Menganggap Jokowi sebagai Guru Politiknya: Sinyal Akan Datang Petaka dan Bencana Lebih Besar
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih
KEUNGGULAN Napoleon terletak pada kesabaran, fleksibilitas dan cara berfikirnya. Ia tidak membayangkan perang sebagai murni bertahan atau murni menyerang. Selalu menggabungkan pertahanan dengan serangan untuk menciptakan perangkap yang sempurna.
Indonesia belum ada pemimpin perang sekaliber Napoleon, yang muncul presiden sekelas Jokowi begitu mudah dipaksa masuk perangkap yang membahayakan negara.
Sejak dilantiknya Xi Jinping sebagai presiden RRC pada 14 Maret 2013, terkait dengan program BRI, Indonesia dipaksa masuk perangkap di bawah kendali pengaruh dominasi China.
Muncul Program Strategis Nasional (PSN) sesungguhnya program rekayasa Xi Jinping yang dititipkan atau diselundupkan melalui Jokowi boneka RRC sejak berkuasa.
Terjadinya peristiwa tragis perampasan tanah untuk hunian imigran China, menyamar sebagai tenaga kerja masuk ke Indonesia secara gelap dan besar besaran. Penguasaan pesisir dengan pematokan laut adalah strategi yang diadopsi dari strategi Mao Zedong dikenal dengan "Desa mengepung Kota”
Presiden Prabowo Subianto konon sebagai ahli perang. Seperti masih gagap dalam pertarungan politik, yang sering kali terjadi sangat jahat, keras, keji dan licik, terus menerus minta rakyat yang telah menjadi korban keganasan oligarki agar bersabar.
Strategi devensif dengan bersabar hanya bertahan sangat berbahaya, akan menjadikan dirinya terpojok, menjadi kebiasaan yang buruk, mudah diserang dan diramalkan.
Berlanjut Presiden Joko Widodo (saat itu) ikut dalam pembukaan Belt and Road Forum (BRF) ke 3 di Great Hall of The People, Beijing, China, Rabu (18/10/2023), Jokowi kembali masuk perangkap dan jebakan RRC lebih dalam.
Di hadapan Presiden China Xi Jinping ia mengatakan bahwa IKN Bagian Jalur Sutra China itu sama menyerahkan kedaulatan negara.
Menerima dan melaksanakan program Investasi meliputi proyek bandara, jalan raya, kereta api berkecepatan tinggi, pelabuhan, energi, dan infrastruktur, dengan uang pinjaman dari RRC adalah petaka Indonesia akan menjadi negara jajahan.
Presiden Jokowi (saat itu) dan seluruh kabinet Indonesia Maju bersuka ria mendapatkan uang hutang , apapun alasannya adalah ketololan yang nyata.
Fakta membuktikan dalam satu dekade sejak peluncurannya BRI memberikan pinjaman, siasat licik terjadi, proyek-proyek tidak berkelanjutan, mulai limbung nabrak APBN.
Sekarang bencana kehancuran dari jebakan dan perangkap strategi Mao Zedong “Desa mengepung Kota” diadopsi oleh Xi Jinping telah menekan dan menerkam Indonesia.
Presiden Prabowo Subianto dalam keadaan sangat sulit, terus beretorika menerapkan strategi politik devensif tanpa keberanian ambil tindakan progresif, gamang dan ragu masih dalam bayang bayang Jokowi (guru politiknya).
Kalau Presiden Prabowo Subianto tidak bisa segera keluar dari pengaruh politik Jokowi yang sudah menyandang sebagai penghianat negara sebagai boneka Oligarki dan RRC adalah sinyal akan datang petaka dan bencana yang lebih besar. (*)