Menunggu Kehancuran Negara Kesatuan Wakanda

Oleh: Anthony Budiawan Menaging Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

KEKUASAAN sudah mencengkeram ke semua sendi kehidupan masyarakat. Sudah tidak ada lagi perwakilan rakyat. Sudah tidak ada lagi penegakan hukum. Eksekutif, legislatif dan yudikatif bersatu 

menguasai negara kesatuan. Mereka berbuat sekehendak hati, untuk kepentingan mereka. Aparat hukum dan keamanan diberdayakan untuk mengawal kehendak mereka.

Rakyat hanya sebagai alat pelengkap saja. Negara harus ada rakyat. Tetapi, rakyat hanya bisa pasrah melihat dan menonton orkestrasi dan unjuk kekuasaan. Rakyat tidak berdaya. Paling banter ngomel di media sosial. Tetapi, justru bagus. Sebagai alat pelampiasan kejengkelan. Setelah puas ngomel di media sosial, terus akan reda sendiri. Akan adem-ayem lagi. Sebagai pengurang stres. Bayangkan kalau tidak bisa ngomel di media sosial, rakyat akan stres sekali.

Penguasa tahu itu, maka dikeluarkan berbagai isu biar rakyat bisa ngomel, dan setelah itu reda.

Di lain sisi, kekuasaan semakin mencengkeram. Kadang perlu mengubah peraturan dan undang-undang untuk disesuaikan kepentingan penguasa. Meskipun peraturan dan undang-undang tersebut 

melanggar konstitusi. Tidak masalah. Karena legislatif dan yudikatif toh sudah kroni kita. Semua peraturan yang melanggar konstitusi akan lolos. Dan rakyat tidak berdaya.

Indeks korupsi memburuk. Mereka juga sudah tahu. Bahkan sudah diperkirakan. Karena semua itu merupakan konsekuensi dari pusat kekuasaan yang ujungnya adalah untuk memperkaya kroni. Hampir semua departemen terlibat korupsi. Ini juga sudah dipahami. Bahkan digunakan sebagai alat distribusi korupsi ke berbagai pihak kroni. Pemerataan korupsi.

Angka kemisiknan meningkat. Mereka juga sudah tahu. Karena uang negara diserap untuk kepentingan penguasa dan kroni, yang membuat indeks korupsi memburuk. Terus, rakyat bisa apa? 

Rakyat tidak bisa apa-apa, dan tidak mampu berbuat apa-apa. Tidak mampu melawan. Hal ini sudah dipahami benar oleh penguasa dan kroni. Pentolannya akan diguyur uang sampai basah kuyup. Kalau tidak bisa, aparat hukum dan keamanan siap memberantas.

Kematian beberapa kelompok masyarakat tidak perlu diperbesar dan diusut. Melanggar hak asasi 

manusia? Siapa yang peduli. Berharap komunitas Internasional membela, hanya mimpi. Siapa yang mau membela hak rakyat, apalagi rakyat tersebut tidak berani membela haknya sendiri!

Pesta demokrasi dapat diatur, sesuai kepentingan kekuasaan. Bisa ada pesta demokrasi, bisa juga tidak ada. Putusan pengadilan sudah ditetapkan, yaitu menunda pesta demokrasi. Siapa yang marah? Tidak ada. Paling beberapa gelintir rakyat saja yang marah. Itupun hanya di media sosial. Cuma sebentar saja. Kemudian terdiam lagi. Bagus, silakan melampiaskan kemarahan di media sosial untuk menghilangkan stres.

Detik demi detik terus berjalan, sambil menunggu kehancuran negara kesatuan Wakanda. (*)

374

Related Post