Negara Butuh Dwi Tunggal Latar Belakang Intelijen (Bag-2)

Oleh Kisman LatumakulitaWartawan Senior

KEPALA Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Polisi (Purn.) Prof. Dr. Budi Gunawan, yang biasa disapa dengan sebutan “Bang BG atau Mas BG” bisa menjadi kandidat calon Presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Untuk mengakhiri kebuntuan di internal DPI-P antara Puan Maharani dan Ganjar Pranowo, Ketua Umum Megawati Soekarnoputri mungkin bisa mendorong Bang BG sebagai calon Presiden. Bang BG bisa menjadi calon alternatif dari PDIP. Toh, publik sudah sangat paham dan mengerti kalau Bang BG memliki kedekatan tidak langsung (moral) dengan PDIP.

Kedekatan Bang BG kepada PDIP tersebut hanya bisa dirasakan. Namun tidak bisa untuk dibuktikan seperti apa bentuk kedekatan itu? Ya, seperti umumnya angin yang keluar dari bagian belakang (bau kentut). Hanya bisa untuk dirasakan (dicium) baunya. Namun tidak bisa dibuktikan seperti apa wujud dari angin yang keluar dari belakang itu.

Kedekatan moral kepada PDIP selama ini, sama-sekali tak mengganggu tugas-tugas kenegaraan yang diamanahkan kepada Bang BG. Tidak terjadi conflick of interest dengan tugas-tugas yang diemban bang BG Kepala BIN.

Begitu juga ketika menjabat sebagai salah satu unsur pimpinan Polri. Semua tugas dan tanggung jawab bang BG dilaksanakan sesuai kewajibannya. Walaupun ada tugas-tugas yang sukses diemban bang BG, namun ada juga yang belum sukses dilaksanakan.

Semuanya itu masih dalam batas-batas yang normal dan wajar. Publik bisa memahami dan menerima kenyataan kedekatan emosional bang BG dengan PDIP, karena bang BG pernah menjabat sebagai Ajudan (ADC) Presiden saat Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden Indonesia ke-5.

Sebelumnya ketika Megawati menjadi Wakil Presiden untuk Presiden KH Abdurahman Wahid (Gus Dur), bang BG juga yang menjadi ajudan Wakil Presiden Megawati. Wajar dan normal-normal saja kalau para ajudan memiliki kedekatan dengan pejabat negara yang pernah dijalani.

Hanya Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri adalah satu-satunya yang memiliki hak mutlak (prerogatif) untuk menentukan siapa Calon Presiden (Capres) untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 nanti. Tidak bisa dipungkiri bahwa hingga ini Megawati belum membuat keputusan tentang siapa kandidat Capres dari PDIP.

Kader PDIP yang paling menonjol untuk menjadi kandidat Capres 2024 dari PDIP sekarang adalah Ketua DPR Puan Maharani dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Dukungan di kalangan akar rumput dan elit politik PDIP terkesan terbelah. Sebagian besar elit terlihat PDIP mendukung Puan Maharani. Namun sebagian akar rumput PDIP sepertinya mendukung Ganjar Pranowo. Teguran dan peringatan DPP PDIP dikeluarkan kepada kader PDIP yang nyata-nyata melanggar disiplin partai soal kandidat Capres ini. Misalnya, Ganjar Pranowo dan mantan Walikota Solo FX. Hadi Rudyatmo ditegur DPP PDIP agar tidak membuat gerakan-gerakan politik tentang kandidat Capres 2024 dari PDIP yang mendahului keputusan Ketua Umum Megawati.

Menghadapi kemungkinan kebuntuan antara Puan Maharani dan Ganjar Pranowo, tidak ada salahnya bila bang BG ikut dipertimbangkan sebagai salah satu kandidat Capres 2024 dari PDIP. Situasi global yang tak menentu sekarang, membuat bangsa Indonesia membutuhkan kandidat Capres atau Cawapres (Dwi Tunggal) yang berlatar belakang intelijen. Apalagi menghadapi krisis ekonomi global yang sudah masuk di ruang tamu rumah bangsa Indonesia.

Setelah krisis ekonomi dan politik tahun 1965, Indonesia bisa cepat bangkit dan pulih karena dipimpin oleh Dwi Tunggal yang berlatar belakang intelijen. Mayjen Soeharto yang ketika itu menjabat Panglima Komando Operasi Pemilihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) merangkap sebagai Kepala Badan Kordinasi Intelijen Negara (BAKIN).

Selain itu, Wakil Presiden kedua setelah Muhammad Hatta, yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono IX dikenal sebagai mbahnya intelijen Indonesia. Dwi Tunggal negara, Presiden-Wakil Presiden yang sangat menguasai dunia intelijen. Satu di antara Dwi Tunggal atau dua-duanya berlatar belakang intelijen, cenderung lebih memudahkan kita cepat keluar dari krisis global. Baik itu krisis politik maupun ekonomi. Bahkan bisa mendorong Indonesia bangkit dan maju setara dengan bangsa-bangsa lain. Terbukti Rusia bisa bangkit dan keterpurukan, dan tetap bertahan sebagai negara besar karena dipimpin oleh Vladimir Putin, mantan Kepala Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB), badan intelijen pusat dari Uni Sovyet. Begitu juga dengan Jerman, yang sekarang menjadi motor utama Uni Eropa, karena dipimpin oleh Angela Markel. Kanselir Jerman ini mantan intel Jerman Timur, dan menjadi sahabat Putin ketika sama-sama-sama masih tergabung dalam fakta militer Uni Sovyet bersama negara-negara Eropa Timur, yaitu “Fakta Warsawa”.

Rusia kini masih jago perang dan hebat secara ekonomi. Jerman menjadi raksasa ekonomi di Eropa. Begitu juga dengan tetangga kita Malaysia, yang menjadi salah satu macan Asia di era tahun 1990-an. Malaysia hebat dan menjadi macan Asia karena dipimpin oleh dokter Mahatir Mohammad yang berlatar belakang intelijen. Bapaknya intelijen Malaysia ketika itu adalah Tun Razak Hussien yang menjadi Pedana Menteri Malaysia ke-2. Sementara dokter Mahatir Mohammad adalah murid kesayangan dari Tun Razak Husien. Enam kali Mahatir Mohammad menjadi Perdana Menteri Malaysia. Selama 22 tahun, dari tahun1981-2003. Saat itu Mahatir adalah tokoh sentral dari Barisan Nasional (BN), gabungan beberapa partai yang dipimpin oleh United Malay National Organization (UMNO). Setelah itu, pada tahun 2018 lalu, Mahatir kembali menjadi Perdana Menteri Malaysia. Kali ini Mahatir bergabung dengan Anwar Ibrahim, mantan anak emas dan sekaligus musuh bebuyutan politik Mahatir. Gaung kebesaran dari gagasan “Glasnost dan Perestroika” yang menjadi kebanggaan narasi Presiden Uni Sovyet Mikhail Gorbachev ketika itu membuat Uni Sovyet tinggal kenangan. Akibatnya kubu militer negara-negara Eropa Timur yang tergabung dalam “Fakta Warsawa” pimpinan Uni Sovyet juga ikut berantakan. Fakta Warsawa ikut bubar dengan sendirinya. Padahal Fakta Warsawa telah menjadi penyeimbang terkuat terhadap koalisi militer “NATO” yang dipimpinan oleh Amerika Serikat. Orang yang paling berjasa dalam meluluh-lantakan gagasan besar Mikhail Gorbachev “Glasnost dan Perestroika” itu adalah George Bush senior. Kenyataannya Bush senior itu Wakil Presiden Amerika untuk Presiden Ronald Reagen. Sebelumnya Bush senior adalah mantan Kepala Central Intelligence Agency (CIA), organ intelijen Amerika Serikat untuk hal-ihwal luar negeri. Selain George Bush senior, Dick Cheney yang pernah menjadi Wakil Presiden, juga mantan Kepala CIA. Soeharto, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mahatir Mohammad. Vladimir Putin, Angela Markel, George Bush senior, Dick Cheney adalah satu diantara Dwi Tunggal (Presiden-Wakil Presiden) yang punya latar belakang intelijen. Terbukti mereka telah berhasil membawa negaranya keluar dari krisis multi dimensi. Bahkan bisa bangkit dan tampil menjadi negara-negara maju di berbagai belahan dunia. Barangkali tidak ada salahnya bila pada Pilpres 2024 nanti, Indonesia mencoba salah satu diantara Dwi Tunggal nasional adalah orang yang berlatar belakang intelijen. Misalnya, dengan mencalonkan bang BG sebagai kandidat calon Presiden dari PDIP atau calon Wakil Presiden untuk Anies Baswedan, bakal calon Presiden dari Partai Nasdem yang sudah diumumkan Nasdem. Namun keputusan penting dan strategis itu tetap berada di Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. (bersambung).

Sumber Artikel : Negara Butuh Dwi Tunggal Latar Belakang Intelijen (Bag-2).

592

Related Post