Negara Dalam Keadaan Darurat
By Dr. Ahmad Yani SH. MH.
Jakarta, FNN – Indonesia menjadi negara yang sombong terhadap penyebaran virus Corona. Saat negara-negara lain mulai panik, petinggi negeri ini justru berkomentar seperti orang yang lagi berkomedi. Mulai minum jamu, deterjen membunuh Corona. Indonesia negeri tropis, tidak bisa di masuki Corona dengan berbagai alasan. Semuan itu bentuk keangkuhan yang membawa malapetaka.
Kelambatan tersebut terutama karena ‘sungkan’ takut menyinggung Tiongkok. Pejabat-pejabat Indonesia menolak menerima kenyataan bahwa Corona sudah semakin menghawatirkan.
Meski Pemerintah Pusat sangat lambat dan acuh-tak acuh, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan cepat dan tanggap menghadapi virus tersebut. Anies Baswedan sangat cepat merespons kasus Corona setelah warga negara Indonesia yang tinggal di Depok terpapar. Walaupun akhirnya Anies diserang dan dibully. Bahkan ada menteri yg ikut-ikutan juga untuk membully Anies.
Pemerintah Pusat sibuk mengatasi “hoax”. Bukan mengatasi penyebaran virus. Sampai orang yang merekam kedatangan Warga Cina di Sulawesi Tenggara diperiksa polisi dengan tuduhan hoax. Padahal WNA Cina itu benar-benar datang dari Cina. Ini berbeda dengan Presiden Duterte yang memecat pegawai yang membiarkan orang cina masuk ke wilayah Filipina.
Demikianlah cara Pemerintah Pusat menghadapi Corona, yaitu menghadapi orang yang menyebarkan berita virus tersebut. Seakan-akan dengan cara itulah pemerintah bisa mengatasinya. Padahal virus corona sudah ada di tengah kita. Corona bergerak cepat dalam masyarakat.
Tetapi ternyata pemberantasan “hoax” justru mempercepat laju penyebaran Corona virus. Sudah 227 orang terkena virus, 19 orang meninggal. Menurut beberapa sumber, yang riil, tetapi tidak terpublikasi sudah mencapai 4.000 orang lebih yang terpapar. Virus sudah menghinggap di banyak orang, kepanikan kian memuncak. Sampai saat ini kita sebagai rakyat tidak mendapatkan informasi yg cukup.
Tentang keganasan Corana. Propinsi dan kabupaten mana yang banyak penyebarannya? Rumah sakit mana yang sudah ditunjuk untuk memeriksa, mengobati, mengisolasi, merawat yang sudah positif tertular Corona? Sementara kewaspadaan pemerintah hanya untuk dirinya sendiri, yaitu bagaimana melindungi diri dari protes masyarakat. Pemerintah sibuk memberantas hoax untuk menjaga kelangsungan kekuasaannya, tetapi tidak peduli terhadap keselamatan warga negaranya.
Kepanikan Global
Kepanikan muncul di mana-mana. Negara-negara mulai mengantisipasi dengan melakukan lockdown secara teritorial. Arab Saudi menutup perjalanan umrah. Malaysia, 31 Maret memutuskan lockdown guna menghentikan penyebaran Corona. Manila dilockdown dan diumumkan langsung oleh Presiden Duterte. Bersamaan itu Duterte melarang masyarakat berkumpul. menutup semua sekolah. Prancis mengumumkan lockdown 15 hari. Italia juga melakukan lowdown di beberapa wilayah.
Beberapa negara lain sudah mulai pula melakukan lockdown. Banyak negara menghadapi kepanikan global yang luar biasa. Aksi lockdown di berbagai negara tidak diikuti oleh Indonesia. Masih sempat Indonesia menerima pariwisata asing, khususnya Cina.Ada 47 warga Cina masuk di Konawe.
Tampaknya Pemerintah Indonesia lebih takut kehilangan investasi daripada keselamatan 270 juta warga negaranya. Pemerintah hanya peduli pada kehendaknya sendiri. Sementara rakyat harus mendapatkan risiko besar dari penyebaran virus corona ini.
Setelah virus itu tersebar, kita bisa pasrah. Persediaan alat medis dan berbagai fasilitas kesehatan yang masih terbatas. Kita hanya menunggu waktu kalau pemerintah masih bersikap menutup-nutupi gejala ini demi untuk kepentingannya. Ini masalah serius dan berbahaya.
Darurat Kesehatan
Indonesia hari ini sudah mulai darurat Kesehatan Nasional. Kasus yang terus meningkat. Penyebaran yang sangat cepat, membuat kepanikan rakyat yang luar biasa. Aksi lockdown terjadi di berbagai daerah. Pemerintah Daerah mengambil langkah cepat, meski Pemerintah Pusat masih sibuk mengurus hoax. Kondisi ini mengkhawatirkan. Perang melawan Corona sudah dimulai.
Semua orang di daerah kini mengunci dan mengisolasi diri dari penyebaran Corona. Kampus, pondok pesantren, sekolah, kantor dan seluruh aktivitas publik dihentikan. Masyarakat memutus hubungan sosialnya untuk sementara dengan keluarga, tetangga, kerabat, teman, sahabat, dan orang dekatnya.
Ditengah kepanikan rakyat Indonesia, warga negara Cina yang menjadi sumber Pendemi Corona justru diberi keleluasaan masuk di Indonesia. Padahal dalam kondisi pendemi yang sangat cepat ini pemerintah harus mencegah masuknya Warga Negara Asing seperti yang dilakukan oleh negara-negara lain.
Negara wajib melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah darah Indonesia. Masyarakat berhak mendapatkan kesejahteraan lahir dan batin
Dalam Undangundang nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, bahwa kemajuan teknologi transportasi dan era perdagangan bebas dapat berisiko menimbulkan gangguan kesehatan. Penyakit baru atau penyakit lama yang muncul kembali dengan penyebaran yang lebih cepat, dan berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat, sehingga menuntut adanya upaya cegah tangkal penyakit dan faktor risiko kesehatan yang komprehensif dan terkoordinasi, serta membutuhkan sumber daya, peran serta masyarakat, dan kerja sama internasional.
Karantina Kesehatan merupakan upaya mencegah keluar atau masuknya penyakit yang menyebabkan kedaruratan kesehatan Masyarakat. UU No. 6 ini telah memberikan definisi yang jelas tentang darurat Nasional. Tugas negara sebagaimana yang disebutkan dalam UUD 1945 “melindungi segenap warga Indonesia dan tumpah darah Indonesia”. Pemerintah wajib menjamin keselamatan warga negara.
Karantina kesehatan adalah jalan yang paling mungkin untuk dilakukan dengan tegas, mengingat kondisi penyebaran pendemi Corona semakin ganas. Upaya-upaya yang ada sekarang ini masih sangat jauh dari yang sudah dilakukan oleh negara-negara lain.
Bersyukur kita, Pemerintah Daerah cepat melakukan lockdown untuk mengantisipasi penyebaran Corona, meski Pemerintah Pusat melarang untuk melakukan lockdown itu secara sepihak. Penanganan pendemi yang penyebarannya begitu cepat tidak bisa menunggu sikap lambat Pemerintah Pusat.
Krisis Nasional
Pendemi Corona akan berefek pada beberapa hal. Pertama, krisis ekonomi yang memang sudah mulai terlihat di awal tahun 2020. Sekarang sudah semakin nampak. Nilai tukar rupiah yang semakin anjlok dan kondisi ekonomi semakin lesu. Ancaman resesi terus menghantui Indonesia.
Krisis ini akan merambat pada krisis politik dan krisis sosial yang mulai terlihat. Seperti kata Rizal Ramli, ekonomi Indonesia terus anjlok karena salah kelola. Bukan hanya karena Corona. Tetapi akibat mabuk utang dan pengetatan makro. Ekonomi hanya tumbuh 4% tahun 2020. Kalau tindakan terhadap corona effektif, ekonomi hanya akan anjlok lagi -1%. Tapi jika tidak effektif, ekonomi akan anjlok -2% lagi.
Kondisi ini memperkuat hitungan Syahganda Nainggolan bahwa, selesai Corona bisa-bisa rezim ini jatuh. Bahkan Syahganda menghitung hari kapan kejatuhan rezim ini, disebabkan pengelolaan yang amatiran. Pengelolaan yang amatiran inilah termasuk yang membawa virus ini berkembang cepat di Indonesia.
Sebagai warga negara, kita wajib menjaga kesehatan dengan memperbanyak ibadah dan doa, serta menghindari keramaian. Sembari melihat perkembangan ekonomi yang kian anjlok dan aksi lockdown yang sudah mulai diterapkan pemerintah daerah. Rasanya beban untuk menghadapi Corona ini sangat dirasakan rakyat kecil yang menggantung nasibnya pada penjual-penjual keliling dan lain-lain. Bisa juga kondisi ini membawa pada krisi bahan makanan pokok.
Negara wajib memikirkan terjaminnya penyediaan kebutuhan dan kelangsungan hidup masyarakat. Mungkin krisis keuangan bagi rakyat kecil sudah mulai terasa dengan adanya Corona ini. Pemerintah wajib memikirkan bagaimana krisis keuangan itu bisa diatasi untuk menghindari wabah kelaparan di tengah masyarakat kecil.
Kita berharap dan berdoa semoga wabah ini cepat berlalu. Rakyat Indonesia selamat dari wabah ini, sehingga kita semua dapat hidup seperti biasanya di kemudian hari. Insaa Allah kita bisa melewati ini dengan menerapkan pola yang dianjurkan berbagai pihak dalam menangkal penyebaran Corona ini. Wallahualam bis shawab.
Penulis adalah Politisi, Praktisi Hukum, Dosen Fakultas Hukum dan Fisip UMJ.