Menegakkan Kembali Negara Preambule UUD 1945
Sementara penguasa bergelimang kemewahan, membangun dinasti politik, Anggota DPR dan DPD hanya sebagai pekerjaan untuk mencari kenikmatan kehidupan pribadi dan golongannya.
Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila
KEGALAUAN kita sebagai bangsa hari hari ini semakin membuncah, semakin gemas dengan tingkah pola para pemimpin yang tidak pantas lagi diteladani, korupsi, intrik-intrik politik yang mengkristal bersetubuh dengan Oligarki tak memberi energi positif, justru sebaliknya menjadikan bangsa ini carut-marut dan puncaknya hilangnya rasa kepercayaan sesama anak bangsa.
Hilangnya jatidiri berbangsa dan bernegara, suramnya masa depan dengan bayang-bayang Oligarki yang bertemali di bawah bayang-bayang penjajahan China. Hutang yang semakin menggunung, negara tergadaikan, hilangnya kedaulatan sebagai bangsa.
Apa ya begini negara yang kita inginkan sejak UUD 1945 diamandemen dan kedaulatan rakyat dirampok oleh partai politik, maka negara ini sudah tidak lagi berdasarkan Pancasila, diganti Super Liberal dan Super Kapitalis!
Semua serba untung-rugi dan lahir pilkada pilpres, pemilu dengan biaya yang besar, maka sistem politik seperti ini butuh logistik yang besar. Akibatnya semua dipertaruhkan dengan transaksional yang serba uang tidak peduli negara ini tergadaikan lahirlah bandar-bandar politik, yang mengkristal menjadi oligarki yang menguasai jagat Indonesia.
Marilah kita merenungkan kembali apa yang pernah dipidatokan oleh Bung Karno pada peringatan 17 Agustus 1963 sebagai berikut.
……“Dan sinar suryanya! Pada waktu kita berjalan, Proklamasi menunjukkan arahnya jalan.
Pada waktu kita lelah, Proklamasi memberikan tenaga baru kepada kita. Pada waktu kita berputus asa, Proklamasi membangunkan lagi semangat kita. Pada waktu diantara kita ada yang nyeleweng, Proklamasi memberikan alat kepada kita untuk memperingatkan si penyeleweng itu bahwa mereka telah nyeleweng.
Pada waktu kita menang, Proklamasi mengajak kita untuk tegap berjalan terus, oleh karena tujuan terakhir memang belum tercapai.
Bahagialah rakyat Indonesia yang mempunyai Proklamasi itu; bahagialah ia, karena ia mempunyai pengayoman, dan di atas kepalanya ada sinar surya yang cemerlang! Bahagialah ia, karena ia dengan adanya Proklamasi yang perkataan-perkatannya sederhana itu, tetapi yang pada hakikatnya ialah pencetusan segala perasaan-perasaan yang dalam sedalam-dalamnya terbenam di dalam ia punya kalbu, sebenarnya telah membukakan keluar ia punya pandangan hidup, ia punya tujuan hidup, ia punya falsafah hidup, ia punya rahasia hidup, sehingga selanjutnya dengan adanya Proklamasi beserta anak kandungnya yang berupa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 itu, ia mempunyai pegangan hidup yang boleh dibaca dan direnungkan setiap jam dan setiap menit.
Tidak ada satu bangsa di dunia ini yang mempunyai pegangan hidup begitu jelas dan indah, seperti bangsa kita ini.
Malah banyak bangsa di muka bumi ini, yang tak mempunyai pegangan hidup sama sekali!
Dengarkan sekali lagi bunyi naskah Proklamasi itu:
“Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.”
Dan dengarkan sekali lagi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945:
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: “Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Demikianlah bunyi Proklamasi beserta anak kandungnya yang berupa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Alangkah jelasnya! Alangkah sempurnanya ia melukiskan kita punya pandangan hidup sebagai bangsa, - kita punya tujuan hidup, kita punya falsafah hidup, kita punya rahasia hidup, kita punya pegangan hidup!
Declaration of independence kita, yaitu terlukis dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta Pembukaannya, mengikat bangsa Indonesia kepada beberapa prinsip sendiri, dan memberi tahu kepada seluruh dunia apa prinsip-prinsip kita itu.
Proklamasi kita adalah sumber kekuatan dan sumber tekad perjuangan kita, oleh karena seperti tadi saya katakan, Proklamasi kita itu adalah ledakan pada saat memuncaknya kracht total semua tenaga-tenaga nasional, badaniah dan batiniah-fisik dan moril, materiil dan spirituil.
Declaration of independence kita, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, memberikan pedoman-pedoman tertentu untuk mengisi kemerdekaan nasional kita, untuk melaksanakan kenegaraan kita, untuk mengetahui tujuan dalam memperkembangkan kebangsaan kita, untuk setia kepada suara batin yang hidup dalam kalbu rakyat kita.
Maka dari itulah saya tadi tandaskan bahwa Proklamasi kita tak dapat dipisahkan dari declaration of independence kita yang berupa Undang-Undang Dasar 1945 dengan Pembukaannya itu.
“Proklamasi” tanpa “declaration” berarti bahwa kemerdekaan kita tidak mempunyai falsafah. Tidak mempunyai dasar penghidupan nasional, tidak mempunyai pedoman, tidak mempunyai arah, tidak mempunyai “raison d’etre”, tidak mempunyai tujuan selain daripada mengusir kekuasaan asing dari bumi Ibu Pertiwi.
Sebaliknya, “declaration” tanpa “proklamasi”, tidak mempunyai arti. Sebab, tanpa kemerdekaan, maka segala falsafah, segala dasar dan tujuan, segala prinsip, segala “isme”, akan merupakan khayalan belaka, - angan-angan kosong-melompong yang terapung-apung di angkasa raya.
Tidak, Saudara-saudara!
Proklamasi Kemerdekaan kita bukan hanya mempunyai segi negatif atau destruktif saja, dalam arti membinasakan segala kekuatan dan kekuasaan asing yang bertentangan dengan kedaulatan bangsa kita, menjebol sampai ke akar-akarnya segala penjajahan di bumi kita, menyapu-bersih segala kolonialisme dan imperialisme dari tanah air Indonesia, - tidak, proklamasi kita itu, selain melahirkan kemerdekaan, juga melahirkan dan menghidupkan kembali kepribadian bangsa Indonesia dalam arti seluas-luasnya:
Kepribadian politik, kepribadian ekonomi, kepribadian sosial, dan kepribadian kebudayaan, dengan pendek kata kepribadian nasional. Kemerdekaan dan kepribadian nasional adalah laksana dua anak kembar yang melengket satu sama lain, yang tak dapat dipisahkan tanpa membawa bencana kepada masing-masing”.....
Sekali lagi, semua kita, terutama sekali semua pemimpin-pemimpin, harus menyadari sangkut-paut antara Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945:
Kemerdekaan untuk bersatu, kemerdekaan untuk berdaulat, kemerdekaan untuk adil dan makmur, kemerdekaan untuk memajukan kesejahteraan umum, kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, kemerdekaan untuk ketertiban dunia, kemerdekaan perdamaian abadi, kemerdekaan untuk keadilan sosial, kemerdekaan yang berkedaulatan rakyat, kemerdekaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, kemerdekaan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, kemerdekaan yang berdasarkan persatuan Indonesia, kemerdekaan yang berdasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, kemerdekaan yang mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, semua ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, anak kandung atau saudara kembar daripada Proklamasi 17 Agustus 1945.
Bagi orang yang benar-benar sadar kita punya proclamation dan sadar kita punya declaration, maka Amanat Penderitaan Rakyat tidaklah khayalan atau abstrak.
Bagi dia, Amanat Penderitaan Rakyat terlukis cetha wela-wela (sangat nyata dan jelas) dalam Proklamasi dan Undang-Undang Dasar 1945.
Bagi dia, Amanat Penderitaan Rakyat adalah konkrit-mbahnya-konkrit. Bagi dia, - dus bukan bagi orang-orang gadungan -, melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat adalah berarti setia dan taat kepada Proklamasi.
Bagi dia, mengerti Amanat Penderitaan Rakyat berarti mempunyai orientasi yang tepat terhadap rakyat.
Bukan rakyat sebagai kuda tunggangan, tetapi rakyat sebagai satu-satunya yang berdaulat di Republik Proklamasi, sebagai tertulis di dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.
(Cuplikan Pidato Presiden Soekarno 17 Agustus 1963 di Istana Negara).
Pidato ini sungguh masih sangat relevan untuk direnungkan keadaan bangsa yang carut-marut sejak reformasi dan mengamandemen UUD 1945, tatanan kenegaraan telah diubah tanpa mau memperdalam apa yang menjadi kesepakatan bersama yaitu Pembukaan (Preambule) UUD 1945, di sanalah tercantum Pandangan hidup, Falsafah hidup, Tujuan hidup, Cita-cita hidup.
Para pengamandemen UUD 1945 telah lupa dan sengaja melupakan apa yang menjadi jatidiri bangsanya, menenggelamkan sistem berbangsa dan bernegara, dengan mengganti Demokrasi Liberal, demokrasi yang tidak berdasar pada Preambule UUD 1945.
Demokrasi yang menjadikan rakyat hanya sebagai kuda tunggangan, rakyat hanya sebagai “tambal butuh“ yang hanya diberi sekedarnya, diberi sembako, setelah itu semua janji-janji manis dilupakan, akibatnya Amanat penderitaan rakyat terus akan berlanjut tanpa cita-cita.
Sementara penguasa bergelimang kemewahan, membangun dinasti politik, Anggota DPR dan DPD hanya sebagai pekerjaan untuk mencari kenikmatan kehidupan pribadi dan golongannya.
Partai politik hanya sebagai gerombolan manusia tanpa ideologi kebangsaan, ini semua bisa kita ukur dari jati diri bangsa, bisa diukur ketika “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan“ diganti dengan demokrasi kalah menang, demokrasi banyak-banyakan, demokrasi kuat-kuatan.
Dampaknya tidak bisa dibantah dengan semakin merajalelanya Korupsi, sebab Partai Politik memang dibiyayai dengan hasil korupsi, begitu juga petinggi partai bergelimang kemewahan hasil korupsi.
Sekali lagi Penderitaan rakyat akan terus berlanjut karena korupsi menjadi ideologi partai politik. Politik yang dipertontonkan bukan politik yang mempunyai tujuan mensejahterakan rakya, politik tanpa moral, politik dibangun tanpa jati diri yang hanya bertujuan untuk kekuasaan pribadi dan golongannya, saling intrik, saling hujat, bahkan menggunakan kekuasaan hanya untuk kekuasaan yang tanpa risih.
Sekali lagi, rakyat hanya sebagai kuda tungganggangan, rakyat disewa untuk demontrasi, dan percaturan politik Indonesia memasuki era oligarki, segala sesuatu tidak lagi untuk kepentingan bangsa dan negara tetapi untuk kepentingan dan kemauan oligarki.
Negara bangsa ini sudah murtad pada Pancasila, UUD 1945, dan Proklamasi Kemerdekaan NKRI.
Tidak ada jalan selamat kecuali rakyat melakukan perubahan sendiri, memperbaiki nasibnya sendiri, amanat penderitaan rakyat harus kita tanggulangi sendiri, Jalan keselamatan harus dibangun dengan Gotong-royong, dengan kebersamaan, dengan persatuan , dengan senasib seperjuangan, menegakkan kembali Negara Preambule UUD 1945.
Membangun kesadaran baru bahwa negeri ini didirikan dengan falsafah hidup, tujuan hidup, pegangan hidup, cita-cita hidup, hanya kembali pada cita-cita Negara Proklamasi yang berdasarkan pada Pembukaan UUD 1945 kita bangsa ini akan selamat. Kembali menegakkan Marwa Pancasila dan UUD 1945 ori adalah jalan keselamatan bagi bangsa dan negara ini.
Marilah kita bangun kesadaran kita sebagai anak bangsa, Bangunlah jiwa mu, Bangunlah Badan mu, Untuk Indonesia Raya.
Kita bisa membangun negeri ini jika kita punya jati diri bangsa oleh sebab itu kembali pada Preambule UUD 1945 dan berjuanglah untuk mengembalikan Pancasila dan UUD 1945 ori. (*)