar pilihan Anies, Khofifah Indar Parawansa dan Yenny Wahid. Khofifah menolak lebih karena keadaan belum memungkinkan, dan Yenny yang masih "digantung" atau bisa jadi justru Yenny yang "menggantung".
Lalu ada nama yang sejak awal selalu menampakkan kemesraan dengan Anies. Siapa lagi kalau bukan AHY. Pria tampan yang Ketua Umum Partai Demokrat ini memang yang paling digadang sebagai "jodoh" Anies. Tentu jika NasDem mau legowo menerimanya. PKS yang tadinya mengajukan Achmad Heryawan, mantan Gubernur Jawa Barat, itu sudah tidak terlalu lagi menggebu bernafsu mengajukan jagoannya. PKS tampak lebih dewasa, dan justru yang paling luwes memberikan keleluasaan pada Anies menentukan sendiri siapa "jodoh" yang dikehendakinya.
Memilih AHY itu lebih pada figurnya plus anak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden RI ke-6. SBY pastilah masih punya jaringan yang bisa diharapkan menambah pundi-pundi suara. Di samping itu, AHY punya mesin politik, yang bisa digerakkannya. Dan, wajah tampannya itu masuk dalam radar pilihan milenial. Wajah yang buat remaja perempuan khususnya klepek-klepek.
Juga, dalam beberapa hari ini muncul santer nama Gatot Nurmantyo, mantan Panglima TNI. GN inisialnya, tergolong jenderal purnawirawan yang kritis pada kebijakan rezim Jokowi. Tidak persis tahu awal mula siapa yang memunculkan nama GN untuk berjodoh dengan Anies. Anehnya, AHY dan SBY juga setuju jika Anies memilih GN jadi alternatif pilihan.
Kekuatan GN tentu pada figurnya. Soal-soal lain yang bisa mendatangkan pundi-pundi suara darinya, itu artinya basis massanya, sepertinya belum terlihat. Tapi figur GN yang memilih berada dalam zona tidak nyaman, dan itu berhadapan dengan rezim, itu bisa jadi nilai plus yang dipunya, dan itulah integritasnya, yang selalu ingin melihat Indonesia lebih baik.
Tapi realitas menyebut Anies lebih butuh berjodoh dengan figur yang bisa menutup sisi kekurangannya di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Karenanya, menggandeng figur Nahdliyyin, itu memang jadi yang utama. Dua nama yang disebut di atas, Khofifah khususnya, belum bersedia. Sedang Yenny Wahid, belum jelas mau tidaknya, atau justru ia belum pernah diajak ta'aruf selayaknya.
Nahdliyyin tidak pernah kehabisan stok SDM. Maka, satu nama lagi muncul dari kalangan Nahdliyyin yang patut diperhitungkan. Namanya memang kurang menonjol, meski jabatan terakhirnya sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah. Ia adalah KH Taj Yasin Maimoen, putra dari kiai karismatis NU Allahyarham Mbah Maimun Zubeir. Biasa dipanggil dengan Gus Yasin. Relatif muda, usia baru 40 tahun. Namanya memang belum menasional, tapi bagi kalangan Nahdliyyin Jawa Tengah khususnya, dan Jawa Timur umumnya, namanya itu cukup masyhur. Dan, itu cukup untuk mendongkrak suara di 2 provinsi tadi, yang dikenal sebagai lumbung suara Nahdliyyin. Apakah Gus Yasin bersedia dipinang Anies, belum juga pasti. Tapi yang pasti keluarga Allahyarham Mbah Maimun itu cukup akrab dan mengagumi seorang Anies Baswedan.
Adakah nama-nama yang disebutkan tadi, itu memang sudah ada di kantong Anies, dan karenanya akan terpilih satu di antaranya, tetap tidak ada yang bisa memastikan. Bisa jadi ada nama kejutan lainnya, selain nama-nama di atas, yang akan muncul. Namun yang jelas, di kantong Anies hanya ada satu nama yang akan dimunculkan untuk terpilih berjodoh dengannya. Siapa itu? Hanya Anies dan Tuhan yang tahu, siapa nama yang dipilihnya. Dan kita dituntut tetap sabar menanti kejutan akan "jodoh" yang pantas untuk mendampinginya.
Namun, jangan tarik-tarik dan paksa-paksa agar Anies cepat-cepat mengumumkan siapa "jodoh" yang akan dipilihnya. Tak perlu buru-buru mengeluarkan "jodoh" yang ada dalam kantongnya. Waktu pendaftaran pasangan capres yang ditentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih sekitar 2 bulanan. Waktu yang cukup untuk atur strategi kapan tepatnya pengumuman pasangan itu dilakukan. Penting pula untuk melihat siapa pasangan yang akan dipilih Prabowo Subianto, dan juga Ganjar Pranowo. Juga tidak kalah penting dari semuanya, itu agar "jodoh" yang dipilih Anies tidak lantas dibegal-begal kekuatan jahat yang bekerja untuk itu. Maka, memilih tidak terburu-buru itu sepertinya jadi pilihan tepat untuk dipilih... Wallahu a'lam.**