Menteri “Bernoda” Korupsi (2): Halim Iskandar dan Ida Fauziyah?
Oleh Mochamad Toha (Wartawan Senior)
Jakarta, FNN - Selain nama Mendagri Tito Karnavian dan Menteri BUMN Erick Thohir, nama Abdul Halim Iskandar, kakak Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar yang menjabat Mendes PDTT dan Menaker Ida Fauziah, ternyata “bernoda” korupsi juga.
Keduanya adalah politisi PKB pimpinan Ketum DPP PKB Muhaimin Iskandar. Sayangnya, kedua politisi PKB itu pernah “berurusan” dengan KPK. Meskipun mereka diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi. Ini dibenarkan oleh pihak KPK.
Menurut Jubir KPK Febri Diansyah, Halim Iskandar dan Ida Fauziyah itu pernah dipanggil dan diperiksa sebagai saksi dalam kasus yang berbeda. Beberapa orang memang pernah diperiksa KPK sebagai saksi dalam sejumlah perkara terpisah.
“Saya kira itu juga sudah terbuka ya informasinya,” kata Febri seperti dilansir RMOL.id. Halim Iskandar pernah diperiksa dalam kasus dugaan gratifikasi dari kasus pencucian uang Bupati non-aktif Nganjuk Taufiqurrahman.
Sedangkan Ida Fauziyah terkait kasus dugaan korupsi pelaksanaan Haji 2012 sampai 2013 untuk tersangka eks Ketum PPP Surya Darma Ali. Mantan Menteri Agama ini pun sudah divonis Pengadilan Tipikor Jakarta.
“Ada beberapa kasus yang berjalan saat itu, seperti suap dan gratifikasi Bupati Nganjuk dan juga kasus korupsi haji yang melibatkan Menteri Agama sebelumnya,” ujar Febri, mengutip Law-justice.co, Rabu (23/10/2019 08:30 WIB).
“Memang ada beberapa nama yang kita tahu terkait dengan beberapa kasus korupsi yang pernah ditangani KPK. Namun, mereka memang baru diperiksa sebagai saksi sejauh ini,” ungkap Febri.
Halim Iskandar
Jejak digital Abdul Halim Iskandar yang “bernoda” korupsi masih terekam. Terkait dirinya yang pernah dipanggil KPK, Halim Iskandar menyatakan sudah clear dan ia tidak terlibat. “Semua clear, enggak ada masalah,” ujarnya, mengutip Kompas.com.
Seperti dilansir Kompas.com, Selasa (22/10/2019), dirinya sempat berurusan dengan KPK pada 2018. Dia dipanggil sebagai saksi terkait penyidikan perkara tindak pidana pencucian uang dengan tersangka mantan Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman.
Seperti dilansir Liputan6.com, Selasa (22 Okt 2019, 15:09 WIB), “Ya saya kenal, waktu di Jombang ya, sudah,” ujar Abdul Halim usai diperiksa di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa 31 Juli 2018.
Halim Iskandar tidak menampik kerap bertemu dengan mantan Bupati Nganjuk tersebut. Namun, menurut Ketua DPW PKB Jawa Timur itu, perkenalan dan pertemuannya dengan Taufiqurrahman hanya sebatas kaitan sebagai pengurus partai.
“Dia kan orang Jombang. Dia (Bupati Nganjuk Taufiqurrahman) aktif di Golkar, saya di PKB. Kenal sebagai pengurus partai. Sudah itu saja,” kata Halim Iskandar.
Taufiqurrahman sendiri merupakan tersangka penerimaan gratifikasi terkait proyek-proyek di Nganjuk. Taufiqurrahman yang diduga KPK menerima gratifikasi Rp 5 miliar selama 2013-2017.
Nama mantan Ketua DPRD Jatim periode 2014-2019 itu sempat pula secara tersirat sebagai “kerabat” Muhaimin Iskandar yang sedang digadang-gadang agar maju dalam bursa cagub Jatim 2018. Makanya Ketum PKB ini sedang membutuhkan logistik.
Hal itu terungkap dari pengakuan terpidana kasus suap proyek infrastruktur Musa Zainuddin yang menyeret Muhaimin Iskandar dalam pusaran perkara yang membelitnya. Seperti dikutip Tempo, Sabtu (19/10/2019), Muhaimin dituding terima duit fee Rp 6 miliar.
Selain dituding menerima duit, Muhaimin disebut juga berupaya menggagalkan permohonan justice collaborator (JC) kadernya tersebut. Awal Oktober lalu, 3 penyidik KPK memeriksa Musa. “Saya diperiksa atas surat permohonan sebagai JC,” kata Musa.
Kepada Tempo, Musa mengatakan penyerahan uang itu merupakan respons atas percakapan bersama Jazilul beberapa bulan sebelumnya. Saat itu, Sekretaris Fraksi PKB Jazilul Fawaid mengatakan Muhaimin Iskandar sedang membutuhkan logistik untuk mendorong kader PKB agar maju dalam bursa cagub Jatim 2018.
Nama yang sedang digadang-gadang saat itu adalah kerabat Muhaimin. Ternyata, kerabat ini tidak lain adalah Abdul Halim Iskandar, kakak Muhaimin Iskandar yang belakangan batal maju dalam kontestasi Pilgub Jatim 2018.
Surat JC Musa yang diperoleh Tempo menyebutkan sebagian besar uang dari para pengusaha itu diserahkan kepada Jazilul. Jumlahnya jauh lebih besar dari uang yang ia terima, yakni Rp 6 miliar. “Yang di tangan saya cuma Rp 1 miliar,” ujar Musa.
Musa menjalani hukuman selama 9 tahun karena terbukti menerima suap sebesar Rp 7 miliar untuk meloloskan proyek infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Maluku dan Maluku Utara Tahun Anggaran 2016.
Setelah anggaran diketuk, Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir menemui Musa. Abdul Khoir mengaku tertarik menggarap proyek pembangunan jalan Taniwel-Saleman, Maluku, senilai Rp 56 miliar.
Mantan anggota Komisi Infrastruktur Dewan Perwakilan Rakyat dari PKB itu ditahan sejak Februari 2017. Uang tersebut berasal dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, kontraktor proyek, yang lebih dulu dihukum Pengadilan Tipikor Jakarta.
Musa mengatakan penyidik ingin mengkonfirmasi surat permohonan menjadi JC Musa yang diajukan pada sekitar Juli 2019. Musa juga membuka kronologi aliran dana suap Rp 7 miliar yang selama ini tak terungkap di pengadilan dan pemeriksaan.
Belakangan, Musa mengaku duit suap itu tidak dia nikmati sendiri, tapi mengalir ke sejumlah koleganya di PKB, termasuk ke Muhaimin. Berbeda dengan keterangan di persidangan, aliran dana suap dari Abdl Khoir ternyata tak berhenti di tangan Musa.
Musa mengaku menutupi peran para koleganya lantaran menerima instruksi dari dua petinggi partai. Keduanya menekan Musa agar menutupi keterkaitan uang itu dengan para petinggi PKB.
Mereka mengatakan, Ketum PKB Muhaimin Iskandar berpesan agar kasus suap itu berhenti di Musa. “Saya diminta berbohong dengan tidak mengungkap peristiwa sebenarnya,” ucap Musa. Imin – panggilan akrab Muhaimin – kini menjabat Wakil Ketua DPR.
Ida Fauziah
Selain Abdul Halim Iskandar, jejak digital serupa yang “bernoda” korupsi juga mengarah ke Ida Fauziah, politikus PKB yang diangkat Presiden Joko Widodo menjabat Menaker dalam Kabinet Indonesia Maju (KIM) 2019-2024.
Pada medio 2014, Ida Fauziah yang saat itu anggota Komisi VIII DPR pernah diperiksa KPK terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pelaksanaan Haji 2012 sampai 2013 yang mengarah kepada Komisi VIII DPR.
“Diperiksa untuk tersangka SDA (Surya Dharma Ali, mantan Menag saat itu),” tulis Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, melalui pesan singkat, Senin (18/8/2014).
Selain Ida, KPK juga turut menjadwalkan memeriksa Anggota Komisi VIII Fraksi Demokrat, Muhammad Baghowi, Soemintarsih Muntoro (Anggota Komisi VIII DPR Fraksi Hanura), dan bekas Ketua Komisi VIII Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Jazuli Juwaini.
Kemudian, mantan Direktur Jenderal Pelaksanaan Haji dan Umrah Anggito Abimanyu buat kesekian kalinya juga diperiksa sebagai saksi. Dalam kasus tersebut, ketika itu KPK baru menetapkan seorang tersangka yaitu mantan Menag SDA.
Tetapi uniknya, dalam surat perintah dimulainya penyidikan tercantum kalimat “SDA dan kawan-kawan”. SDA disangka melanggar pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana.
Praktik korupsi yang mereka lakukan ditengarai terjadi di berbagai lini. Seperti: pengadaan penginapan, transportasi, dan katering. Selain itu, diduga SDA juga menyalahgunakan kuota Panitia Pelaksanaan Ibadah Haji serta memanipulasi Sistem Komputerisasi Haji.
Apakah kedua menteri asal PKB ini akan diproses KPK hingga pengadilan Tipikor Jakarta, seperti mantan Menpora Imam Nahrawi?
***