Muktamar-34: Secara Etika, Muhaimin Masih “Bermasalah” (3)

Oleh: Mochamad Toha

Seperti yang sempat disinggung dalam tulisan sebelumnya, Calon Ketum PBNU terkuat menjadi Ketum PBNU diantaranya adalah Abdul Muhaimin Iskandar, Yahya Cholil Staquf, dan Said Aqil Siradj.

Mereka memang mempunyai kekuatan dari sisi finansial, kekuasaan, dan jabatan. Tetapi, belum memenuhi atau setidaknya belum memiliki konsep yang jelas bagaimana menata arah NU agar kembali ke khittahnya.

Said Aqil Siradj alias SAS sudah jelas kiprahnya selama jadi Ketum PBNU. Berbagai manuver politik telah mewarnai saat memimpin warga Nahdliyin. SAS lebih banyak diam meski melihat rakyat tergencet ekonominya.

Dia tampak lebih bangga saat NU menerima “hibah” lahan 10 ha di daerah Jonggol yang sebenarnya status hukumnya masih belum jelas, dan sedang “bermasalah” dengan rakyat terkait PT Sentul City Tbk.

Siapapun yang terpilih menjadi Ketum PBNU diantara Ketum DPP PKB dan Katib Aam PBNU, SAS masih berpeluang menjadi Rois Syuriah PBNU. Baik Muhaimin atau Yahya yang terpilih, SAS bisa jadi Rois Syuriah.

Bagaimana peluang Muhaimin alias Imin dan Yahya? Menurut informasi dari beberapa PWNU, sepertinya dalam hal ini Imin yang paling siap untuk mengkondisikan PWNU dan PCNU.

Karena Imin mengerahkan seluruh pengurus PKB Kabupaten/Kota seluruh Indonesia untuk melakukan pendekatan kepada pengurus PWNU/PCNU di seluruh Indonesia.

Sedekar mengingat saja, Muktamar ke-33 NU di Jombang, dinilai sebagian ulama, style atau gayanya sudah seperti Muktamarnya PKB. Karena ketua panitianya Saifullah Yusuf yang saat itu menjabat Wagub Jatim.

“Muktamar NU di Jombang adalah Muktamar NU yang paling buruk/parah sepanjang digelarnya Muktamar NU. Di sanalah terjadinya money politic, premanisme, dan lain-lain,” kata seorang ulama NU.

Sebelumnya, Ketua Panitia Pengarah Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (NU) KH Ahmad Ishomuddin menyampaikan Muktamar ke-34 NU bakal diselenggarakan pada 23-25 Desember 2021 di Lampung.

Kesepakatan itu diputuskan Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah pada Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama yang menghasilkan 9 kesepakatan, salah satunya soal jadwal Muktamar NU Lampung.

Dia menyebut forum itu juga menyepakati, untuk pemilihan Ketum PBNU dilakukan melalui pemungutan suara one man one vote, sedangkan untuk Rais Aam PBNU dilakukan secara perwakilan (ahlul halli wal aqdi).

“Persis seperti Muktamar Ke-33 NU di Jombang,” kata Kiai Ishomuddin dalam konferensi pers secara virtual di Gedung PBNU, Jakarta, Ahad (26/9/2021).

Yang juga perlu jadi pertimbangan lainnya sebelum menentukan pilihan diantara Imin dan Yahya adalah apakah mereka clean and clear selama menjabat di organisasi politik atau keagamaan.

Ini bisa dilihat dari jejak digital Imin dan Yahya. Untuk lebih jelasnya, kita lihat satu per satu saja. Supaya lebih teliti dan cermat lagi. Bagaimana Imin bisa meraih jabatannya sebagai Ketum PKB.

Imin memperoleh jabatan Ketum PKB dengan jalan “tidak terpuji”, yakni memunculkan konflik terlebih dahulu di internal parpol.

Hingga menjelang wafatnya KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Imin sebenarnya masih “bermasalah” dengan keluarga Presiden RI ke-4 tersebut terkait konflik internal di PKB yang dibidani Gus Dur.

Jejak digital banyak mencatat konflik tersebut. DetikNews pada Selasa, 8 April 2014, menulis, “Konflik dengan Muhaimin Terjadi Sampai Gus Dur Wafat”.

Pihak keluarga menyebut, konflik antara Gus Dur dengan Imin itu benar-benar terjadi. Bahkan perseteruan itu berlangsung hingga Gus Dur wafat.

Konflik itu ada sampai Gus Dur wafat.

“Itu pernyataan (kubu Imin) direkayasa, diada-ada, keji, baik kepada Gus Dur, keluarga dan Gusdurian,” kata pengacara keluarga Gus Dur, Pasang Haro Rajagukguk, saat menggelar jumpa pers di Jalan Kuningan Timur No 12, Jakarta Selatan, Selasa (8/4/2014).

Pasang Haro membeberkan rentetan konflik tersebut. Konflik pertama, saa Muktamar di Parung, Jabar, Imin membuat muktamar tandingan di Ancol dengan kepengurusan sendiri.

Setelah itu, terjadi saling menggugat, sampai akhirnya Mahkamah Agung membatalkan kedua muktamar dan dikembalikan kepada hasil muktamar Surabaya pada 2005.

“Tapi, kenyataannya Imin tidak melibatkan Gus Dur bahkan disingkirkan dan ditekan,” ungkap Pasang Haro. Pada saat putusan PTUN, muncullah pernyataan dari kelompok Imin bahwa Gus Dur meninggalkan PKB.

“Itu menyakitkan. Setelah itu (Gus Dur) terjatuh dan pingsan di kamar mandi, sampai masuk rumah sakit berkali-kali,” ujar Pasang Haro. Pada pemilu 2009, kubu Imin memanfaatkan kebesaran dan ketokohan Gus Dur dengan memajang simbol Gus Dur di baliho.

Saat itu Gus Dur menggugat dan dilupakan. Pada 2014, kata Pasang Haro, keluarga Gus Dur sudah mengultimatum PKB Imin untuk tidak memasang apapun tentang Gus Dur seperti foto dan suara.

Tapi, pihak Imin tetap menggunakan simbol-simbol Gus Dur dalam setiap kampanye PKB. Istri alhamhum Gus Dur Ibu Sinta Nuriyah dan keluarga melalui pengacaranya pun melaporkan Imin ke Bawaslu.

“Inti instruksi Gus Dur itu, Imin dan jajaran supaya tidak menggunakan atribut Gus Dur tanpa izinnya,” tegas Pasang Haro.

Jadi, itulah “masalah” sebenarnya yang masih menyertai Imin hingga kini. Imin masih “berkonflik” dengan keluarga Gus Dur. Jadi, raihan jabatannya itu diperoleh melalui konflik internal PKB.

Tak hanya itu. Terkait dengan korupsi yang melibatkan anggota PKB, Imin juga diperiksa KPK sebagai saksi kasus dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Tujuannya untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group), Hong Arta John Alfred. Dia datang untuk memenuhi panggilan sebagai saksi dari Hong Artha.

“Mestinya diagendakan besok tapi karena besok saya ada acara, saya minta maju dan alhamdulillah selesai semuanya sudah saya beri penjelasan ya selesai,” katanya usai diperiksa KPK, dilansirVIVAnews, Rabu (29/1/2021).

Dikonfirmasi materi pemeriksaan, Imin enggan membeberkannya. Ia cuma membantah pernah menerima uang suap dalam proyek tersebut. “Tidak benar,” kata Wakil Ketua DPR itu.

Upaya KPK memanggil dan memeriksa Imin berkaitan dengan permohonan Justice Collaborator yang diajukan mantan politikus PKB Musa Zainuddin pada Juli 2019.

Musa menganggap dirinya bukanlah pelaku utama dalam kasus korupsi proyek infrastruktur di Kementerian PUPR. Ia mengaku hanya menjalankan perintah partai.

Sebelumnya, KPK menolak permohonan JC yang diajukan Musa Zainuddin. Menurut KPK, Musa belum memenuhi syarat menjadi saksi pelaku yang bekerja sama untuk membongkar kasus hukum.

Meski demikian, KPK mempersilakan bila Musa ingin kembali mengajukan JC. Pihak lembaga antirasuah itu mengatakan Musa mesti membuka peran pihak lain dengan lebih terang.

Musa dihukum 9 tahun penjara karena terbukti menerima suap Rp 7 miliar untuk meloloskan proyek infrastruktur Kementerian PUPR di Maluku dan Maluku Utara tahun anggaran 2016. Uang itu berasal dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.

Dari penjara, mantan Anggota Komisi Infrastruktur DPR ini mengirimkan surat permohonan JC ke KPK pada akhir Juli 2019. Dalam surat itu, Musa mengaku bahwa duit yang ia terima tak dinikmati sendiri.

Sebagian besar duit itu, kata dia, diserahkan kepada Sekretaris Fraksi PKB kala itu, Jazilul Fawaid sejumlah Rp 6 miliar. Musa menyerahkan uang itu di kompleks rumah dinas anggota DPR kepada Jazilul.

Setelah menyerahkan uang pada Jazilul, Musa langsung menelepon Ketua Fraksi PKB Helmy Faishal Zaini. Ia meminta Helmy menyampaikan pesan kepada Imin bahwa uang Rp 6 miliar sudah diserahkan lewat Jazilul.

Keterangan ini tak pernah diungkap di persidangan. Ia mengaku memang menutupi peran para koleganya karena menerima instruksi dua petinggi partai. Dua petinggi partai ini mengatakan, Imin berpesan agar kasus itu berhenti di Musa.

“Saya diminta berbohong dengan tidak mengungkap peristiwa sebenarnya,” kata Musa. (Bersambung)

630

Related Post