Mengubah Euforia Menjadi Militansi Rakyat Pada Anies

Ini bukan piala dunia dimana skill berbalut ketangguhan dan kesabaran tim bermain sepak bola bisa menjadikannya juara. Ini tentang pseudo demokrasi atau malah ketiadaan demokrasi. Ini tentang kekuasaaan yang memiliki kekuataan uang yang bisa membeli partai politik, DPR, TNI-Polri, MK dan KPU. Kekuatan uang yang bisa membeli segala-galanya di republik ketika Pancasila, UUD 1945 dan NKRI yang menaunginya.

Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI 

DUKUNGAN rakyat yang terlihat dari antusias dan sambutan luar biasa saat safari politik Anies ke pelosok Indonesia,  tidak serta-merta menjadi modal yang cukup bagi Anies mengikuti kontestasi pilpres 2024. Selain mengupayakan partai politik yang akan mengusung capresnya, Anies juga harus berhadapan dengan kekuatan politik  yang terstruktur, sistematik dan masif. Rezim kekuasaan menjadi satu-satunya dan faktor utama yang bisa menjegal Anies menuju kursi presiden pada pilpres 2024  mendatang, meskipun dukungan rakyat deras mengalir ke Anies.

Wacana presiden 3 periode atau perpanjangan jabatan, menjadi indikator bahwa Anies tidak diinginkan, menjadi ancaman  dan bahkan sangat berbahaya bagi kesinambungan kekuasaan rezim yang semakin terindikasi otoriter dan diktator. Anies terus menjadi target dan sasaran tembak dari upaya fitnah dan pelbagai pembunuhan karakter, agar bisa dipastikan gagal mencalonkan diri menjadi presiden. Dari semasa menjabat gubernur Jakarta hingga menjadi rakyat biasa, Anies tak pernah berhenti diterpa sikap kebencian dan permusuhan penguasa beserta para cecunguknya dan ternak oligarki lainnya. Kalau perlu, hanya untuk bernapas saja, akan ada serangan ke Anies dari para buzzer yang dipelihara rezim pemerintah  yang menjadi boneka oligarki.

Memahami dan menyadari konstelasi yang seperti itu, Anies harus mampu melakukan kerja-kerja politik yang terarah, terukur dan sangat diperlukan yang anti mainstream. Tak cukup hanya dengan melakukan agenda-agenda konvensional dan formal, apalagi cuma  seremonial. Anies tak harus percaya sepenuhnya terhadap mekanisme demokrasi sekalipun prosedural dan konstitusional. Hanya dengan pendekatan normatif,  rezim yang menguasai institusi-istitusi negara baik  partai-politik, DPR RI, TNI-Polri dan MK hingga KPU, Anies bisa disingkirkan dengan seolah-olah sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku.

Betapapun Anies mengantongi simpati, empati dan euforia rakyat sekalipun, Anies tak boleh melihat itu sebagai sebuah jalan mulus menuju pilpres yang cenderung paling panas dan beresiko tinggi pada keberadaan dan eksistensi NKRI ke depannya. Banjir dukungan rakyat terhadap Anies harus dikelola secara lebih radikal, fundamental dan revolusioner. Motivasi dan tujuan Anies dalam kontestasi pilpres, tidak boleh sebatas hanya agar dapat memenangkan pesta demokrasi akbar itu. Anies juga harus mulai menyiapkan diri bagaimana setelah lolos pencapresan dan menjadi presiden serta bagaimana kepemimpinannya bisa melakukan upaya  penyelamatan dan perbaikan negara baik secara struktural maupun kultural. Termasuk menghadapi rongrongan oligarki baik dari partai politik maupun korporasi. Seperti menjebol dan membangun, Anies membutuhkan pengabdian total lebih dari sekedar kerja keras dan prestasi untuk memperbaiki kerusakan akut pada republik yang telah berkali- kali membunuh Pansasila dan UUD 1945.

Bersama oligarki, rezim dengan kekuatan uang dan hampir semua institusi dan aparaturnya yang dapat dibeli, bisa dipastikan mampu menjegal Anies. Melumpuhkan dan meniadakan Anies dalam pusaran politik pilpres 2024,  bukanlah hal yang mustahil dan sulit bagi kekuasaan. Uang telah menjadi falsafah dan dasar negara, menjadi panutan bagi siapapun, utamanya politisi dan birokrasi dalam mengatur dan mengelola negara. Pemimpin-pemimpin dan pejabat formal yang hipokrit, khianat dan tak ubahnya sebagai penjahat konstitusional yang menguasai Indonesia  yang sejatinya ulama dan umat Islam sebagai pemilik saham terbesarnya. Uang adalah segala-segalanya, jabatan adalah alat efisien dan efektif untuk meraihnya. Begitulah maindset penguasa yang untuk mewujudkannya, harus berpakaian,  bergaya sekaligus berjiwa kapitalistik dan komunis.

Anies yang telah menjadi bola panas dan liar bagi politik mempertahankan dan melanggengkan kekuasaan oleh rezim boneka. Dituntut untuk cerdas dan piawai mengorganisir energi rakyat untuk melawannya. Dukungan rakyat yang kental berasal dari arus bawah  baik dari masyarakat umum maupun partai politik, harus bisa membangun kekuatan politik rakyat menjadi gerakan perubahan. Bersama kekuatan oposisi lainnya,  utamanya pemimpin dan tokoh pergerakan serta basis umat Islam yang militan, Anies akan mampu  melewati belenggu demokrasi  dan perangkap oligarki menuju peran kepala negara dan kepala pemerintahan yang didukung dan mendukung rakyat.

Tinggal bagaimana orang-orang disekeling Anies bisa menjadi dapur pemikiran dan supooting sistem yang andal,  yang kuat secara konseptual dan praksis guna melakukan kerja-kerja dan gerilya politik yang elegan menghadapi pilpres 2024.

Meminjam pemikiran hukum kekekalan energi Newton, bahwasanya energi tidak bisa dihilangkan atau disingkirkan. Energi hanya bisa dipindahkan atau disalurkan. Equivalen dengan ilmu dan pengetahuan scientis itu, maka energi rakyat juga hasus dipindahkan atau disalurkan ke wadah yang tepat. Menghadapi pilpres 2024 yang penuh tipu daya dan siasat oleh oligarki,  Anies harus mengelola kekuatan rakyat mengantisiapasi mekanisme demokrasi prosedural yang penuh kecurangan, penghianatan dan kejahatan kostitusi. Jika perlu menyiapakan sekoci, merespon sewaktu-waktu karena keadaan harus menyiapkan diri demi menyalurkan energi atau kekuatan rakyat,  untuk memimpin negeri ini dengan atau tanpa pemilu 2024. 

Atau dengan menggerakan people power di luar ranah demokrasi prosedural sekalipun.

*) Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan.

Bekasi Kota Patriot, 20 Desember 2022/26 Jumadil Awal 1444 H.

433

Related Post